Rabu, 29 Desember 2021

GORESAN PENA UNTUK IBUKU TERCINTA

 


Oelah : Ledwina Eti Wuryan 

Biarkan saja jika melihat anaknya  jatuh karena  belajar  berjalan.   Masalah  besar jika melarang anaknya  berhenti belajar berjalan.  Dia tidak akan bisa berjalan selamanya. Begitupun hidup.  Allah  membiarkan kita mengalami  berbagai pencobaan atau ujian.  Allah akan sedih jika melihat umatnya berhenti bertumbuh, kehilangan iman dan harapan kepadaNya.

Sosok Ibuku

Ibuku  lahir di Solo, tepatnya di  Ketandan, Klaten. Putri pasangan  Bapak RM Sastro Soehardjo dan Ibu Maria Kusnah.  Ibu adalah Putri ke-5 dari  10 bersaudara. Ibu Lahir tanggal 17 Agustus 1945, saat Indonesia Merdeka.  Nenek bilang saat ibu  lahir pagi dimana-mana terdengar teriakan “Merdeka!! Merdeka!!, bunyi itu dari radio, dari jalan, suara orang-orang yang merasakan  suka cita karena merdeka.

Ibu saat kecil tinggal bersama orangtua  yang saat itu menjabat kepala Desa. Setelah  tamat SMP pada tahun  1962 ibu tinggal bersama kakak pertama, bapak Soerhardi dan istri (Ibu Harini). Saya menyebut  mereka pakde  dan bude. Pakde Hardi  menjabat Kepala SMAN 1  dan Bude Harini adalah Kepala SMPN di Pekalongan. Ibu sekolah di SMEA Pekalongan.

Kata teman-temannya ibu adalah putri Solo, cantik pula. Nah, saat itu  Pak Sudayat adalah guru baru di sekolah itu. Mungkin karena  saling ada cemistri akhirnya mereka berjodoh. Menurut cerita temannya,  jika akan ada ulangan sejarah yang diajarkan oleh Pak Dayat, teman-temannya selalu membongkar tas Tari (panggilan nama ibu). Mereka curiga jangan sampai ada soal yang diberikan oleh pak guru.  Lulus SMEA ibu tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Ibu kursus rias pengantin Jawa. Dua tahun setelah ibu lulus SMEA keluarga besar dari   Pak Dayat melamar ibu. Akhirnya Sang Guru menikah dengan muridnya.

Bapak adalah  anak bungsu dari 3 bersaudara. Orang bilang Kakek dari bapak adalah pedagang tembakau yang sukses, sawahnya banyak.  Jadi saat pernikahan Bapak Sudayat dan Ibu Sutari pestanya 3 hari 3 malam. Pestanya sangat meriah. Apalagi orang kampung cerita ibu dikenal putri solo, hehe…, Pastinya membuat  orang-orang  ‘penasaran’.  Benar saja, tebukti hingga saat ini jika saya dan adik-adik  berkunjung ke tetangga  saat lebaran di kampung foto kuno pengantin Bapak dan ibu  masih dipajang di rumah mereka.  Saya sampai terharu dan terkagum-kagum. Begitu mereka  menghargai  Bapak dan Ibu saya dulu. Saking terharunya saya sampai menitikkan air mata. Maka kami berusaha tak pernah absen untuk  bersilaturahmi  saat lebaran kepada mereka saat pulang.

Ibu adalah Wanita perkasa

Bapak adalah guru di SPG van-lith Muntilan. Ibu adalah ibu rumah tangga. Tapi ibu berprofesi perias pengantin.  Penghasilan ibu bisa dibilang lebih besar dibanding bapak saat itu. Ibu orang yang gigih dan ulet.  Jika merias pengantin  sampai ditempat yang jauh. Bahkan sampai di lereng gunung merapi. Ibu tak pernah menentukan tarif, terserah mereka mau memberi berapapun. Untuk keluarga kurang mampu ibu  tak mau dibayar. Saya dulu sering diajak merias jadi saya tahu. Saya juga ikut kursus merias pengantin Jawa saat masih kuliah, tapi sia-sia karena saya di NTT.  Ibu juga masih jadi petani,  menggarap sawah  warisan dari almarhum Mbah kakung ( mertua dari ibu ). Namanya Padmoredjo.

Kami biasa mengerjakan pekerjaan sendiri. Ibu Selalu bangun paling pagi. Kami semua diajari hidup sederhana, prihatin dan ‘mandiri’. Kami juga diajari ‘usaha’ agar bisa  tahu menghargai ‘uang. Kami juga punya kios kecil, saat pagi ibu yang jaga dan  setelah pulang sekolah  kami anak-anak yang jaga. Saat SMP kami jalan kaki 7 km setiap hari.  Pulang sekolah harus belanja untuk kebutuhan kios. Bahkan kami seumuran SMP dikasih tanggungjawab jadi agen minyak tanah, setiap  belanja per tangki (12 drum).  Hingga pernah adik saya opname di rumah sakit  gara-gara nyedot minyak tanah karena batuk-batuk parah. Kami  tetap menikmati  pekerjaan itu. Tidak pernah kapok. Kesibukan itu kami nikmati dan tidak pernah mengganggu  sekolah kami. Kami tetap berusaha rajin belajar, terbukti saat SD Kami selalu  jadi juara di kelas.

 

Anak-anak Harus Berpendidikan.

Bahagia rasanya  bisa membanggakan orang tua. Benar kata  bijak dari  pak Iman Safii : “ Jika kamu tidak mampu menahan lelahnya  belajar, berarti kamu harus mampu menahan perihnya kebodohan”. Mau pintar ya belajar. Tidak ada orang yang pintar tanpa belajar. IQ satu % kerja keras yang 99%.  Punya IQ tinggi  tidak pernah belajar akan dikalahkan oleh orang yang  Iq-nya rendah tapi rajin belajar. Ibarat pisau tumpul kalau diasah terus akan  tajam.

