Selasa, 25 Januari 2022

 

TERNYATA………..

Oleh : Ledwina Eti Wuryani

 

Pak Doni Akhir-akhir ini  terlihat  ceria. Dia begitu bahagia. Ada yang mencurigakan saat kulihat. Jangan-jangn dia sedang  terkena panah asmara. Sebagai teman dekat aku sengaja datang ke kosnya.  Penasaran, ingin tahu. Biasa sih,  curhat-curhatan  hingga sampai topik yang aku ‘kepo’.

Ternyata benar dia sedang jatuh cinta. Nona yang beruntung itu asli kebumen. Kenalannya lewat fb. Pak Doni sudah tua, tak terasa  umur sudah 43 tahun. Nona  idaman  pak Doni itu namanya Sarah. Umur sarah sudah 34 tahun. Cucok deh. Mengingat  sudah merasa cocok dari berbagai hal akhirnya hatipun semakin menyatu. Tak menunggu lama akhirnya mereka sepakat menikah.

Pak Doni seorang ASN golongan III/d sudah punya  rumah pula. Nona Sarah adalah  seorang guru SD. Dia  masih PTT alias pegawai tidak tetap.  Persiapan pernikahan sudah kelar. Hari ‘H’ sudah ditentukan. Segala  sesuatunya untuk menyambut hari bahagia itu  sudah beres. Cuti nikah sudah dilayangkan dan sudah disetujui oleh bapak kepala sekolah. Kini Sampailah di hari bahagia itu.  Bunyi musik  lantunan syahdu berkumandang mengiringi sang mempelai. Saatnya  dipertemukan antara  pengantin laki-laki dan  pengantin wanita. Masing-masing  didampingi  oleh keluarganya. Tibalah Sang mempelai  membuka kain  transparan penutup muka calon istrinya.  Dengan hati deg degan. Gugup. Bahagia bercampur menjadi satu. Betapa kagetnya  pak Doni, ternyata sang mempelai bukanlah gadis pujaannya. Dia adalah  kakak kandung dari mbak Sarah. Namanya Sarti.  Orangnya  sedikit lebih gemuk.  Parasnya memang agak mirip.  Lalu !!!   bagaimana ini. O alllaaahh, seru suara hati pak Doni. Nasi sudah menjadi bubur.  Seluruh  tamu  sudah menjadi saksi. Terpaksa pak Doni menerima dengan iklas mbak Sarti sebagai istri. Selamat Menempuh hidup baru pak Doni, semoga bahagia. Semoga menjadi keluarga  yang Sakinah Mawardah dan Waroohmah.

 

 

 

ANAK SEKOLAH

Oleh : Ledwina Eti Wuryani

 

Jumat sore kira-kira jam 20.00 saya dan teman janjian menjemput tamu dari Kupang. Ibu Diana dan bu Sofia. Mereka ada tugas dari provinsi untuk Monev di beberapa sekolah. Karena sama-sama orang jawa maka saya kenal baik dengan mereka. Setiap  ada kegiatan saya selalu punya tugas untuk menjemput dan mengantar mereka.

Saat itu pak Kepala SMK 1 telpon saya supaya mengajak tamu ke MMX km 9. Tempat karaoke dan sekalian untuk makan malam. Asyik. Akhir saya jemput kedua ibu itu. Sampai di CafĂ© ternyata para kepala sekolah sudah  menunggu. Sambil bernyanyi-nyanyi dan makan ikan bakar kami menikmati acara itu.

Saking asyiknya tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WITA. Adduhh!!, mati aku. Saya  ijin pamit duluan bersama bu Diana dan bu Sofi. Kustater mobilku, dag dig dug suara jantungku. Sebenarnya aku ini penakut. Di depan para ibu pura-pura aku pemberani. Malam itu suasana sepi sekali. Tambah merinding karena memang di seberang kafe itu kira2 500 m adalah kuburan baru  covid. Sepanjang jalan gelap pula. Dengan agak ku gas mobilku tak lama sampailah di hotel Karunia. Ibu berdua turun. Tibalah aku sendirian. Bulu kudukku merinding….aduh bau wangi melati lagi!! Kaki semakin dingin……  tiba-tiba ada anak perempuan pakai pakaian seragam Abu SMA menyetop mobilku. Syukurlah, pikirku. Ku rem mobil dan dia naik disampingku. Kutanya kenapa malam-malam baru pulang, kata dia baru kerja tugas fisika. Ohh!!  Jawabku. Kutanya, katanya rumahnya dibelakang toko kunci mas. Kebetulan searah…. Aku agak tenang karena ada teman. Sambil cerita-cerita akhirnya sampailah di toko kunci mas. Kuhentikan mobilku, supaya dia turun….. ehh!!!... dia tanpa buka pintu, langsung terbang. Ya Tuhan!!!!...  dia lewat depan kaca mobilku….dan dengan suara ki! Ki! kiiiiiii……hahahaha……..Aku, tengaga… kaget setengah mati.  Badanku gemetaran. Ternyata disampingku tadi bukan manusia biasa…..   Dengan terus kudaraskan doa kulanjutkan perjalanan pulang menuju rumah…sampai di rumah kuklakson mobil keras-keras supaya orang dirumah segera membukakan pagar rumah. Para tetangga berdatangan karena dengan dengar bising suara klakson mobilku . Duh!!  Ini gara-gara kuntilanak yang kubawa tadi.

Sabtu, 22 Januari 2022

MASA KECILKU DALAM BINGKAI MEMORI

 


Oleh : Ledwina Eti Wuryani

 

Tuhan merangkai hidup ini tak seindah apa yang kita pikirkan. Tak sepahit yang kita bayangkan. Tuhan merajut kita dengan kasih yang besar. Tapi Tuhan kadang menguji kita. Tangis dan senyum  sudah biasa ada disetiap kita. Teruslah menebar kebaikan agar bermanfaat bagi sesama.

 

          Umur 6 tahun saya  dimasukkan oleh ibuku di SD Kanisius Kamal. Sekolah kampung yang jaraknya  3 km. Saat itu jalan masih tanah   belum diaspal . Setiap hari ke sekolah dan hari minggu yang libur. Anak sekolah lugu, polos tak beralas kaki. Untuk menghemat waktu menuju sekolah  lewat jalan pintas. Yaitu lewat pematang sawah. Saat itu kita ke sekolah tidak diwajibkan pakai sepatu. Maklum orang kampung. Tapi kami  tetap percaya diri saja. Hehe…  karena panas sudah biasa pulang sekolah mandi rame-rame bersama kawan. Ditengah perjalanan pulang  kami  melewati  sungai besar dan airnya jernih. Dengan polosnya dan tanpa malu-malu saat itu  kami mandi. Kalau ingat jadi merasa lucu  sendiri.

          Bapak saya adalah seorang guru PNS, ibu di rumah saja. Kami ada sawah peninggalan nenek, jadi ibu kerja sawah sebagai petani. Kegiatan sampingan bapak adalah ketua Seni Budaya Jawa. Di rumah kami punya  seperangkat gamelan (musik Jawa: red). Jadi setiap semimggu 2 kali, yaitu Senin dan Kamis rumah kami dipakai untuk kerawitan. Nama kelompoknya adalah Eko Budaya. Disitu kegiatannya adalah : menabuh gamelan, Ketoprak dan tarian Jawa.

