Sabtu, 31 Juli 2021

MENULIS SEBAGAI PASSION 1

 


Oleh : Ledwina Eti Wuryani, S.Pd

 

Untuk memelihara impian, kita harus memvisualisasikan impian kita. Sesuatu yang divisualisasikan akan  mudah direkam dalam pikiran bawah sadar, sehingga akan muncul daya  dorong dari dalam diri kita yang akan menggerakkan diri kita  untuk melakukan tindakan guna mewujudkan impian kita.

 

Saya menemukan passion  menulis  setelah  adanya pandemi ini. Mulai awal Maret 2020. Dulu memang saya suka menulis dan  sudah beberapa kali  lolos di  media baik lokal maupun provinsi. Setelah itu  fakum tak lagi menulis. Mengalami writer’s blok.  Begitulah barangkali.  Setelah adanya virus corona waktu terasa panjang.  Seperti cinta lama bersemi kembali.  Rasa hati ini ingin menulis. Dulu...sebelum pandemi  seolah tak ada waktu karena kesibukan duniawi, hehe …. Padahal  sebenarnya semua pasti bisa diatur, tergantung kita. Saat itu mau mulai melangkah....terasa jauuh sekali.

Sebagai guru,  dulu pernah membayangkan  kalau kita libur lama pasti membahagiakan. Bisa di rumah  sepanjang hari. Pasti asyik! . Waktu luang terasa banyak. Bisa melakukan sesuatu. Eh!, Tuhan menjawab kerinduan itu. Pandemi datang. Awal pandemi memang stress. Hidup terasa jenuh, sumpek bahkan selalu tersugesti dan hidup dalam ketakutan. Saat itu banyak teman dan saudara yang terpapar bahkan meninggal dunia. Di Waingapu zona Merah terus. 

Saat baca-baca di HP, iseng-iseng saya  buka FB  ada banner ‘belajar menulis’.  Wow.. akhirnya  saya bergabung. Setelah  masuk ternyata  di dalam group  berisi  para penulis hebat sebagai narasumber dan pesertanya para  penulis pemula termasuk saya.  Dari situlah saya mulai belajar

Pertama bergabung di Basic Batch 33 saya  merasa minder tapi peserta semua begitu baik. Mereka semua saling memotivasi. Akhirnya  muncul  keberanian  untuk  koment dan  berusaha  bertanya  materi yang saya tidak paham. Awal belajar menulis  saya bergabung  di komunitas menulis  yang  diprakarsai oleh penulis best seller  bapak Cahyadi Takariawan dan ibu Nurlaila. Suami Istri penulis hebat. Selama 3 bulan dari bulan Juni s/d September 2021 dan dapat  sertifikat 235 jam. Lumayan untuk bekal  kenaikan pangkat. Di komunitas itu  saya banyak belajar tentang menulis dan kenal beberapa teman menulis yang baik hati, Pak Irpan, Bunda Ellen, ibu Yulia, Ibu Nyi Ai Tita, ibu Fitria dan lain-lain.  Hasil belajar menulis bersama pak Cah  saya  bisa menerbitkan 4 buah buku  antologi : Untaian Pelangi Nusantara, Menuai Berkah Bertaut Aksara, Kidung Rindu dan 1 buku Solo “ mengungkap Rahasia (Kumpulan cerpen)

Kedua,  Belajar menulis bersama  Bunda Lilis Sutikno.  Passion  menulis beliau adalah  Menulis semudah ceplok telur. Dengan  ibu  Lilis begitu akrab, seperti saudara. Saya biasa  curhat, cerita  ngalor ngidul, walaupun  sedetikpun saya belum pernah ketemu (tatap muka) sama sekali. Hanya lewat chatt atau telpon. Dari situ saya  belajar banyak tentang teknik-teknik menulis. Teman-teman penulis senior  adalah  pak Rahmadi, pak Sahat,  Cak Inin, Pak  Nafrizal Eka Putra, bu Endah Win, pak Brian dan  masih banyak teman yang lain. Rasanya sudah  seperti keluarga.  Padahal pesertanya dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Mereka  semua adalah motivator saya. Dari kelas menulis ini saya membuahkan buku antologi, Kampusku, “Sekolahku kumpulan cerpen, Cuma masih menunggu, masih di penerbit.