Setelah lulus SMP  Orang tua bermimpi semua anaknya sekolah di Jogyakarta. Kota provinsi, kota pelajar yang jarak tempuhnya  bisa 40-an km. Kami harus kos. Betapa besarnya biaya untuk 4 orang. Orang tua menyewakan  rumah kontrakan sederhana di Pak Windi. Rumah itu kita sulap menjadi warung makan. Menunya  ala anak sekolah, nasi campur, soto dan bakso. Lokasi kontrakan itu di depan  tempat sekolahnya Edi (adik no-3) SMA De Britto. Tetangga bernama yu Tinuk dan mbak Sri yang jadi andalan tukang masak. Kami piket untuk  membantu menjaga saat  tidak kuliah atau pulang sekolah. Bapak dan ibu di kampung. Mereka bertugas mensuplai dana jika ada yang kurang. Kami berharap dari hasil warung bisa  membantu  biaya pendidikan.  Kami ber-4 yang fokus mengelola. Bersyukur akhirnya kami bisa menyelesaikan pendidikan SMA hingga lulus kuliah di Jogyakarta. Saya dan dik Rita (adik nomor 2) Almamater SMA Stella Duce. Adik laki-laki  Edi dan Rudi Almamater SMA De Britto da Gama.  Setelah kuliah saya di IKIP  Sanata Dharma, adik no 2 dan 3 Di UGM dan   bungsu Universitas Atmajaya. Doa bapak dan ibu terkabul, puji Tuhan.

 

Pesan Ibu untuk anak-anak

Dimanapun kita harus bisa membawa diri.  Ingatlah untuk terus rendah hari. Jangan lupa berdoa dan terus  bersyukur dengan apa yang ada. Jaga mulutmu agar tak menyakitkan  hati orang lain.  Jika kami punya  rumah  tak perlu pagar tinggi.  Bukalah terus pintu agar  sesamamu bisa selalu datang.  Harus punya rasa  iklas memberi dan rela berbagi. Biarkanlah orang mengatakan  apapun tentang kamu. Jangan  pernah mau menang sendiri. Mengalah bukan berarti kalah, mengalah itu indah. Jika perlu doakan dan maafkanlah jika ada orang yang menyakitimu. Bantulah orang-orang  yang sedang kesusahan semampumu. Tuhan  memberikan cuma-cuma maka berikan dengan cuma-cuma.  Trimakasih ibu,  nasehatmu akan  selalu kuingat, semoga  kami bisa menjalankan amanahmu.

 

Selamat Jalan Ibu

Ditinggalkan oleh orang yang paling kita sayangi  pasti  sedih. Apalagi  ibu kandung kita. Ini merupakan peristiwa Iman. Setiap orang pasti akan merasakan. Meski demikian akan ada pelajaran yang bisa kita ambil. Kita perlu butuh waktu untuk  menyembuhkan luka hati kita. Tetap sabar dan  tawakal.

 

Saat itu Ibu dalam keadaan sehat. Ibu punya penyakit asma, jadi  di rumah  sedia  nebulizer  lengkap dengan  tabung oksigennya ( asma itu baru sekitar setahun yang lalu). Sebagai orang tua ingin juga sesekali tinggal bersama anak kandung yang lain. Gayung bersambut. Beruntung ibu sudah 2 kali vaksin. Kebetulan 2 adik kandung saya sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta.  Dengan senang hati adikku (suami istri)  menjemput ibu ke kampung dengan mobilnya. Sekitar 10 jam sampailah di Jakarta. Terpatnya di Jalan Bali Raya no 20, Cipinang Melayu, Jakarta Timur.

Seminggu di jakarta,  tepat  tanggal 17 Agustus  adikku merayakan Ulang tahun Ibu.  Acaranya   sangat meriah. Ibupun  kelihatan sangat  berbahagia.  Waktupun berjalan, ibu terlihat krasan tinggal di Jakarta. Kami sering ber-video call, sekedar ber hello say.  Ibu  selalu rutin olah raga ringan mengikuti senam, mengikuti siraman rohani dan kegiatan-kegiatan yang lain di rumah adik. Setiap kegiatan ibu selalu diinfokan ke WA-group keluarga.

 

Tanggal 6 Oktober 2021 tiba-tiba ibu drop. Badannya  lemah lunglai tak berdaya.  Dibantu  degan alat pernapasan tapi tidak  ada perubahan. Tensi semakin lemah. Akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit St. Carolus. Ibu harus  dirawat inap supaya mendapat perawatan intensif.  Di rumah sakit  cek fungsi  ginjal, jantung dan paru. Ternyata kondisi jantung ibu  tidak stabil.  Kondisi badan juga semakin lemah. Beberapa hari ibu tidak ada perubahan.  Akhirnya ibu diberikan sakramen pengurapan orang sakit (minyak suci). Puji Tuhan setelah mendapat berkat pengurapan orang sakit  ada kemajuan. Kakinya yang bengkak jadi kempes dan pulih seperti sebelumnya. Semoga ini pertanda bagus.

 

Dua hari kemudian dr Devi menyampaikan info  tentang kondisi jantung dan ginjal ternyata bermasalah. Tim dokter yang jadi Kapten Dr Harjo jantung dengan data fungsi jantung 16% saja. Sekarang kondisi ginjal urgen rusak, dari dr Peny (ahli penyakit dalam) berencana melakukan tindakan cuci darah. Meski beresiko, terpaksa ditempuh. Semoga tindakan ini membawa hasil. Semoga mukjizat Tuhan juga terjadi pada ibu.

 

Berhubung  ibu semakin kritis mulai ada tindakan cuci darah pertama, sambil dipantau hasil urine creatinnya. Semoga semua berjalan baik. Sejauh ini ibu nyaman tidur...tapi, hari demi hari kondisi ibu semakin lemah . Kesedihan menyelimuti keluarga kami. Deraian air mata  mengisi  cerita setiap hari. Pendonor darah siap untuk mentranfusikan darah ke ibu. Tapi  badan sudah menolak. Ibuku muntah darah.