          Saya adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Dari situ tersalurlah hobi saya yaitu menari. Bapak, ibu dan adik saya tak suka menari. Untuk menyalurkan hobiku, tak tanggung-tanggung bapak menyewakan  3 guru tari padaku. Yaitu Pak Darman, Pak Sastro kayat dan Mbak Budi mereka datang bergantian dengan tarian yang berbeda, seminggu 2 kali. Tak heran kalau aku menguasai banyak tarian, antara lain Tari Gambyong, tari Sri Rejeki, tari gambir anom, tari  Bondan, Seto Kumitir, Minak Jinggo Dayun, klana topeng dan lain-lain. Aku biasa  ngajak teman-temanku di kampung ikut  belajar menari bersamaku.

          Di Sekolah juga ada latihan menari. Tapi seminggu sekali, waktupun sangat terbatas hanya 2x35’  JP per minggu. Dengan begitu teman-teman  tak bisa menguasai tarian dengan baik. Ibu guru tari tahu kalau aku sudah menguasai banyak tarian. Bapak kepala sekolah menyuruh aku untuk melatih teman-teman. Itulah rasa  banggaku muncul. Masih kecil sudah jadi guru temanku sendiri. Lebih bangganya temanku ada yang mbayar sama aku saat itu Rp 25,- per orang. Sebenarnya sukarela saja tidak diwajibkan. Aku malu tapi mau saja. Hihi… karena mereka bayar ya aku terima. Hitung-hitung  untuk bantu beli bensin genzet atau cas  accu untuk tape recorder.

          Pada jaman dulu dikampung  listrik belum ada. Saat di kampung yang punya TV baru di rumah saya. Masih kuingat, kalau malam akan ada acara Ketoprak Roro Jonggrang atau Aneka Ria Safari. Dari siang para tetangga terkhusus yang sudah lanjut sudah menyiapkan tempat untuk nonton malam. Kebetulan rumah kami luas.  Rumah peninggalan Kakek. Kata orang kakek adalah pedagang tembakau yang sukses jadi bapak yang mewarisi rumahnya, karena bapak anak bungsu. Pakde (kakak dari bapak) juga sudah ada rumah masing-masing.

          Lanjut ceritaku saat itu selain aku kecil jadi guru menari juga sering diundang menari saat ada hajatan. Ada yang menikah, acara syukuran. Acara  perpisahan di kantor atau sekolah. Yang jelas itu yang bikin aku senang karena di pesta pasti makan enak kalau pulang  diberi amplop pula. Betapa bahagianya, uang bisa kutabung untuk beli barang-barang kebutuhanku yang aku suka. Bapak dan ibu tak pernah mengganggu uangku. Aku disuruh menyimpan sendiri. Sayang  foto-foto menari saat itu sudah rusak. Kami tinggal dekat  lereng gunung merapi.  Daerahnya dingin dan lembab jadi  foto-foto atau dokumen cepat rusak. Coba  saat itu sudah ada fb atau You tube pasti bisa jadi kenangan. Selain  bisa menari, kami sekeluarga  juga bisa menabuh gamelan ( musik Jawa : red). Ada yang namanya gong, saron, bonang, kethuk, kendang, siter dan lain-lain. Asyik deh saat itu.

Dari kecil kami sudah dilatih untuk mandiri. Ibu kerja sawah, kami  rajin membantu. Ibu menanam padi, lombok atau sayuran. Saat panen  kami yang jual. Baik ditetangga atau di pasar. Nanti ibu memberi persen pada kami. Bapak  dan pakde adalah perokok. Wah dari pada saya disuruh-suruh beli terus. Akhirnya saya beli 1 slop isi 20 bungkus, rokok  sigaret kretek 76 dan gudang garam. Dengan demikian  kalau bapak/pakde  suruh beli rokok, ya kulayani punyaku. Lumayan dapat untung.

Ibu petani ulung, ulet dan tak kenal lelah. Jika saatnya padi akan panen, sebagai ucapan syukur pada Dewi Sri ( dewi padi) biasa  keluarga mengadakan bancak’an. Kami masak nasi banyak , buat urap, jajanan pasar dan potong ayam  untuk buat sesajen. Kami keluarga mengundang ‘kaum’ atau pendoa dan orang-orang disekitar untuk makan rame-rame makan bersama. Berbahagia karena sudah mau panen padi. Tradisi ini dilestarikan karena peninggalan leluhur katanya.

Yang paling membanggakan saya saat SD ( Sekolah Dasar).  Kami  ( Eti, Rita, Edi, Rudi) anak kesayangan guru. Kami yang selalu langganan jadi juara kelas.  Hehe.. mungkin karena  bapak saya juga guru kami jadi penurut. Sampai sekarang kami  masih ingat persis  guru SD kami.  Bapak Supomo, Ibu Sri, Pak Maryatno , Pak Dawud, pak Rabio Rismantoro. Beliau sudah sepuh sekali ( Usia lanjut) sekitar 80-an tahun  tapi masih ingat jika kami ketemu di gereja atau dimana saja. Aduuhh  itu adalah sebuah kebanggaan yang luar biasa. Kadang saya  terharu hingga menitikkan air mata. Oh  guru….  Saat masih kental, istilah guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Digugu dan ditiru. Hormatku selalu hingga habis nafasku.

Dulu kecil sekitar umur 5 tahun saya masih ingat ada nenek-nenek yang usianya sudah lebih 100 tahun. Nenek itu  kurang diperhatikan oleh keluarganya. Saya ingat sekali saya selalu datang menghampiri. Saya sering curi nasi dan lauk dilemari.  Hehe…   ambil nasi tanpa ibu tahu. Saya bungkus rapi dengan daun pisang yang kupetik di kebun  lalu  kuantar mbah Sarmi. Mbah canggah. Biasa  sebut mbah itu. Kadang saya antar  uang hasil dari uang saku yang kusisihkan.  Saya duduk manis  dan mendekat erat disamping mbah Sarmi  itu.  Dia mengelus-elus kepala saya dan mbah itu selalu berkata: “ Tak dongakke yo duk,  mugo-mugo kowe sesuk dadi cak apik, pinter, bojo bagus dan cukup uripmu”. Adem dan rasa damapi di dalam dada. Waaahh… begitu senang dengan  doanya mbah itu.  Yang jelas setiap  saya datang dia selalu  memberikan doa restu untuk saya dan katanya berjanji akan  mendoakan masa depan saya. Dengan begitu saya ‘yakin’ dengan ketulusan mbah Sarmi akan membawa hasil Nyata.

Benar saja, hidup memang  pasti tidaklah selalu mulus. Tapi setidaknya berkat doa-doa orang terdekat kita tentunya membuat jadi semangat menjalaninya. Ternyata  doa dan rasa  tenang dan bahagia itu  memberikan dampak yang luar biasa dalam kehidupan kita. Dengan menjalani  hidup selalu bersyukur membuat  damai itu  terasa ‘nyata’. Walaupun hidup itu banyak cobaan, hambatan Tuhan akan selalu mendampingi, memberkati dan senantiasa melindungi kita setiap saat.