Tempat belajar ketiga adalah  Belajar Menulis  bersama  bapak  Wijaya Kusumah yang biasa disapa Om Jay. Belajar menulis Gelombang 18  selama  30 kali pertemuan  selama 3 bulan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat ( Dari bulan April  s/d Juli 2021 ). Om Jay Orangnya sangat baik  hati dan santai,  biar belum kenal  saya merasa dekat dan akrap sekali . Beliau adalah guru TIK di SMP Labschool Jakarta. Beliau adalah  guru dari keponakan saya Devi Hapsari dan Yoga Wikandaru  yang kini keduanya sudah lulus kedokteran UGM. Saya ikut bangga waktu itu pertama kenal Om Jay karena keponakan tersebut. Ternyata Om Jay juga masih ingat Devi dan Yoga, mungkin karena keduanya aktivis di OSIS.

Suatu saat  chatt balasan  dari Om Jay dan menyampaikan salam untuk Devi dan Yoga saya  screenshoot saya kirimkan ke WA keluarga saya. Apa tanggapan adik saya? Waaiii….hebat e mbak eti sekarang sudah jadi penulis. Berteman dengan Om Jay pula. Ternyata memang Om Jay kan penulis dan bloger terkenal, tingkat  Nasional. Siapa tak kenal beliau. Saya post buku saya di FB, adik-adikku koment, seolah-olah saya sudah jadi penulis betulan, ihik  ihik... Aku jadi tersipu malu. Tapi jujur  sebenarnya  ada juga deh  rasa bangga. Saya paksa buat buku karena memang syarat untuk mendapatkan  sertifikat 40 jam harus sudah bisa menerbitkan buku solo hasil resume  selama belajar menulis. Itu adalah tantangan. Dengan penuh semangat  saya harus bisa membuktikannya. Akhirnya terbitlah buku solo yang berjudul Trik Jitu Menjadi  Penulis Masa Kini.  Tinggal tunggu Sertifikatnya. Ini yang namanya Keterpaksaan membuahkan kebahagiaan.

Seiring berjalannya waktu terbit lagi buku “Refleksi dan Resolusi Saat Pandemi”, “Belajar di Tengah Corona”, “Dermaga Hati”, “Geliat Perempuan Milenial Dalam Narasi”, “Untaian cinta  di batas cakrawala” , “Inspirasi dalam untaian Puisi” dan “Langit dan Bumi NTT”. Ini  berkat menulis adalah passion. Menulis ternyata menikmati dan mengasyikkan.

Tempat belajar keempat  saya bergabung dengan  belajar Menulis Bersama Pak Naff ( Nafrizal Eka Putra, M.Pd ) disingkat MBPN.  MBPN  diadakan setiap hari tanpa henti , akhirnya  bisa  menerbitkan 1 buku  solo yang berjudul Bangga Menjadi seorang Penulis. Dalam waktu bersamaan 2 komunitas belajar menulis yang saya ikut, bahkan kadang jam pertemuan bersamaan. Karena  pembelajarannya melalui WA ya harus pinter-pinter muter-muter. Syukurlah akhirnya keduanya lulus dan menghasilkan 2 buah buku solo dari masing-masing tempat belajar.

 Seiring berjalannya waktu Ibu kanjeng salah seorang narasumber hebat , bloger, penulis dan seorang kepala sekolah  selalu  mengajak bergabung untuk membuat buku antologi pasti terbit. Nah itu  tantangan buat saya untuk selalu ikut menulis. Saking seringnya  saya  bergabung di Antologi menulis buku saya jadi merasa dekat sekali dengan beliau. Kebetulan 2 buku solo saya,  Ibu kanjeng   editor dan kuratornya. Saat ini saya diberi tugas oleh ibu untuk menjadi kurator buku antologi yang temanya  Ketika Keluarga Terpapar covid-19. Ada rasa bangga dan sedikit percaya diri deh menjadi kutator. Sebuah pengalaman  baru.  Aslinya saya sendiri masih  sangat  minim ilmu. Ilmu yang saya punya masih seujung kuku. Dengan  menjadi kurator  semoga  menambah  wawasan saya  untuk menambah pengetahuan saya tentang menulis.

Hari ini, Jumat, 30 juli 2021  penulis yang bergabung  di Group antologi Terpapar covid-19  sudah 21 orang. Penulis dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Penulis juga berbagai latar belakang pendidikan. Karena pemula  saya agak gugup juga jadi kurator. Para penulis yang bergabung  kemampuan dan pengalamannya jauh di atas saya. Matur nuwun Ibu Kanjeng untuk kepercayaan ini.