 

Di Ruang rawat ibu hanya boleh dijaga oleh satu orang saja. Adikku nomor 3 yang  terus menerus menjaga dan menemani ibu dengan doa. Kudaraskan doa kami untuk ibu dari NTT. Seluruh keluarga besar turut mendoakan. Ternyata Tuhan lebih sayang, Tuhan memanggilnya untuk Pulang. Di hari Sabtu, 16 Oktober  2021 pukul 02.20 WIB, Di usia 76 tahun. Tuhan sudah menyiapkan tempat terindah untuknya. Ibu meninggalkan kami semua. Kini penderitaan ibu di dunia sudah berakhir. Ibu telah mengakhiri pertandingan yang baik. Dia  telah mencapai garis akhir dan  telah memelihara Iman.

Selamat jalan Ibu  Caecilia Sutari .

Ibu yang terbaik. Jasamu kan kuingat Selalu. Doaku selalu menyertaimu.

Kami yang mengasihimu :#Anak : Ledwina Eti Wuryani, S.Pd,  Ir. Rita Eli Wuryandari, Ir. Laurentius  Edy Wuryanto, Albertus Rudy Wurdiyanto, ST. #Menantu :  Drs. Adi Christian Muhu, Ir.Wachid Hamidhi, Dra. Yunita Ekasari, Margaretha Rini Dwi Lestari, SE . #Cucu: Marcel A.N Hunga Meha, S.Ars, Dwi Ananto Tehu Manja, ST, dr. Devina Hapsari, dr.Yoga Wikandaru, Yasinta Maharani, Vincencia Laura Padmanaba, Marcelline Calya padmarini,B. Evan Aji Prasetyo

Kitapun pasti akan menghadapNya. Cuma kapan tak tahu Tuhan memanggil. Hidup ini sangat singkat tak perlu berlarut-larut  bersedih. Kami Iklas, kami meyakini ibu sudah tenang diperistirahatan yang terakhir. Bapak juga sudah meninggal duluan di bulan September 2009.  Kiranya mereka sudah berbahagia bersamanya di Sorga.

 

 

Salam ...Saya,  Ledwina Eti Wuryani, S.Pd, Asli Magelang Jawa Tengah  yang tinggal di NTT sudah 21 tahun.  Seorang ibu 2 putra,  sekaligus  guru  Matematika  di SMA Negeri 2 Waingapu Sumba Timur, NTT. Penulis suka menulis di media masa, majalah dan buku. Sudah 40-an buku solo dan antologi  ber-ISBN yang sudah terbit. Tanggal 15 Desember 2021 baru-baru ini penulis menerima tanda penghormatan Satya Lencana Karya Satya 30 tahun dari Presiden Joko Widodo. Penulis bisa dihubungi di ledwinaetiwuryai@gmail.com , ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan You tube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com  HP WA 085 230 708 285 alamat rumah Jl. Trikora no: 11 RT/RW  010/003 Waingapu, Sumba Timur NTT.  Quotes :  Sebuah kebanggaan Jika  hidup bisa bermanfaat bagi sesama.

 

 

 

 

Selasa, 28 Desember 2021

AKU HARUS MENINGGALKAN CINTA SEJATIKU

 


Oleh: Ledwina Eti Wuryani

 

 

Panggil  saja aku  Lia.  Lulus  kuliah tahun 1989 jurusan pendidikan Matematika. Sebagai  mahasiswi ikatan dinas harus  iklas dan mau ditempatkan dimana saja, sekalipun di daerah konflik. Setelah mendapatkan SK saya berangkat menuju tempat tugas, yaitu Timor Timur.    SK-ku  di kota kecil di  kabupaten  paling ujung, Yaitu  Maliana Bobonaro.

Sebuah pengalaman baru,  pertama kali naik pesawat terbang dari Denpasar-Kupang. Dari Kupang- Maliana perjalanan darat.  Saat itu musim hujan. Medannya sangat berat.  Dikanan kiri tebing terjal bahkan jurang yang curam.  Jalan licin, aspal sudah rusak dan batu sudah terlepas. Jika  bukan sopir yang  lihai  entah apa yang terjadi.  Bus harus melewati 2 buah sungai besar,  Nunura dan Luis.  Saat  sungai banjir, bus harus berhenti  dan menunggu air turun. Para penumpangpun  menunggu dengan setia hingga  air sungi itu surut.  Kira-kira 3-4 jam setelah  surut  bis surikmas mulai action untuk  menyeberang.  Betapa mengerikan saat itu. Bus terombang-ambing pengaruh derasnya air dan bebatuan. Benar,  perjuangan  antara hidup dan mati saat menyeberang.  Walau hati terus  was was dan  rasa takut  mendera, tapi harus tetap berusaha  tegar dan semangat untuk  terus melanjutkan  perjalanan.

Perjalanan  memakan waktu  setengah hari  penuh, dari pagi hingga petang. Sampailah di kota kecil itu. Suasana masih sunyi senyap.  Penduduknyapun masih langka.  Beruntung  aku lihat di terminal itu ada warung jawa. Betapa bahagianya rasa hati di dada.  Tak menunggu lama  aku bergegas  menuju ke warung itu.  Aku memperkenalkan diri sebagai  seorang pendatang  baru.  Betapa laparnya saat itu, aku makan dengan lahapnya sambil bercerita.  Ibu Siti, nama yang pemilik warung ,  baik  dan ramah sekali orangnya. Selesai makan dia menyuruh anak buahnya  mengantarku ke SMA tempat aku ditugaskan.

Hari pertama aku  lapor diri. Saat apel pagi aku memperkenalkan kepada seluruh  teman-teman guru dan siswa.  Teman  guru berasal dari pelosok negeri,  sumatra, sulawesi, kalimanata,flores dan  dari tempat lain. Ada satu orang  yang rasanya perhatian sekali padaku.  Aku dibuatnya salah  tingkah. Kesan pertama menatapku penuh makna. Karena tatapannya yang dalam membuatku melayang. Aku jadi kepikiran  padanya. Ohhh… betapa pikiranku terganggu karenanya. Hari demi hari kulalui.  Pak Donisius  nama orang itu. Dia selalu mencuri pandang. Aku  pura-pura  cuek saja, walau hati ini selalu deg-degan kalau ketemu dia. Entahlah. Ya Tuhan…. aku bingung. Aku sudah tunangan saat aku akan  pergi ke Timtim.