Masih cerita kecil dulu, sebagai  cucu dari mbah Padmorejo. Saat menghadapi bulan puasa, kami para cucu selalu berlomba untuk berpuasa. Setiap tahun jika  puasanya tak pernah bolong, Simbah selalu memberi hadiah spesial. Hadiah itu adalah Baju dan sepatu baru. Saat  puasa mulus dan tak putus itulah ‘anugerah’ datang. Saya  yang langganan jadi juaranya. Walaupun saya orang Katholik. Semua kita rukun dan aman-aman saja.  Saya taat puasa. Simbah memberikan 2 baju dan 2 sepatu baru plus tas.  Kereenn…. Saat lebaran dengan banganya kami pergi bersilahturahmi ke  saudara dan tetangga sambil tebar pesona dengan penampilan  pakaian yang serba baru.

Saat SD kelas 3 saya di fonis sakit tipus. Saat itu dianggap penyakit sangat berat. Saya opname di rumah sakit  sebulan lebih. Badan kurus, kering dan pucat. Rambut sampai rontok semua. Badan lemas tak berdaya. Sekitar  setengah tahun saya tidak sekolah, tapi  atas kebaikan Bapak ibu guru SD saya tetap naik kelas. Itulah kenangan saya yang tak akan pernah lupa seumur hidup saya.

Itulah kenanganku saat kukecil dulu. Tak ada yang istimewa. Tulus murni saya juga bukan siapa-siapa. Hanya orang biasa yang selalu bersyukur untuk  nikmat Tuhan. Yang ingin bisa bermanfaat bagi sesama. Hidup mandiri, rela berbagi dan iklas memberi. Dalam hidup selalu mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Ingin berusaha bisa menyenangkan hati Tuhan dan sesama. Semoga.

Trimakasih Bapak dan ibuku. Trimakasih guruku. Trimakasih semua yang sudah mengajariku untuk menjalani  hidupku masa lalu. Kini bapak dan ibuku sudah tiada. Namun kenangan tak pernah sirna tetap terpatri di dalam hati. Saat ini secara kasat mata, berkat jasa mereka saya dan adik-adik sudah bisa hidup dicukupkan dari-Nya. Sekarang dan nanti  akan tetap bersyukur dan terus bersyukur dengan yang ada. Buat hidup menjadi bermanfaat untuk sesama. Bahagia jika mampu menjadi penyalur berkat dan rela berbagi iklas memberi. Niat yang tulus, iklas  walau hidup sederhana tapi akan membuat bahagia.

 

 

Ledwina Eti Wuryani, S.Pd. Lahir di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Pada tanggal 14 April. Pada tahun 1975 menginjakkan kaki di SD Kaninisus Kamal, Pagersari Mungkid dan masuk SMP K Muntilan pada Tahun 1982.  Setelah itu melanjutkan di SMA K Tarakanita Stella Duce, Yogyakarata jurusan IPA. Lulus SMA  kuliah di IKIP Sanata Dharma Fakultas Matematika. Penulis sudah menerbitkan 4 buku solo dan 30-an buku antologi. Mottonya: Selalu bersyukur  jika hidup bisa bermanfaat bagi sesama.  CP: ledwinaetiwuryai@gmail.com , ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan You tube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com  HP WA 085 230 708 285 alamat rumah Jl. Trikora no: 11 RT/RW  010/003 Waingapu, Sumba Timur, NTT PO BOX: 87112

 

 

Sabtu, 15 Januari 2022

SANG MUSAFIR

 

 


Oleh : Ledwina Eti Wuryani

 

Karena itu apa  yang kamu katakan  dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu  bisikkan ke telinga di dalam kamar  akan diberitakan dari atas rumah (Lukas 12.3)

            Seorang Direktur  Perusahaan pelistrikan Basuki Enginering tiba-tiba di turunkan dari jabatannya. Ceritanya kurang jelas. Alasanpun tidak pernah terdengar. Padahal perusaan itu maju dan sudah terkenal. Kekecewaan  yang luar biasa dialami oleh  semua staf dan anak buah seluruhnya. Suasana perusahaan seolah berduka. Ratapan bahkan tangisan pecah tak terasa. Airmata kesedihan  mengharubirukan hati. Gejolak jantung  ikut serta mengiringi kesedihan itu.

            Masih dalam keadaan berduka  perpisahan digelar. Hal ini mengingat Direktur yang baru harus segera melaksanakan tugasnya.  Kesedihan berubah menjadi kebahagiaan. Ternyata yang menggantikan adalah  seorang direktur yang rendah hati. Saat pertemuan perdana  sang direktur yang baru curhat tentang pergumulannya kepada para karyawan. Sebut saja beliau dengan Pak Habel.  Beliau cerita dengan penuh haru. Rasa memang tak bisa bohong, bicaranya yang santun  membuat hati ini adem saat mendengarnya. Hati terasa damai, sejuk. Para staf begitu hormat padanya. Satu persatu datang padanya walau hanya sekedar silaturahmi semata. Tak segan mereka menyampaikan keluh kesahnya.  Ada juga yang meyampaikan  harapan-harapan. Tak segan mereka berhaha hihi karena bapak pimpinan baru itu sangat familiar.

            Bapak tua setia mendengarkan semua curhatan para stafnya. Para staf selalu diingatkan untuk saling menghargai. Saling menghormati. Tak ada manusia yang sempurnya. Kita diciptakan sama dihadapan Tuhan. Tuhan suka orang yang bisa menerima kelemahan orang lain. Tuhan akan lebih suka dengan orang yang diberi kuasa  tetapi tetap merasa sejajar dengan yang lain. “Sampaikan semua keluhan, masalah dan pergumulan”, katanya pada staf. Mari kita selesaikan bersama. Semuanya pasti akan ada solusinya.

            Waktu terus berjalan. Biasa pada sebuah perusahaan  pastinya  ada struktur organisasinya. Karena memang perusahaan sudah maju semuanya sudah bisa berjalan tanpa dikomando oleh Sang Kepala. Semua kegiatan, pengiriman barang, rekanan dan lain sebagainya tak pernah berubah. Semua berjalan seperti biasa. Dari pandangan luarpun tak pernah ada yang merasa ‘berbeda’.

            Keakraban, saling mengisi, saling melengkapi saling membantu itulah kunci kenyamanan dan kedamaian di perusaan saat ini. Dengan begitu benar adanya. Kini  mimpi dan kerinduan itu mulai terwujud. Harga diri setiap insan satu persatu mulai tumbuh.  Potensi-potensi diri mulai boleh ditunjukkan.

            Jika ada orang berjalan, kerikil-kerikil itu tetaplah ada. Kebencian, dendam dan tabungan sakit hati itu manusiawi. Teruslah berjalan. Karena terjadi kekosongan  juru bayar maka  Pak Habel survey. Tentunya  mau cari calon yang layak dan pantas menduduki jabatan itu. Dari komisaris, kepala gudang  sampai  office boy alias tukang sapu dimintai pendapatnya. Akhirnya pak Habel mendapatkan  jawabnya pasti dari survey itu.

