Selasa, 13 September 2022

Menulis untuk Menyiapkan Generasi Literasi Masa Depan

 

Oleh: Eli Halimah

The youth today are the leader tomorrow”

Ungkapan di atas artinya, “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.” Lalu bagaimana kita mempersiapkan pemuda masa depan?

Salah satu cara mencetak pemuda masa depan adalah dengan keterampilan literasi. Pada abad 21 literasi berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan manusia, terlebih bagi seorang pemimpin.

Kemampuan literasi seorang pemimpin akan berpengaruh pada pengambilan keputusan yang mereka lakukan. Pada akhirnya, keputusan itu diharapkan bermuara pada kesejahteraan bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Dalam rangka membekali calon pemimpin masa depan dengan keterampilan ini, sekolah kami telah merancang dan melaksanakan beberapa kegiatan pembiasaan. Kegiatan ini kami buat dalam tiga bentuk. Ada kegiatan yang berbasis membaca, berbicara, dan menulis.

Setiap hari Rabu, dari pukul 07.00 WIB hingga 07.30 WIB, seluruh siswa duduk di halaman sekolah. Mereka diwajibkan untuk membaca buku yang sudah disediakan oleh pustakawan sekolah. Buku itu akan mereka baca pada pekan berikutnya, sehingga mereka harus mengingat betul judul buku tersebut. Untuk mengantisipasi kesalahan membaca pada pekan berikutnya, pustakawan kami juga mencatat judul buku dan nama siswa yang membacanya.

Berikutnya, para siswa harus membaca dua halaman. Setelah sepuluh menit, saya memanggil beberapa siswa dari masing-masing kelas secara random. Siswa yang terpanggil diminta untuk menyampaikan kesimpulan atas apa yang sudah dibacanya. Pada tahap ini tidak semua siswa saya panggil karena kami hanya memiliki waktu sepuluh menit.

Setelah itu, siswa masuk pada kegiatan berikutnya yaitu menulis. Siswa yang telah diberi satu buah buku oleh sekolah, diminta untuk membuat tulisan. Tema tulisan sudah saya rencanakan untuk tiap pertemuan.

Tidak perlu tema yang rumit dan sukar, hanya hal-hal yang kecil dan mudah dicerna oleh mereka. Tema tersebut seperti, mengenalkan diri sendiri, bercerita tentang anggota keluarga, perayaan 17 Agustus, makanan dan kegemaran, cita-cita, dan lain sebagainya. Kegiatan menulis ini dilakukan dalam sepuluh menit terakhir.

Pada pekan pertama, hanya beberapa siswa yang mampu menulis hingga mencapai lima puluh kata. Namun, pada pekan-pekan berikutnya terjadi peningkatan pada produktivitas kosa kata mereka. Gaya kepenulisan pun sudah mulai membaik dan santai, tidak terlalu kaku. Variasi penggunaan kata pun semakin meningkat. Semua peningkatan perbendaharaan kata ini saya catat dalam buku khusus.

Di akhir kegiatan pembiasaan ini, saya mengumumkan dua kategori tulisan untuk masing-masing jenjang kelas. Pertama tulisan dengan jumlah kata terbanyak dan kedua tulisan dengan kategori menarik atau seru. Pada mereka, saya berikan penghargaan.

Bukan sesuatu yang mahal, hanya untuk memberikan apresiasi dan afirmasi atas semua usaha yang telah mereka lakukan. Hadiah yang saya berikan terkadang berupa pulpen, roti, atau susu kotak yang bisa mereka gunakan sebagai sarapan.

Antusiasme para siswa amat menggembirakan. Persaingan positif pun terjadi. Masing-masing ingin menjadi versi terbaiknya di pekan itu. Tentu hanya beberapa saja yang akan mendapat predikat tulisan terbanyak dan terseru.

Setiap pekan selalu ada siswa yang mampu menggeser temannya dalam dua kategori tulisan tersebut. Hal ini menandakan bahwa kemampuan mereka dalam menulis sudah mulai merata.

Haruskah mereka bersaing? Pada tahap awal, biarlah mereka bersaing agar semangat menulis semakin tersulut. Seiring jalannya waktu, saya berharap mereka menulis dengan ikhlas, tanpa mengharap penghargaan apa pun dari orang lain.

Sungguh, itu semua pengalam yang amat seru dan menyenangkan. Bahkan beberapa dari mereka sekarang berani mengirimkan tulisan pada saya. Saya amat terharu membaca semua tulisan mereka.

Semua tulisan siswa saya simpan dalam satu file dengan baik. Saya yakin, satu tahun ke depan, beberapa siswa kami mampu menerbitkan buku solo mereka.

Semoga Allah selalu membimbing mereka agar mampu menulis untuk kebaikan. Juga memberikan keteguhan hati pada saya untuk dapat memberikan jalan dan mempermudah akses bagi mereka agar keterampilan literasi mereka makin meningkat dan semoga bermanfaat bagi diri mereka khususnya dan orang lain umumnya.

Untuk anak-anak, terus berkarya lewat tulisan!

Bionarasi Penulis

Eli Halimah, S. Ag. M.Pd. Kepala Madrasah Aliyah Al-Khairiyah Tegalbuntu, Ciwandan, Cilegon. Dari ketidakbakatannya menulis, lahirlah empat buku solo dan belasan buku antologi. Bertekad akan tetap menulis hingga akhir hayat.