Saat itu belum ada HP. Hanya surat, itupun  jika bersurat nunggu balasan hingga berbulan-bulan baru sampai.  Mengingat medan dan  tempat tugasku  termasuk daerah pedalaman. Selain itu juga masih merupakan daerah rawan konflik antara  Indonesia dan pro kemerdekaan. Terbukti masih banyak tentara yang selalu memantau  dan berseliweran setiap harinya.

Pada suatu hari… hari itu adalah hari minggu. Biasa  aku sendirian pergi ke gereja.  Saat aku siap berangkat, tiba-tiba Pak Doni sudah menungguku di depan rumah dinas tempat tinggalku. Mau bagaimana lagi…yah akhirnya aku berjalan bersama-sama.  Antara  kikuk, kaku, deg degan campur baur rasa hati ini. Gerejaku  berada di atas tebing yang lumayan tinggi. Jalan pengerasan yang agak terjal. Selama kami  jalan  tak ada sepatah katapun.  Dada sesak, ngos-ngosan karena mendaki  tebing. Tak  sengaja… aooww!!aku tergelincir… aduh!! Mati aku!!.  Seperti  ada disinetron saja.  Dia menangkapku, pengaruh berat badanku dan refleks dia ikut tergelicir.  Kami  bisa terguling sama-sama.  Ya ampuun…. antara  malu, bengong… kami nyengir sama-sama. Jatuh memang tak terlalu sakit, tapi  kalau terlihat banyak orang?!! , malu berat deh rasanya. Hati terasa gerah. Antara menahan sedikit rasa sakit aku pelan-pelan bangun kukebas bajuku!! Baju jadi kotor terkena lumpur dan embunnya rumput.  Batal deh  aku  ke gereja…   kami  turun pelan-pelan… pulang ke rumah.  Tuhan  maafkan kami… saya tak jadi ikut Misa.

Sial benar hari itu!.  Sampai di rumah aku langsung masuk dan tanpa basa basi hanya bilang “aku lanjut ya”, katanya.  Dia juga langsung pulang ke rumahnya. Aku tak berani suruh dia mampir karena aku tinggal di mes guru bersama  pak dan bu Rubi, kepala SMP N 1 Maliana.

Hari terus berjalan, hati ini  serasa tak kuat menahan gejolak hati. Benar, perempuan  hanya bisa merindu saja. Hati tak bisa  bohong, ada getaran cinta yang tak bisa dipungkiri. Tidur tak nyenyak, duduk gelisah. Bayangan wajahnya  tak pernah bisa  kulupakan.. chieee… Suatu hari…. Saat para siswa sudah pulang  aku duduk di ruang guru. Aku masih koreksi ulangan siswak kelas II IPS 2.  Pak Doni datang mendekatiku. Dengan sopan dia menyapaku”  Selamat siang,   ibu guru sedang apa?”

Dengan berusaha tenang aku menjawab” sementara koreksi pak”

Rajin sekali…” pujinya.

Aku hanya  senyum-senyum saja. “Boleh aku ngomong  sesuatu?”  tanyanya.

“Tanya apa pak?”, jawabku. Suasana  hening……serasa  berada di kuburan.

“ hmmmm….”,  terlihat dia takut-takut mau omong.  Aku pura-pura cuek dan  terus memeriksa jawaban  siswa.

“ ehmm… apakah  ibu Lia sudah ada  calon? “, tanyanya padaku. Sejak saya ketemu ibu,  hari-hariku terasa indah, … jujur  ibu, maaf aku mengagumi ibu sejak pertama kali bertemu. “Aku terasa melayang jika ibu disampingku”, katanya lugu. “Aku sering membayangkan ibu saat aku tidur”, lanjutnya tanpa malu-malu. Terasa terbang di atas awan atas sanjungannya.  Aku berusaha tenang dan menjawab “sudah!”. Terlihat dia kecewa berat.

 

Jujur… saya sendiri dilema. Di saat seperti ini saya sebenarnya membutuhkan sosok yang bisa melindungi. Di daerah itu hanya saya  guru  satu-satunya yang perempuan.  Semuanya laki-laki. Saya  adalah orang yang paling berani, nekat menerima tawaran untuk mengajar di daerah konflik itu. Yah!, namanya saja tugas negara, saya harus  profesional. Surat dari kampung tak pernah muncul. Tunangankupun tak bersurat padaku. Dua kali Surat kulayangkan  untuknya tak  dibalasnya. Antara  kesal dan jengkel berpadu menjadi satu.

 

Hati jadi terpecah dan mendua. Perasaan terus berkecamuk.  Bahkan cinta lama jadi nyaris hilang tak tersisa. Boro-boro yang disana perhatian, suratku saja tak dibalas!. Ya Tuhan…. Sungguh aku dilema. Saya sadar, saya berwajah pas-pasan,  penampilan mugkin tak menarik. Tapi ada saja  pak guru ganteng yang mengagumiku….ohh!!!.  Dengan begitu kadang aku merasa minder dengan pribadiku, tapi  aku terus  bersyukur untuk  anugerah yang Tuhan berikan. Aku  bisa kuliah  hingga selesai. Kini aku bisa jadi PNS. Tentunya hidupku tak lagi merepotkan orang tuaku lagi.