            Sebenarnya sang juru bayar hasil survey bukan juga orang yang trampil. Tapi  karena punya kepedulian terhadap teman-teman yang tinggi  maka dengan tulus mereka menunjuknya. Sebut saja calon juru uang itu adalah bu Titin.  Pak Habel menawarkan  Bu Titin untuk  jabatan itu.  Karena tahu diri bu Titin tidak langsung menerima. Dia minta supaya Pak Habel ijin dahulu kepada suaminya. Pekerjaan tentang keuangan  harus komitmen, disiplin dan tertib. Ini berhubungan dengan  inspektorat, pengawas bahkan tipikor.  Ada kesalahan sediki saja penanganan   bisa  berurusan dengan kejaksaan. Ngeri!. Berdasarkan pengalaman dulu bu Titin saat menjadi juru uang pada pemimpin lama Bapak Jonathan dia kadang sampai pulang sore/malam. Dengan begitu suaminya menutup pintu kamar. “Jangan pulang ke rumah!, sana bawa bantal sekalian!” seru suaminya dari dalam kamar. Dengan  merasa bersalah akhirnya saya tidur di kamar tamu.

            Pak Habel menunggu ijin Suami bu Titin. Dengan  nada-nada alot akhirnya diijinkan. Artinya jika memberi ijin pastinya akan menerima segala resiko jika pulang lak atau  banyak lemburnya. Apalagi jaman sekarang di era digital ini  semua  laporan  harus dengan aplikasi internet. Semuanya tergantung dengan jaringan. Jika Wifi bermasalah ya harus menunggu dengan penuh setia dan sabar.

            Karena sudah mendapat restu dari suami bu Titin akhirnya pak Habel mengumumkan secara resmi sang juru uang baru. Beliau segera membuatkan SK dan mengganti spicemen  rekening di bank. Resmilah bu Titin menjadi Juru uang di Perusahaan Basuki Engineering yang dipimpin sang Direktur pak Habel.

            Babak baru dimulai. Saat bu Titin mau menempati ruangan, Sales kesayangan Pimpinan lama sudah duduk ditempatnya dengan menunjukkan kuasanya. Dengan penuh bangganya dia duduk dikursi goyangnya. Berdasarkan perasaan dirinya yang sudah diberi mandat oleh juru uang lama dia telpon-telpon para rekanannya untuk tetap kerjasama. Penampilannya begitu glamor dan bahkan tak pernah mengikuti ‘aturan’ yang sudah ada. Dia selalu tampil  berbeda. Berjalan sekolah tidak pernah lihat kiri kanan. Dengan kecantikannya yang paspasan saat berjalan seolah tak injak tanah. Dia lupa dengan jati dirinya. Melihat  para staf lain dengan sebelah mata. Dia juga lupa kalau dia 'hanya' seorang sales amatiran yang numpang beken karena terpaksa 'terpakai' karena semua staf tak ada yang cocok dengan sang juru bayar lama.

            Lebih menyedihkan lagi, kunci ruangan hanya dia yang pegang. Juru Uang yang baru yang ‘seharusnya’ pemegang kunci tak dihirauakan. Dengan kuasanya dia memanggil orang yang simpatik pada kedudukannya. Dengan arogan dia memfitnah dan menjelekkan juru uang terpilih. Dia tak menghargai sama sekali. Dia bersikuekueh menduduki kursi yang sebenarnya diduduki sang juru uang baru.

            Ya Tuhan, ada saja manusia yang tak tahu diri seperti ini. Pastinya dia adalah mata-mata dari resim lama yang baru tergeser. Dia sudah diisi untuk menjalankan misinya. Mungkin sudah ada pesangon yang ia dapat maka saat inilah dia mulai action. Dia akan berusaha menunujukkan kuasanya di muka publik.

    Pada suatu hari  pemerintah melayangkan surat para pimpinan, juru uang dan  sales untuk  rapat rekonsiliasi. Hidungnya kembang kempis mendengar kabar itu. Bangga luar biasa karena akan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan akbar itu. Bahagia karena tiket pesawat, hotel dan fasilitas lainnya di tanggung penyelenggara. Dapat makan enak yang gratis pula selama kegiatan.

            Tiket sudah terbeli. Walaupun hasil hutang kesana kemari karena peraturan anggaran keuangan akan diganti setelah kegiatan selesai. Kegiatan berjalan lancar tanpa kendala. Tiga hari adalah waktu yang lumayan. Sebelum pulang dengan waktu yang tersisa bisa cuci mata, refresing, medicure pedicure bahkan bisa belanja menyalurkan hobinya sambil buang uang recehan. Selamat berbahagia ibu Martha (Juru uang resim lama) dan ibu Fani ( sales). Selamat menikmati kebahagiaan, semoga  jabatan kedudukan tetap aman. Tetaplah berkarya dan dengan sikap yang rendah hati.

            Para pejabat, komisaris, pemangku kepentingan, dan para staf kusak-kusuk menyampaikan ketidak senangnya kepada  sikap dan sifat bu Fani. Demi kenyamannya dan nama baik perusahaan manusia itu harus disingkirkan. Jika dia terus berada di Perusahaan Basuki Enginering  dia akan membahayakan. Dia akan membangun hal yang tidak baik. Orang yang tahunya hanya pencintraan akan meresahkan para pelanggan  dan distributor.  Dia akan mencari celah menjatuhkan Direktur baru karena didalangi pimpinan lama dan juru uang lama yang sakit hati karena diturunkan jabatannya tanpa alasan.

            Ini tidak main-main. Ini adalah masalah serius. Lima tahun mereka menduduki tahtanya dengan arogansinya. Dengan gaya eksekutif dan kurang memerhatikan rasa sosial dan perasaan warga perusahaan. Kepemimpinan yang  penuh dengan kotak-kotak. Ada anak mas, ada anak perak, ada anak perunggu dan ada juga anak terbuang. Pemecatan-pemecatan  tanpa melihat latar belakang mereka. Ampun Tuhan. Semoga Semua disadarkan.

            Manusia punya kedudukan yang sama dimata Tuhan. Jika  punya kedudukan itu hanya sebatas kepercayaan, maka kepercayaan itu gunakanlah dengan cara yang manusiawi. Jika kita punya harta pun itu hanya titipan, peliharalah agar bisa lebih bermanfaat. Tak perlu jabatan itu dipegang terlalu erat. Kalau hilang, hati terlalu sakit.  Jalau terlepas  stressnya bukan kepalang. Jika jatuh bisa bunuh diri karena tak bisa menerima kenyataan. Jika tiba tiba dipecat,  malunya setengah hidup.

            Sebenarnya segala nasib kita sudah tertulis didalam tangan kita masing-masing. Cuma kita ada yang bisa membaca tapi lebih banyak yang kurang bisa membaca atau bahkan tak mau membacanya. Dari situ Tuhan akan selalu mengingatkan supaya selalu mengandalkan Tuhan untuk segala hal. Tapi gunakan  firman-firman ajarannya dengan benar. Janganlah’munafik’ jangan pula lain dibibir lain di hati.