Mengatasi Kecemasan dalam Menulis

 

Oleh: Leni Cahya Pertiwi, SE, S.Pd (Alumni Kelas Emak Punya Karya)

Suatu hari tetangga saya datang meminjam uang, jumlahnya tidak banyak, satu juta rupiah. Dia berjanji akan mengembalikan pinjaman itu sebulan kemudian. Saya, meskipun sedikit menyangsikan janjinya, tetap meminjaminya sejumlah tersebut. Dalam hati berharap, dia akan mengembalikan tepat waktu.

Ketika tiba waktunya, tetangga saya tersebut wajahnya jadi jarang terlihat. Telah berlalu sebulan dari tenggat waktu, uang saya belum dikembalikan.

Suatu hari saya bertemu denganya secara tidak sengaja, wajahnya mendadak pucat, terlihat cemas. Sapaan saya dijawab dengan permintaan maaf  karena belum bisa mengembalikan pinjaman, padahal saya sama sekali tidak menyinggung tentang utangnya.

Ilustrasi diatas menggambarkan suatu kondisi yang membuat seseorang merasa cemas.

Lalu, apa itu cemas? Menurut KBBI cemas berarti risau hati (karena khawatir, takut); gelisah. Apa yang bisa membuat orang cemas? Jawaban ini tentu tergantung keadaan.

Seseorang mungkin akan merasa cemas saat menghadapi tes wawancara kerja, calon pengantin yang cemas menghadapi hari pernikahan yang semakin dekat, atau seorang suami yang cemas menunggu istrinya bersalin di ruang operasi, dan seperti cerita di atas, seseorang yang cemas karena takut ditagih utangnya. Pun seorang menulis, dapat  mengalami kecemasan.

Lalu, apa saja kecemasan yang dialami oleh seorang penulis?

Dikutip dari buku Modal Dasar Seorang Penulis, Cahyadi Takariawan yang akrab disapa Pak Cah menuliskan beberapa jenis kecemasan yang sering menghambat kreativitas seorang penulis.

Di antara kecemasan tersebut adalah rasa cemas terhadap kualitas tulisan, kecemasan terhadap penilaian orang lain, dan kecemasan terhadap deadline.

Cemas terhadap kualitas tulisan lumrah dialami oleh penulis pemula, bukan tanpa sebab.  Kurangnya pengalaman dan jam tulis yang masih sedikit, membayangi setiap kalimat yang akan dituangkan menjadi sebuah artikel.

Untuk mengatasinya kita hanya perlu berlatih sesering mungkin. Semakin sering menulis, semakin banyak tulisan yang mampu dihasilkan, pada gilirannya akan memengaruhi  kualitas tulisan kita. Ingat, tak ada penulis yang langsung jadi, semuanya butuh proses.

Peningkatan kualitas tulisan dengan sendirinya akan menghilangkan kecemasan berikutnya. Seorang penulis dengan jam tulis yang semakin banyak, tak lagi terkungkung oleh penilaian orang lain. Sama seperti seorang pilot pesawat yang memiliki jam terbang tinggi, akan tetap  tenang saat bertemu  awan comulonimbus. Jadi, berhentilah memikirkan komentar negatif terhadap tulisan Anda. Ingat, seperti iklan sebuah produk shampoo, ‘Rambut Aku Kata Aku’.

Untuk mengatasi kecemasan menghadapi deadline, Pak Cah menyarankan untuk membuat pengaturan waktu yang baik.

Menulis di awal waktu sangat disarankan, karena kita memiliki kesempatan yang cukup banyak untuk mengendapkan tulisan. Membacanya kembali berulang-ulang, lalu menyunting menjadi artikel atau tulisan yang siap disajikan pada pembaca.

Mungkin belum menjadi artikel yang sempurna. Namun, setidaknya telah melewati proses penyuntingan berlapis, yang tentu akan berbeda hasilnya jika dituliskan dalam kondisi terburu-buru.

Masih merasa cemas dalam menulis? Tenang, Anda tidak sendirian, saya mengalaminya, bahkan tulisan ini dibuat saat saya cemas terhadap deadline. Penulis sekelas Pak Cah saja masih mengalami kecemasan kok. Hanya saja, jangan jadikan kecemasan sebagai dalih untuk tidak menulis. Salam hangat dan tetap semangat.

Biografi Penulis:

Leni Cahya Pertiwi, selain seorang penulis, dia pun berprofesi sebagai pengajar di sekolah menengah atas, Kerinci, Sumatera. Telah menerbitkan buku solo berjudul “Happy Mama, Ibu bahagia Lahirkan Generasi Mulia”

Beberapa buku Antologi: Bianglala Kehidupan di Masa Korona, Cinta Untuk Palestina, Unforgettable, Moments, Cinta Dalam Diam, Kidung Senja, Mutiara Cinta Dua Dunia.

Menulis untuk Menyiapkan Generasi Literasi Masa Depan

   RUANGMENULIS    4 SEPTEMBER 2022  3 MIN READ   Oleh: Eli Halimah “ The youth today are the leader tomorrow” Ungkapan di atas artinya, “Pe...