 

Hari terus berganti, …  suasana hati selalu dibuat  gelisah, bayangan pak Doni  tak pernah sirna dari pelupuk mataku. Walaupun banyak sekali  cowok yang terang-terangan  menyatakan cinta padaku, hanya  pak Doni yang ada cemistri dihatiku. Di kota kecil itu minim perempuan. Ada sih  putri di daerah itu, yang berkulit hitam dan berambut kariting… dan untuk perempuan yang lulus ‘kuliah’  kan belum ada.  Ada dokter kepala rumah sakit yang masih bujang. Ada kepala statistik,  banyak dokter muda, kepala bank yang menaruh hati padaku….  Paha sapi saja dibilang cantik, apa lagi  saya,  haha… GR nih,  hup!! Maaf.  Sangat  tidak  baik memuji diri.  Tuhan akan marah besar. Boleh ndak aku main  ke mes!!, itu yang selalu kudengar dari mereka para cowok. Beruntung aku tinggal bersama Bapak kepala sekolah, jadi  aku merasa ada alasan jika aku menolak mereka datang. Tapi jangan tanya, ada juga beberapa orang yang cari perhatian hingga memberikan hadiah-hadiah.  Itu yang membuat serba salah.

 

Berdosakah jika aku menerima cintanya???? Tuhan seolah selalu saja mempertemukan aku dengan Pak Doni. Bisa saja!, tanggal lahir  dan bulan kami bersamaan. Beda 2 tahun, dia lebih kakak. Prajabatan  sama-sama. Suatu saat ada bimtek mata pelajaran, terjadwal  sama di provinsi. Menjadi Tutor PGSD di tempat yang sama. Saya jurusan matematika, dia jurusan bahasa Inggris. Karena  kekurangan jam mengajar  akhirnya bapak kepsek memberi tambahan jam  mengajar ‘seni’. Sama-sama lagi.  Melatih Mudika koor di gereja juga sama-sama. Benar-benar  setiap kegiatan  selalu  punya bakat yang sama. aneh!!. Sunggh aneh  bin ajaib. luar biasa!!!! Apakah Tuhan  yang selalu mempertemukan aku dan dia?? Bisakah  kami berjodoh??  Tapi bagaimana dengan dia yang di Jawa??

 

Saya ingin  berusaha menghindar, Aku jadi tersiksa sekali. Cintaku jauh melebihi cinta dengan tunanganku. Tunanganku orangnya tak romantis. Dia kaku, kadang kasar dan mau menang sendiri. Egois dan pelitnya minta ampun. Ahh!!, aku  ngelantur jadinya.

 

 Ini yang namanya  ‘tresno mergo kulino”. Cinta  itu tumbuh karena terbiasa bertemu. Saling curhat, merasa nyaman dan akhirnya  jatuh dalam pelukan. Aku nyaman, damai dan  bahagia bersama pak Doni itu. Semua rinduku terobati. Semua kerjaku selalu dibantu. Dia sering membawakan hadiah atau makanan  untukku.  Kesedihanku juga serasa  selalu dihiburnya. 

 

Kekuatan cinta memang luar biasa. LDR membuat aku tersiksa, tapi aku tidak berdaya. Saat tunangan disaksikan banyak orang. Keluarga besar calonku sudah tahu. Orang tua  sudah merestuinya, walau  sebenarnya  ada  anak gadis lain dari  keluarga yang  disiapkan untuk jadi istrinya.

 

Akhirnya… diam-diam aku minta dimutasikan karena aku akan menikah dengan kak Nico yang di Jawa. Beruntung kepala sekolah menyetujui. Tak menunggu lama SK pindahku terbit. Aku dipindahkan ke SMA Negeri 3  di kota provinsi. Saat yang paling menyedihkan disaat perpisahan. Saat itu aku tak berani memberi tahu dia. Saat ke sekolah dia datang.  Dia  tak pernah membayangkan ada perpisahan  itu untukku. Dadaku sesak. Jantungku berdegup kencang.  Aku tak tahan menahan tangis. Oh Tuhan…. Jahatnya aku!! Maafkan aku. Aku bingung.  Aku benar-benar dilema. Aku  harus ‘kehilangan’ cinta sejatiku.

 

Esoknya aku  ke terminal tujuan  Kupang. Jarak tempuh  sangat  jauh.   Perjalanan bisa memakan waktu seharian. Semalam aku tak bisa tidur. Pikiranku hanya pada pak Doni seorang yang harus kulepaskan dari ingatanku. Aku berdiri di terminal sendirian. Tak  lama bus yang kutunggu akhirnya muncul.  Aku segera naik bus itu. Hati terasa sesak. Tangiskupun tak bisa kutahan. Suara tip lagu di bus memekakkan telinga. Lagu cinta yang membuatka hatiku tambah  sengsara dan menderita. Bus terus… terus berjalan menyusuri  tebing  dan lembah nan curam. Ada juga  jalan  leter S yang membuat perutku mual mau muntah. Mungkin karena terbiasa para penumpangpun banyak yang bisa tidur sono. Hanya aku yang  tak bisa tidar karena hati penuh dengan kegelisahan. Dalam kegalauan dan kuduga,… tiba-tiba pak Doni muncul di depanku. Dia minta  pada orang yang duduk disebelahku bertukar tempat.

 

Dipeluknya erat diriku. Didekaplah kencang tubuhku.. “Kenapa Ibu guru tak pernah memberitahukan kalau mau pulang?” katanya setengah berbisik. Aku tak kuasa melepaskan pelukannya. Aku tak kuasa menahan tangisku. Sungguh sesak hatiku. Jujur, aku sedih sebenarnya berpisah dengannya. Dalam dirinya aku menemukan banyak hal. Dia adalah malaikatku. Cintanya tak bertepuk sebelah tangan. Kondisi yang tak memungkinkan. Ampun!.

 

Waktu terasa begitu singkat bersamanya…. Sampailah kami di Bandara Kupang. Kupegang tangannya dengan  erat , aku pamit. Kurebahkan kepalaku kedadanya yang bidang. Sungguh damai  hati ini jika bersamanya. Kulepaskan  genggaman tangannya.  Dengan langkah gontai aku menuju ruang tunggu aku berlari menuju gate 4.  Pandanganku hampa, ingin rasanya aku batal  pulang. Sedih  hati ini berpisah dengannya. Airmata deras terus mengalir dipipiku.

 

Perhatian !! perhatian!!  Penumpang Denpasar untuk segera menuju ke pesawat nomor penerbangan  GT 6010. Akupun berlari menuju pesawat bersama penumpang yang lain.  Selama di pesawat benar-benar  ada rasa sedih  yang amat sangat. 1 jam 20 menit  pesawat sampai di Denpasar Bali. Dengan naik bus malam,  semalam suntuk  pikiranku tak  pernah lepas memikirkan pak Doni.