            Sebagai menusia beriman kita meyakini, Tuhan akan memberi ujian  setiap orang agar kita bisa reflesi diri. Tetaplah rendah hati supaya  teman-teman menghargai dan menghormati. Lakukan orang lain sesuai dengan kapasitasnya. Mungkin dia lebih tua, dia punya kedudukan lebih tinggi atau yang laiannya. Yang Jelas kita tetap punya kuajiban untuk ‘menghargai’ sesama kita,

            Jangan lupa rendah hati walaupun jabatanmu sudah tinggi. Jalankan kepercayaan dengan hati yang tulus. Ingatlah  kalau hidup ini hanya sementara. Kita bisa saja dipanggil Tuhan  detik ini dan tak perlu nati atau besok.  Bertingkalakulah seolah-olah kematianmu sudah dekat. Lakukan yang Tuhan suka. Bersikaplah Jujur dan  bagilah kepada sesamamu jika rejeki menghampirimu.  Banggalah jika kita bisa bermanfaat dan berguna bagi sesama.

            Berbicaralah sedikit mungkin tentang diri sendiri. Terimalah  hinaan dan cacian dengan sabar. Terimalah perasaan tak diperhatikan dan dipandang rendah. Mengalah terhadap kehendak orang lain. Terimalah celaan walaupun anda tidak layak menerimanya. Bersikap  sopan sekalipun orang memancing amarah. Tak perlu untuk mencoba untuk dikagumi atau dicintai. Bersikaplah mengalah  dalam perbedaan pendapat, walaupun anda yang benar. Pilihlah sesuatu yang tersulit  untuk dipelajari! Yakinlah itu akan bisa membanggakan diri pribadi. Mengenal diri sendiri membuat kita  berlutut dan rendah hati. Cukuplah tak  usah omong dalam gelap atau berbisik nanti membuat hati perih. Hati menyesal dan menangis. Buatlah  kebaikan agar perasaan selalu tenteram dalam kedamaian.

 

 

 PROFIL PENULIS

Ledwina Eti Wuryani, S.Pd. Lahir di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Pada tanggal 14 April. Pada tahun 1975 menginjakkan kaki di SD Kaninisus Kamal, Pagersari Mungkid dan masuk SMP K Muntilan pada Tahun 1982.  Setelah itu melanjutkan di SMA K Tarakanita Stella Duce, Yogyakarata jurusan IPA. Lulus SMA  kuliah di IKIP Sanata Dharma Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) Diploma 3 lanjut S1 UT UPBJJ Kupang lulus tahun 2005. Penempatan Pertama di kota  kecil,  salah satu kabupaten di Timor Timur. Tepatnya di SMA Negeri Maliana , Bobonaro. Tiga tahun kemudian di mutasi di SMA Negeri 3 Dili Timor Timur dengan alasan mengikuti suami. Tujuh tahun kemudian Timtim merdeka kami terdampar di tanah kelahiran Suami di Sumba Timur NTT.  SK Saya di SMA Negeri 2 Waingapu sampai sekarang. Mulai aktif menulis  saat  Pandemi melanda Dunia. Di sekolah  Kegiatan Belajar Mengajar  dengan Daring (BDR). Akhirnya penulis  bergabung dengan beberapa group menulis. MBI ( Menulis Buku Inspirasi) bersama Bunda Lilis Sutikno, AGUPENA ( Asosiasi Guru Penulis Nasional). Belajar Menulis Di Om Jay ( Wijaya Kusumah, M.Pd) gelombang -18. MBPN ( Menulis bersama pak Naff. Group  menulis Alineaku bersama Pak Cahyadi Takariawan dan Ibu Nurlela. Group menulis bersama Ibu kanjeng ( Ibu Sri Sugiastuti). enulis sudah menerbitkan 4 buku solo dan 30-an buku antologi. Dua kali dipercaya menjadi kurator oleh Ibu kanjeng. Pernah juga menjadi Editor di MBI. Mengisi endors, membuat prakata  dan sinopsis beberapa buku ber-ISBN.  Mottonya: Selalu bersyukur  jika hidup bisa bermanfaat bagi sesama.  CP: ledwinaetiwuryai@gmail.com , ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan You tube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com  HP WA 085 230 708 285 alamat rumah Jl. Trikora no: 11 RT/RW  010/003 Waingapu, Sumba Timur, NTT PO BOX: 87112

 

                       

 

 

Rabu, 12 Januari 2022

PENGABDIAN GURU

 


Oleh : Ledwina Eti

 

Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tapi guru yang bermutu dapat melahirkan ribun orang-orang hebat.  (juproni.com)

 

              Jika cerita tentang guru tak pernah ada habisnya. Selalu menarik dan selalau seru. Yang jelas  guru masa lalu berbeda  dengan guru kini. Guru sekarang  biasa kita sebut guru di zaman now atau guru milenial. Setiap guru pasti punya tantangan  tersendiri dalam mengajar.  Tentunya untuk guru  jaman sekarang , setiap guru  wajib hukumnya,  bisa menaklukkan teknologi terbaru.

 

Guru tidak cukup hanya cakap dalam materi. Guru harus memiliki  tips dalam mengajar. Bagaimana guru bisa  menciptakan pembelajaran agar menyenangkan? Bagaimana guru bisa  membahagiakan siswa dalam mengajar? Atau bagaimana siswa bisa ketagihan  belajar  untuk materi yang diajarkan oleh seorang guru? Bagaimana  cara guru menyampaikan  pembelajaran  supaya anak tidak bosan?

Masalah-masalah diatas tentunya  harus kira realisasikan. Sebagai guru yang baik kita  punya tanggung jawab kepada peserta didik kita. Ah!  Ternyata banyak  juga ya  tugas guru. Inilah tantangan bagi kita sebagai ‘seorang guru”. Sosok Guru sudah   ditamankan  dalam setiap  insan. Guru: digugu dan di tiru. Guru adalah teladan. 

Bapak saya adalah seorang guru. Beliau adalah sosok yang selalau  saya kagumi. Setiap  hari  pergi mengajar.  Dengan  motor tuanya L2S yang selalu menemani. Dia paling setia untuk tugas-tugas pengabdiannya. Saat itu untuk mencukupkan  kehidupan keluarga, bapak harus mengajar di beberapa tempat. Setiap pagi harus bawa bekal makan karena bapak pulang sore hari setiap hari.

Saat itu “sang Guru” masih sering dilihat dengan sebelah mata. Jaman Umar bakri. Guru tua, naik sepeda ontel, hidup sangat sederhana karena gaji yang diterima tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. Itulah guru saat itu. Tapi jasa guru tak  diragukan. Jasanya terlalu besar karena gurulah yang bisa mengantarkan anak-anak untuk meraih cita-citanya. Maka saat itu guru  dijuluki ‘pahlawan tanpa tanda jasa’.

Saya masih ingat lagu guru yang selalu didengungkan diradio-radio dan di TV saat itu , bunyinya sebagai berikut:

Kita jadi pandai karena pak guru.

Kita jadi pintar karena bu guru,  

Gurulah pelita, penerang dalam gulita

Jasamu tiada tara.

Hingga kini saya sudah jadi guru 30 tahun lebih masih ingat lagu itu.  Bapakku adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Kebetulan bapak sendiri yang mau sekolah waktu itu.  Kakaknya tidak mau sekolah. Mereka  suka dirumah saja membantu orang tua di sawah. Kakek dan nenekku adalah petani dan kerja sawah.  Berkat  kerja keras dan tekun belajar maka bapak hingga lulus kuliah, dan akhirnya jadi guru.

 

Dengan sifat yang bapak miliki: dewasa dan suka mengalah,  Kakek dan nenek saya bapak   lebih disayang dari pada kakak-kakaknya. Setelah kakek saya meninggal warisan tanah seharusnya dibagi 3, karena  ketiga anak kakek adalah laki-laki. Tapi kenyataannya tidak begitu. Bapak menerima  seberapa saja yang diberikan kakek.

 

Hal itulah yang membuat saya selalu mengagumi Bapak. Saya adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Banyak nasehat-nasehat yang selalu kami dengan dari bapak yang seorang ‘guru’.  Indah dan menyejukkan. Bapak selalu mengalah dalam segala hal.  Dengan begitu akhirnya saya begitu tertarik  menjadi guru.

 

 Hanya saya saja yang jadi guru. Adik-adik saya semua  Sarjana teknik.  Saya ingin jadi guru karena  guru pasti  akan selalu dibutuhkan. Mudah cari kerja dan pasti laku di sekolah untuk mengajar.  Guru akan dihormati dan bisa melatih, mendidik, mengajar  pada peserta didik. Seolah ada kebanggaan tersendiri di sanubari, di hati yang tak bisa diungkapkan. Mudah dirasakan tapi susah dikatakan. Begitulah. Bangga bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk ikut mencerdaskan anak bangsa.

 

Benar saja, setelah lulus kuliah saya langsung bisa mendapatkan SK CPNS dan ditempatkan di daerah konflik Timor-Timur.  Saat itu, tahun 1990 Tim tim masih ‘agak’ genting. Tapi namanya abdi negara, harus rela ditempatkan dimana saja, di seluruh pelosok Nusantara. SK pertama kami mengajar di SMA Negeri Maliana Bobonaro . Sebuah kota kecil di Tim Tim. Saat itu baru satu-satunya SMA di kabupaten itu. Hampir semua adalah guru pendatang dari seluruh  Indonesia.  Ada yang dari batak, sulawesi, kalimantan, Jawa dan lain-lain. Yang  jelas seru deh saat itu  bisa berteman dan akrap dengan mereka.  Serasa senasib sepenanggungan.

 

Guru di Tim-tim  saat itu masih langka. Tahun 1990  SPG ( Sekolah Pendidikan Guru) setara SLTA ditutup.  SPG diganti menjadi SMU. Jika di SPG  dulu pelajarannya adalah khusus pendidikan SD (Sekolah Dasar). Kini tidak ada lagi kurikulum itu. Semua diganti dengan pelajaran umum. Pemerintah mengharapkan semua guru adalah ‘sarjana’ bukan hanya lulusan SLTA.

 

Nah, bapak adalah guru SPG. Saat itu teman kuliah bapak adalah pejabat di Dinas pendidikan dan kebudayaan RI. Bapak Drs, Margono, M.Si namanya.  Maka bapak diberikan SK Kepala sekolah di SMA Negeri Maliana juga.  Jadi di SMA yang  sama bapak dan anak jadi satu tempat mengabdi.  Dengan begitu kami bisa terus mengabdi untuk negara dan untuk bapak sendiri. Ini bukan kebetulan, tapi faktanya memang begitu.

 

Seiring berjalannya waktu bapaku ( HR, Sudayat) dimutasikan di kota propinsi menjadi kepala sekolah di SMA Negeri 1 Dili Timur-Timur. Suamiku juga  adalah  seorang guru. Dia orang NTT, karena belum juga lulus PNS di tempat kelahirannya, akhirnya  ikut serta bergabung dengan kami di Tim Tim.  Sekali tes  CPNS langsung Lulus.  Dia ditempatkan di SMKK Negeri 1 Dili Timor Timur.

 

Kami bertiga punya profesi guru. Saat itu sebelum PNS suami saya masih di Maliana, setelah suami PNS  saya minta mutasi di Dili.  Benar, akhirnya saya dimutasikam di SMA Negeri 3 Dili Timor Timur. Sebagai guru bersyukur saya diberi kesempatan untuk mengajar PGSD  menjadi Tutor.  Selain itu saya juga di diminta untuk  menatar di BPG ( balai Penataran Guru ) bahkan di beri kesempata untuk mengikuti pelatihan Widya iswara di P4TK Yogayakarta 2 kali.

 

Sebuah kebanggaan bagi saya, karena tidak semua guru mendapatkan kesempatan itu. Itu berkat, menjadi fasilitator di BPG,  nota bene punya tambahan penghasilan. Puji Tuhan. Dengan begitu saya bisa membangun rumah untuk tinggal. Hari demi hari kita lalui dengan penuh syukur, sebagai keluarga baru kami menikmati seluruh anugerah yang sudah Tuhan berikan padaku. Kabahagiaan tidaklah muncul  dari harta yang melimpah, tapi muncul dari kebiasaan  hidup yang wajar dan normal.

 

Kami dikaruniai 2 anak putra, keduanya lahir di Tim tim. Walaupun sederhana sudah punya rumah. Dari hasil tabungan yang ada kami sudah bisa membeli taksi untuk tambahan kraena kebetulan ada anak keluarga yang ‘numpang’ dan hidup bersama kami supaya tidak menganggur. Bapak saya sebagai kepala sekolah juga sudah beli rumah  dan kami bisa bangun kos-kosan 12 kamar. Syukur dan puji Tuhan tak pernah lalai kupanjatkan.

 

Takdir menetukan lain. Suasana Tim Tim semakin mencekam. Pemberontakan terjadi dimana-mana. Saat itu anak saya sudahs saya titipkan di Jawa bersama Eyangnya.  Suasana Timor Timur  bukannya semakin membaik tapi  akhirnya……Tim Tim merdeka!  Kami Warga Indonesia harus ‘dipulangkan. Korban berjatuhan. Suasana panik. Saya pun harus meninggalkan Tim Tim dengan segera. Banyak rumah teman-teman terjual dengan harga super murah. Ada yang 3 juta, lima juta, 15 juta. Pokoknya yang peting jadi uang untuk bekal pulang ke Indonesia. Nah, rumah saya ada yang tawar 18 juta, Uang yang cukup besar itu. Tapi ternyata belum sempat dibayar semua bank sudah tutup. Pembakaran terjadi dimana-mana.