Seminngu  sudah aku di rumah. Keluarga besarku sudah  mempersiapkan pernikahaku dengan kak  Nico tunanganku. Hatiku  kosong dingin, apa boleh buat. Hari ‘H’ dipelaminanpun  pikiranku  bukan untuk lelaki yang disampingku. Oh Tuhan, Semoga semuanya akan  baik-baik saja, batinku.

 

Waktu terus berjalan. Kini aku tidak sendiri lagi. Aku sudah jadi seorang  istri. Tiga tahun setelah menikah  baru lahir anakku yang pertama. Kuberi dia nama Yance. Aku berusaha untuk menjadi istri yang baik.  Berusaha setia dalam suka maupun  duka.

 

Selesai Nikah kami bersama dengan suami ke Tim Tim, Dia ikut Tes  PNS dan Lulus. Timor Timur adalah daerah konflik. Situasi Dili semakin panas. Pertikaian terjadi dimana-mana. Mulai asa pembakaran dan pembantaian. Kami para pendatang  mulai was was. Terakhir diadakan jajak pendapat ternyata Pro Integrasi  ‘kalah’.  Berartinya  semua kita orang Indonesis harus ‘pulang’ ke daerah asalnya. Demi menyelamatkan nyawa semua ‘harta benda ‘kami tinggal semuanya. Kami lari mengungsi hanya dengan  baju dibadan. Kami  menghibur diri, harta bisa dicari.   

 

Biarlah rumah seisinya, mobil dan  motorku kutinggalkan. Pakailah anak tanah,  jangan hartaku ikut di bakar. Kunci rumah sudah kami masukkan di masing-masing pintul !.  Aku rela. Aku iklas. Selamat menempati rumahku. Silahkan pakai mobil dan  motorku. Aku pergi  dan tak akan kembali lagi ke Timtin. Aku akan pulang ke tanah asalku,. Tanah Indonesia yang damai dan tenang.

 

 

ROFIL PENULIS

Salam ...nama penulis  Ledwina Eti Wuryani, S.Pd, Asli Magelang Jawa Tengah, jadi guru di Timor Timur 10 Tahun dan di NTT sejak 21 tahun yang lalu.  Seorang ibu 2 putra, Marcel dan Anto. Penulis adalah ibu rumah tangga  sekaligus  guru  di SMA Negeri 2 Waingapu. Penulis alumni SDK Kamal Pagersari, SMPK Muntilan, SMAK Stella Duce Yogyakarta dan IKIP Sanata Dharma Jogyakarta. Beberapa tulisannya dimuat di Media masa, Majalah dan buku. Sudah lebih  30 buku solo dan antologi  ber-ISBN yang sudah terbit. Penulis juga dipercaya jadi editor, kurator  dan penyunting buku. Penulis bisa dihubungi di ledwinaetiwuryai@gmail.com , ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan You tube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com  HP WA 085 230 708 285 alamat rumah Jl. Trikora no: 11 RT/RW  010/003, kel. Hambala, Kec. Kota Waingapu, kab. Sumba Timur NTT.  PO Box. 87112. Quotes :  Sebuah kebanggaan Jika  hidup bisa bermanfaat dan menginspirasi  sesama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kamis, 23 Desember 2021

AYAH MOTIVATOR HIDUPKU

 

 

  

Oleh : Ledwina Eti

 

Jalani hidup ini dengan  hati penuh ucapan syukur, hadapi dengan senyuman maka kamu akan merasakan anugerah kehidupan yang luar biasa.

 

Saya adalah anak pertama dari empat bersaudara. Nenek bilang aku adalah anak percobaan. Hehe… jadi dengan begitu saya belum  sempurna katanya. Nenek hanya omong lepas dan bergurau, tapi saya selalu   ingat. Akhirnya saya jadi orang yang tidak percaya diri. Tapi bapak sayang pada kami semua dan  tak pernah membedakan setiap anaknya.

Sejak masih kecil saya pribadi  mengagumi figur profesi  bapak sebagai seorang guru. Sejak tahun 1963 – 1990 bapak mengajar di SPG Van-lith. Nama itu untuk mengabadikan pendiri lembaga SPG itu. Sekolah ber-asrama. Muridnya dari seluruh pelosok Indonesia. Sekolahnya megah-mewah peninggalan Belanda. Bahkan kepala sekolah pertama adalah Pastor orang Belanda. Muridnya  sopan, ramah dan begitu menghormati guru. SPG kependekan dari Sekolah guru bawah. Tentunya di sekolah itu diajarkan tentang pembelajaran pedagogik, ilmu keguruan.  Sebelum saya masuk SD saya sering diajak bapak ke sekolah. Saya disayang-sayang oleh muridnya bapak. Diajari menulis, menyanyi, diberi hadiah, dikasih makanan. Yah, layaknya aku dianggap  seorang murid TK/pra-sekolah yang setia, …wkwk.  Begitu kali ya. Ya pokoknya terkesan deh  saat itu.

Bapak pergi mengajar dengan naik motor L2S butut. Tapi bapak bangga. Pengalaman naik motor  itu  tak  pernah saya lupakan.  Setiap tanggal gajian pasti kami, sekeluarga diajak makan sate, gule tongseng daging kambing bu Mirah di depan terminal Muntilan. Makanan favorit keluarga kami.   Motor satu dinaiki 5 org, wow!!.  Seru!! Coba sudah ada foto seperti sekarang ini pasti saya dokumentasikan. Itu rutin bapak lakukan setiap bulan habis gajian. Betapa senangnya, betapa merindukannya kebersamaan seperti saat itu.