 

Saya terpaksa  ngungsi duluan bersama Pasukan perang ‘nunut’ di mobil tentara. Suami masih belum mau mengungsi, membyangkan uang itu. Siapa tahu ‘sang Dewi’ membalikkan fakta dan mau membayarnya. Sedih.  Sampai di Atambua suami belum juga kelihatan. Ribuan pengungsi tumpah ruah di atambua. Bagaimana saya bisa cari suami yang hilang entah dimana? 2 Hari dalam pergumulan, akhirnya kami pun bertemu, dia datang bersama tetangga rumah dan mobil tentara,  anaknya pak Korwas. Dik Hendrik namanya. Dia ini  istrinya adalah orang Tim Tim asli. Harta benda semua kita tinggal karena kita lari tunggang langgang cari selamat. Biarlah, itu tinggal cerita.

 

Jadilah kami seorang pengungsi resmi. Seminggu di atambua kita lanjut perjalanan di kota Kupang. Nah disitu kami ditampung di rumah rusak, dibelakang Kantor dinas PK sekarang. Jl. Suharto no 57. Yang lain di lapangan Polda, yang lainnya lagi tak tahu dimana. Disitulah kami menentukan nasib untuk mutasi di tanah tumpah darah Indonesia. Semua temanku orang jawa semua pindah ke Jawa, kecuali aku. Suami adalah orang Sumba Timur, sebagai istriyang setia  aku harus mengikuti suami dimana saja dia berad. Heeh…..Sampai pak Kakanwil heran, kenapa saya  mau tinggal di NTT?  Itu guru, prinsipnya rela mengabdi untuk anak negeri. Berbakti demi generasi.

 

Tahun 2000 SK pun turun di SMA Negeri 2 Waingapu, Sumba Timur. Kami merangkak  dari ‘nol’. Prihatin. Saya belum berani membawa anak saya  ke NTT, biarkan  Eyangnya  di Jawa yang urus. Kami  masih hidup sengsara, menderita lahir batin. Harta benda yang kita punya sudah tertinggal semuanya. Kini  di tempat baru rumahpun  masih ‘numpang’ di kakaknya suami. Bersyukur kami punya SK PNS.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

#Pembelajaran

Kalau mau menangkap ayam

Jangan dikejar nanti kita akan lelah

Dan ayampum akan lari

 

Berikanlah ia beras  dan makanan

 nanti akan dengan mudah ia datang dengan rela

 

Begitulah jadi guru ,  melangkahlah dengan baik

Jangan terlalu kencang

Mengejar,  ngotot,  memburu

Nanti akan lelah  tanpa hasil

 

Rela  terus belajar mengeluarkan tenaga, pikiran, mengeluarkan anggaran untuk membeli fasilitas/sarana yang diperlukan. Misal Komputer, HP, Printer, data yang memadai.

 

 

#Pembelajaran

Kalau mau menangkap ayam

Jangan dikejar nanti kita akan lelah

Dan ayampum akan lari

 

Berikanlah ia beras  dan makanan

 nanti akan dengan mudah ia datang dengan rela

 

Begitulsh rejeki,  melangkahlah dengan baik

Jangan terlalu kencang

Mengejar,  ngotot,  memburu

Nanti akan lelah  tanpa hasil

 

Keluarkan sedekah

 

 

YATIM PIATU

 


Oleh : Ledwina Eti

 

Di desa Kata’bi  adalah sebuah Panti Asuhan. Anak-anaknya manis-manis. Mereka taat beribadah dan rajin bekerja.  Untuk mencukupkan hidup, mereka  berkebun berternak.  Tak pernah ada rasa lelah di raut  wajahnya. Ambu kudu salah satu  penghuni  di Panti terkesan pendiam.  Didikan Panti asuhan, dalam kamus  hidupnya, hanya ada kata  untuk ‘kebaikan’.  Segala  sesuatu yang  bertentangan  dengan imannya dianggap salah. Cara  berbicaranya datar, santun dan penuh kebenaran.  Ia tidak suka berbohong apalagi menyangkal iman.

Dengan tabiat yang sangat bagus ini akhirnya dia selalu  diminta menjadi pemimpin bagi sahabat-sahabatnya. Dia selalu jadi panutan. Dia  menjadi teladan  bagi seuruh anggota panti asuhan. Kedewasaaan berpikir, kematangan imannya  membuat orang  terkagum-kagum padanya.  Kudu  seolah  menjadi orang tua bagi mereka  penghuni panti.  Dia selalu menasehati dengan keteduhan hati.

Saat korona melanda gadis manis itu terpapar.  Karena ia mempunyai  riwayat sakit asma dan Tuberculosis iapun tak tertolong akibat terserang ganasnya corona.  Kematian memanggilnya. Betapa  panti asuhan merasakan duka yang sangat mendalam.  Mereka bersedih.  Panti terasa  tak ada kehidupan lagi. Pandemi mewabah memang sangat  luar bisa.  80 %  penghuni panti terpapar. Selang seminggu  Rambu  Kahi  teman dekat  Kudu pun tak bisa terselamatkan. Kahi menyusulnya meninggalkan dunia nyata.Semasa  hidup Kahi orangnya rajin bekerja, pendiam tak neko-neko. Dia rajin berdoa dan berpuasa. Dia tinggal di Panti karena sebatang kara,   dia salah satu korban kecelakaan tungggal yang menimpa seluruh keluarganya dan hanya dia yang selamat. Orang tua dan adiknya  meninggal dalam kecelakaan itu.  Kini  Kahi menyusul dengan cara yang berbeda. Sampai di Sorga dia bertanya kepada Sang penjaga Sorga. “Dimana  kudu berada? “, tanyanya.  Kahi menanyakan keberadaan kudu sahabat karibnya saat di panti. ‘Berbincang-bincang lama dengan Malaikat penjaga Sorga, katanya  dia ada di neraka.  Ah!! Betapa kagetnya dia. Yang benar saja!! Rambu Kudu mengerutkan dahi  tak percaya.

 

 

Waingapu, 26 November 2021

 

 

 

 

PERAMPOK

Oleh : Ledwina Eti

 

 

Umbu Maramba adalah salah satu orang terkaya di kota Kambatamapambuhang. Kini dia  sudah berusia 92 tahun. Ketiga anaknya   sudah mapan.  Semua anaknya  sudah berhasil dan tajir mlintir. Sebagai orang kampung  di Sumba mereka punya ratusan hewan, sapi, kerbau dan kuda. Padang Sabana nan luas yang menjadi saksi mata. Umbu mendidik anak dengan sangat baik.  Iman mereka kuat, keluarga mereka  disegani, selalu dipuji dan dihormati.  Begitu terlihat  ideal keluarga mereka dimata para tetangga dan kerabatnya. Seolah mereka  hidup  dalam ‘sorganya’ dunia.  Walau  keluarga kaya mereka tak pernah  alpa berdoa dan bersedekah  untuk orang yang miskin papa.

Tetapi, kenyataannya orang baik tidak selamanya disenangi semua orang. Ada saja orang yang  iri, dengki, sirik dan berpikiran jahat.  Pada suatu malam  perampok datang  kerumah Umbu Maramba.  Mereka merampok serta menghabiskan semua harta benda yang ada dalam rumah panggung mereka. Bukan hanya itu, dengan sadisnya  mereka memenggal kepala  penghuni rumah.   Umbu Maramba dan istri  serta Ndeha sang sopir   tak tertolong, mereka  menghembuskan nafas terakhirnya. Tiga orang  lainnya luka sangat  parah.