Bapak sejak muda memimpikan  semua anaknya sekolah  di Jogya.  Walaupun bapak tahu dan sadar bapak hanya guru dan saat itu gaji guru sangat kecil. Bapak berprinsip:  Biarlah  hidup prihatin, sederhana dan pinggang diikat kencang yang penting semua anaknya bisa sarjana. Jika sudah punya ijasah sarjana artinya sudah punya SIM untuk bekerja. Bisa untuk modal  hidup lebih layak nantinya. Hidup lebih baik dari orang tuanya. Dan yang jelas kelak  tak akan  menuntut dan berebut warisan setelah orang tua sudah meninggal dunia.

      Benar saja, semua kami anaknya lulusan Jogya, dari SMA sampai  kuliah. SMA Stella Duce, SMA De Britto dan SMA Gama. Kuliah:  Dua orang di UGM, 1 Sanata Dharma dan 1 Atma Jaya. Akhirnya semua kita, mantu dan  cucu juga almamater ‘Ngayojokarto Hadiningrat’.  Dua orang kuliah UGM, 3 orang di Atmajaya, anak mantu 1 UPN, 2 Sanata Dharma. Biar kami sudah  terpencar  di NTT  dan Jakarta  semua kuliah di Jogya. Ibu dan bapak yang sudah ‘sepuh’ (tua) jadi senang semua  cucunya kumpul dalam menimba ilmu.

Keluarga besar Bapak mengambil jurusan teknik sipil, arsitek, dokter, ekonomi dan komunikasi.  Hanya saya yang  jurusan kependidikan, yang berprofesi guru seperti bapak. Saat itu  guru adalah  profesi yang sering dihindari karena ‘kesederhanaannya’. Orang  melihat dengan sebelah mata. Teringat Figur pak ‘Umar Bakri’.  Seorang guru yang naik motor  butut dan dengan mencari penghasilkan  tambahan dengan mengojek.

Bapak adalah guru di SPG Van-lith Muntilan sejak pengangkatan pertama tahun 1963. Tahun 1990 SPG ( Sekolah Pendidikan Guru)  ditutup diganti dengan SMA ( Sekolah Menengah Atas). Saat itu ketiga adikku masih kuliah. Jelas gaji tak cukup karena  ibu hanyalah seorang petani biasa yang mengelola sawah warisan dari mbah Kakung. Adik-adik saya  bisa saja  terancam DO gara-gara  uang kuliah tak bisa terbayarkan.

Rejeki memang tak salah alamat. Teman Bapak  waktu masih  sekolah di SGA (Sekolah Guru Atas) di Jogya bernama Bapak  Drs. Margono , M.Si. Beliau Pejabat di Dikmenum ( Pendidikan Menengah Umum) di Dinas Pendidikan RI. Beliau menawarkan bapak untuk  menjadi kepala sekolah di Timor Timur. Provinsi Indonesia yang terakhir. Saat itu Tim Tim masih membutuhkan Kepala sekolah dan guru. Saat yang sama, saya lulus kuliah . Bapak mengajukan  permohonan untuk saya ditempatkan di Tim Tim Juga. Benar saja, akhirnya saya diberi SK  di SMA Negeri Maliana Bobonaro Timor Timor. Bapak sebagai ‘kepala sekolah’ dan saya sebagai ‘guru bisa’.  

Selama tiga tahun kami bertugas di Maliana,  Bapa dimutasi di SMA Negeri 1  dan saya dimutasi di SMA Negeri 3 Dili, Timor Timur. Banyak cerita, sedikit suka dan banyak duka selama  mengajar di Tim Tim. Saat itu Dili adalah daerah konflik. Daerah belum aman, tentara Indonesia masih terus berjaga setiap saat. Pemberontakan-pemberontakan kecil sering terjadi hanya karena masalah kecil atau kesalahpahaman. Sebagai pendatang seperti dibuat kurang tenang dan tak nyaman menjalani kehidupan. Sering anak siswa  buat ulah. Mereka  kadang tidak menghargai guru. Gurupun kadang jadi sasaran kenakalan mereka.  Perkelaian sering terjadi antar  murid. Situasi dan kondisi membuat  hati selalu was was. Situasi sering membuat  tegang dan takut.  Tapi….namanya ‘abdi negara’  harus tetap setia dengan tugas dan tanggung jawabnya. Hidup bersama bapak serasa bahagia walau kadang terpaksa.  Senyum meringis menghadapi suasana yang sering genting. Ibu tidak bersama kami di Dili karena itu  menjaga adik-adik  yang masih sekolah dan kuliah sambil terus menggarap sawah.

Suamiku namanya Adi Ch. Muhu, orang NTT. Kuliah se-almamater, cuma jurusan berbeda. Dia mengambil jurusan PDU ( pendidikan dunia usaha). Setelah nikah dia  tes PNS di Timor Timur dan Lulus. Lengkaplah kami bertiga mengabdi di daerah konflik itu. Berjuang sebagai abdi negara. Tulus dan iklas  untuk turut serta mencerdaskan anak bangsa. Hingga titik darah penghabisan karena akhirnya Timor Timur lepas dari Indonesia.

Benar. Tepatnya bulan September tahun 1999 Tim-tim jajak pendapat. Di Luar dugaan Pro Integrasi/ pro Indonesia  kalah. Para guru, pegawai dan warga Indonesia berarti harus ‘pulang’ ke tanah asalnya. Bapakku, Heribertus Sudayat saat itu sedang urus MPP ( Masa Persiapan Pensiun Di Jakarta). Rumah di Perumahan USINDO Comoro, rumah kos 12 kamar,  di rumah tinggal di Becora. Semuanya  kutinggalkan  beserta isinya. Kami lari menyelamatkan diri. Kami pergi mengungsi. Saat itu Dili jadi lautan api. Harta benda nanti bisa dicari, yang penting lari, daripada mati! Saya  mengungsi saya terpisah dengan suami. Kuselamatkan surat-surat penting. Ada juga kami mobil taxi,  karena tak bisa nyupir ya tinggalkan saja biar  orang yang pakai, hitung-hitung amal. Pergi hanya dengan baju secukupnya yang bisa ditenteng saat mengungsi. Beruntung saat itu bapak  sudah di jawa karena mengurus purna bakti, bapak jadi tidak merasakan piruk pikuknya paska jajak pendapat. Tidak ikut berlari menyelamatkan diri. Tidak merasakan suasana pembakaran, pemberotakan yang mencekam dan  memakan korban ratusan orang. Semua warga sipil  berlarian terbirit-birit cari tumpangan otto, kapal, truk, fuso ( mobil tentara) untuk keluar dari Tim Tim.