Saat kejadian satu orang dalam rumah  yang selamat  tak kuasa melarikan diri. Dia menjadi  saksi mata bagaimana “Sorga” miliknya  dihancurkan.  Rumah dibuat porak poranda oleh penjahat. Suasana begitu menyayat hati dan ngeri!. Dengan kesedihan yang mendalam Don yang luka, tak tega menyaksikan  tuannya bersimbah darah dan tak bernyawa. Dia meradang!. Dia penuh murka!! Dia mengamuk sejadi jadinya. Bagai orang kesurupan ia melampiaskan emosinya.  Dikebasnya  semua perampok  dengan parang yang ia bawa. Semua  perampok dibuatnya tak berdaya melawan dia. Satu persatu perampok mati. ......tiba-tiba!!  buk!!  Dia terjatuh karena terkena balasan tendangan sang perampok.  Karena  terasa sakit  dia sadar, dia terjatuh di bawah tempat tidurnya.. Ehh... ternyata  mimpi.  “sialan!!”.

Waingapu, 26 November 2021

 

 

 

 

 

 

HIDUP UNTUK TUHAN

Oleh : Ledwina Eti

 

 

Di Kota Salura  adalah kota kecil paling ujung pulau Sumba. Disitulah tempat pembantaian orang  yang dirasa  tak sepaham dengan  penguasa saat itu.  Ada 4 orang  perempuan penghuni penjara.  Rambu Hunggu  bersama tiga temannya.  Empat remaja ini  diperlakukan dengan sangat baik.  Kamar penjara mereka terpisah  dari para  tahanan lain.  Mereka  dipaksa melayani napsu bejat dari para penjaga mereka.

Mereka berjanji akan menjamin keamanan,  fasilitas dan  makan minumnya jika dia mau melayani dan menjaga kerahasiaan.  “Asalkan  mau tidur bersamanya,  akan selalu dilindungi” , Janji sang Sipir penjara dan kru. Tapi  Rambu Hunggu selalu menolak ajakan itu. Dalam tahanan  Rambu tak pernah lepas  mendaraskan doa.  Dia selalu memberikan nasehat-nasehat iman untuk ketiga temannya.  Sampai suatu saat  keempat  gadis cantik itu  serentak  menyatakan siap mempertahan kesuciannya walau nyawa taruhannya.  Mereka sepakat  tak memikirkan lagi masa depannya.  Mereka berprinsip jika  mati itulah saatnya bertemu dengan Tuhan.  Bila sorga dunia  sudah hancur, mereka akan merasakan surga yang abadi.

Seiring berjalannya waktu keempat gadis itu kemudian dikirim ke Nggongi.  Dalam hati ada rasa senang sebab bila nanti dibunuh mereka sudah dekat dengan kampung halamannya.  Tawaran  hidup mewah, keamanan terjamin, menjadi istri pejabat tak mereka gubris. “Kami telah menikah dengan Tuhan”, kata  mereka.  Karena merasa tak dihargai niat baiknya oleh keempat gadis itu akhirnya mereka ditampar, dipukuli, disiksa hingga babak belur.  Dia bersikeukeh  untuk mempertahankan kesuciannya. Hari-hari hanya diisi dengan derita, ketakutan dan tangisan. Hanya doa selalu dipanjatkan. Tuhan pasti akan memberikan yang ‘terbaik’. Ternyata berkat keikhlasan dan kesabaran doanya membuahkan hasil. Kepala lapas lama pensiun, digantilah oleh kepala yang baru yang baik hati, adil dan bijaksana. Akhirnya keempatnya dikeluarkan dari penjara. Kini mereka dibebaskan. Mereka melanjutkan misinya untuk hidup membiara.

 

Waingapu, 26 November 2021

                                                                                                                

 

SANG MEMPELAI WANITA

Oleh : Ledwina Eti

 

Pak Doni akhir-akhir ini  terlihat cerita. Kulihat dia senyum-senyum dan begitu bahagia. Ada yang mencurigakan saat kulihat. “Jangan-jangan dia lagi jatuh cinta? “, batinku. Sebagai teman dekat  aku biasa kerjasama saat buat perangkat pembelajaran atau saat mengisi PPK Online, Kami biasa curhat ngobrol sana-sini. Sampailah  pembicaraan yang membuatku penasaran. Ternyata benar dia lagi terkena panah asmara. Terjangkit sakit Malarindu tropikangen, Pantas saja.

Siapakah  nona  yang beruntung itu? Aslinya  dari kota Kebumen, mereka  berkenalan lewat FB sejak setahun yang lalu. Dari  situ benih-benih cinta  mulai tumbuh. Rasa merindu semakin menggebu. Ternyata antara NTT – Jawa bukan kendala menjalin cinta antara dua anak manusia. Pak Doni sudah kepala 4, sudah tak muda lagi. Dia sudah layak dan sepantasnya punya penamping. Nona yang mengaku namanya Sarah usianya 34 tahun. Cocoklah. Mengingat  usinya sudah sangat matang dan seiman dan hati sudah menyatu akhirnya mereka sepakat menikah.

Pak Doni seorang PNS, golongan III/d  sudah punya rumah pula. Nona Sarah adalah guru SD baru-baru lulus P3K. Untuk persiapan nikah sudah kelar. Hari ‘H’ sudah ditentukan. Segala sesuatunya untuk menyambut hari bahagia sudah beres. Surat cuti sudah dilayangkan. Semua berjalan tanpa kendala. Alhamdullilah!! Bunyi  musik lantunan syahdupun berkumandang saat akan dipertemukan antara mempelai pria dan mempelai wanita. Suasana bahagia, tegang, nervous campur jadi satu. Mereka masing-masing didampingi oleh keluarganya. Seolah tak percaya yang dilihat oleh pak Doni. Sang mempelai wanita terus tunduk. Mereka saling membuang sirih, yang artinya ‘kesusu pingin weruh ( ingin segera bertemu). Setelah itu oleh sang perias mengarahkan  mempelai  pria menginjak telur dan kakinya dibasuh dan dilap oleh mempelai wanita. Betapa kagetnya pak Doni ketika melihat bahwa sang istri bukannya Nona Sarah yang dipacari selama ini.  Dia adalah Sarti  adiknya Sarah. Pantas kok gemuk banget, batin pak Doni. Mau bagaimana lagi. Seluruh tamu sudah menjadi  saksi pernikahan mereka. Ya… mau tak mau harus mau. Selamat menempuh hidup baru Pak Doni dan Ibu. Semoga rukun dan bahagia selalu.

                                                                                               Waingapu, 2 Desember 2021

                                                                                                                

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Menulis untuk Menyiapkan Generasi Literasi Masa Depan

   RUANGMENULIS    4 SEPTEMBER 2022  3 MIN READ   Oleh: Eli Halimah “ The youth today are the leader tomorrow” Ungkapan di atas artinya, “Pe...