Kami minta dimutasi di Waingapu, Sumba Timur tempat lahirnya suami. Ke- NTT tak ada container. Jadi kami hidup mulai dari ‘nol’ lagi. Beruntung masih ada surat-surat penting sebagai modal kehidupan selanjutnya. Masih bersyukur Tuhan masih memberikan nafas dan kehidupan. Masih diselamatkan. Masih bisa melarikan diri ke zona aman. Terus bersyukur untuk cinta dan berat Tuhan. Semuanya pasti akan baik-baik saja. Biarlah itu menjadi kenangan dan sejarah hidup. Maka  kugoreskan disini dengan tinta emasku, untuk kenangan anak, cucu, cicit, cecet…… semoga kelak masih mengingat  bahwa neneknya adalah bekas korban konflik bencana.

Sejak Timtim merdeka, kami semua pulang ke Indonesia. Bapak menikmati pensiun bersama ibu di Muntilan, Jawa tengah. Saya bersama Suami di Waingapu NTT. Semua adikku terhitung sudah mapan. Syukurlah. Mereka  tinggal di Jakarta dengan kehidupannya sendiri-sendiri.  Waktu terus berjalan. Kehidupanpun  jadi berbeda.  Semua berubah  sesuai dengan  Orang jawa punya  falsafah hidup “kumpul ra kumpul, sing penting iso mangan’ artinya biar kita tidak  berkumpul dalam satu rumah besar, tapi masing-masing bisa makan. Mereka punya rejeki dengan cara yang berbeda. Tak perlu saling  mengharapkan orang lain. Selalu bisa  mandiri dan tak perlu saling merepotkan satu sama lain.

Pada Suatu hari  ibu sedang  pergi  kondangan (acara pernikahan) keluarga. Bapak di rumah sendiri. Pada suatu hari dibulan maret 2007. Bapak sementara  menonton televisi.  Tiba-tiba   gebyok rumah terlepas dari kunci kaitnya. Bruakkk!!! Terdengar bunyi sangat keras tentunya. Saking kerasnya hingga tetangga semua berdatangan.  (gebyok : Dinding papan  jati  ukuran 3 x 6 m2).  Tepat mengenai bapak yang sementara asyik menonton TV. Bapak kejatuhan benda super berat itu. Posisi ibu  tidak ada di rumah. Kejadian yang mengerikan membuat panik semua. Akhirnya bapak dilarikan ke rumah sakit. Ibu tahu setelah pulang dari kondangan.  Bapak koma, tak sadarkan diri selama 4 hari.  Sejak kejadian itu bapak  pikiran terganggu. Mungkin karena  benturan yang terlalu  keras di kepala, bapak gegar otak. Sedih dan pilu kami mendengarkan kabar itu.  Pikiran bapak  terganggu. Setiap hari bapak hanya diam sampai bapak meninggal di bulan september 2009.

 Selamat jalan bapak,  Ibu dan anak-anak sangat mencintai bapak. Kenangan bersamamu tak kan pernah lupa hingga putus nafasku. Jasamu  terukir  indah dihatiku. Nasehatmu akan kuingat selalu.  Semua  dilaksanakan dengan sepenuh hatiku.  Kami terus berdoa untuk bapak semoga bapak  sudah tenang di Sorga. Kini kita sidah mendiri. Kita siap menghadapi setiap tantangan hidup yang ada. Sebuah permata tidak akan dapat dipoles tanpa gesekan, demikian juga seseorang, Dia  tidak akan  menjadi  sukses tanpa tantangan dan perjuangan. Tetaplah semangat menjalani kehidupan, Tuhan selalu menyertai. Teruslah berkarya , semoga bisa bermanfaat bagi sesama.

 

Waingapu, 21 Desember 2021, 14.23

 

 

 

Salam ...Nama penulis  Ledwina Eti Wuryani, S.Pd, Asli Magelang Jawa Tengah, jadi guru di Timor Timur 10 Tahun dan di NTT sejak 21 tahun yang lalu.  Seorang ibu 2 putra, Marcel dan Anto. Penulis adalah ibu rumah tangga  sekaligus  guru  Matematika  di SMA Negeri 2 Waingapu Sumba Timur. Penulis alumni SDK Kamal Pagersari, SMPK Muntilan, SMAK Stella Duce Yogyakarta dan IKIP Sanata Dharma Jogyakarta. Beberapa tulisannya dimuat di Media masa, Majalah dan buku. Sudah lebih  30 buku solo dan antologi  ber-ISBN yang sudah terbit. Penulis juga dipercaya jadi editor  dan penyunting buku di MBI ( Menulis Buku Inspirasi) NTT yang diprakarsai oleh penulis best seller Bunda Dra Lilis Herpianti Sutikno, SH, Mengisi Endors di beberapa buku dan menjadi kurator buku  dibawah naungan bunda Dra. Sri Sugiastuti, M.Pd, (pegiat literasi Nasional, Narsum nasional, Motivator, penulis dan beberapa jabatan penting termasuk mantan kepala sekolah SMK). Penulis bisa dihubungi di ledwinaetiwuryai@gmail.com , ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan You tube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com  HP WA 085 230 708 285 alamat rumah Jl. Trikora no: 11 RT/RW  010/003, kel. Hambala, Kec. Kota Waingapu, kab. Sumba Timur NTT.  PO Box. 87112. Quotes :  Sebuah kebanggaan Jika  hidup bisa bermanfaat dan menginspirasi  sesama.

 

 

Menulis untuk Menyiapkan Generasi Literasi Masa Depan

   RUANGMENULIS    4 SEPTEMBER 2022  3 MIN READ   Oleh: Eli Halimah “ The youth today are the leader tomorrow” Ungkapan di atas artinya, “Pe...