Pengalaman berikut, saya buka fb, coba-coba cari info lomba penulis, eh ada dari Kreatory. Lomba menulis cerpen. Yang menarik bagi saya adalah  100 peserta terbaik dapat sertifikat tingkat nasional. Ah, lumayan, bagi saya yang penting mencoba,  menguji kemampuan saya menulis, bukan cari hadiah. Cukuplah sertifikat,  bisa untuk modal kenaikan pangkat ke IVc (mimpi). Ingat perkataan  pak Emco ( Much choiri) kalau  kirim naskah setelah itu lupakan. Jangan pikir lagi. Begitulah kata beliau. Dikoment apapun silahkan, tidak dikomen juga sialhkan. Jika dikirim ke majalah juga, tak usah ditunggu-tunggu, masalahnya  kalau ditunggu, ternyata tidak terbit nanti sakit hati. Begitupun kalau  lomba,  kirimkan lalu lupakan.

Lomba kreatory sekitar bulan maret, pengumuman 3 bulan berikutnya. Saya benar-benar sudah lupa. Tiba-tiba ada WA masuk dan tertulis : proficiat! cerpen anda masuk TOP-30 dan berhak mendapatkan medali, buku dan sertifikat. Wahhhh!! saya serasa tak injak bumi. Melayang pikiran tak terbayang, berarti tulisan saya diakui, betapa bahagianya. Saya ada diurutan ke-22. Salah satu teman ke-100 saja tidak masuk, bersyukurlah saya.Trimakasih Tuhan untuk pengalaman ini.

Bersamaan dengan itu ada tawaran menulis untuk NTT, yaitu Catatan harian, cerpen dan puisi. Akhirnya saya memilih  cerpen dan saya  cerita tentang budaya Sumba Timur. Kebetulan teman saya punya sanggar Ori Angu dan mereka (tim penari:red)  baru  pulang dari Amerika selatan, Colorado, mengikuti Fastival. Itu yang jadi ide cerita saya. Puji Tuhan saya  lulus Kurator,  akhirnya tulisan saya  dibukukan bersama para penulis hebat NTT. Begitu bangganya saya, bisa ikut berpartisipasi melestarikan budaya NTT.

Jadi sekarang  menulis adalah sebuah passion. Dengan menulis  membuat hati bangga, bisa meningkatkan imun dan menjadi sebuah  hobi. Rasanya  hari-hari  menikmati kalau menulis. Untuk  melatih diri menulis saya berusaha untuk mengikuti menulis  buku antologi setiap ada tawaran. Maksudnya sambil menyelam minum airnya,  terasa sia-sia kalau tulisan  tidak kita abadikan dalam buku.  Ada juga  tawaran menulis  cerpen remaja dengan tema Romatika remaja….., kini  tinggal tunggu terbit. Yah, kalau dihitung lumayan sudah 15 buku antologi dan solo yang terbit sampai saat ini. Semangat  terus untuk menambah koleksi. Dari pengalaman yang saya lalui, menulis sebagai passion yang saya rasakan adalah:

1.      Selalu rindu untuk menulis, Menulis rasanya suatu kuajiban yang harus dijalani. Jika tidak menulis  terasa ada yang kurang. Entah apa saja yang ditulis.  Jika hari itu  sudah menulis saya merasa  hutang sudah terbayar. Ada kenyamanan diri sudah memeluknya dalam untaian kata.

2.      Tanpa dibayarpun  bersedia menulis, Pengalaman menulis saya masih seujung kuku, tapi ketika namaku tertera di buku atau di media ada kebanggaan luar biasa. Bersyukur  sudah bisa menuangkan isi hati dan pikiran  dalam tulisan. Menulis adalah berteriak dalam diam. Aku banget. Sejujurnya saya ini orang yang pemalu dan tak suka  tampil di depan. Dengan menulis akhirnya  semua bisa tercurah. Tidak penting dibaca atau tidak, dikomen atau tidak, dicela, dihina atau tak dibayarpun tak apa, yang penting saya sudah bisa berbuat sesuatu yang menurut saya bermanfaat untuk orang lain.

3.      Sering lupa waktu, saat duduk di depan laptop saya target untuk 1 jam. Jika saya pas menulis cerita tentang sesuatu saking asyiknya ,eh ternyata sudah duduk lebih  3 jam lamanya tak terasa. Bahkan saking asyiknya menulis hingga tengah malam. Apalagi kalau dikejar deadline, jangan tanya lagi. Bisa tidak tidurpun rela!

4.      Menulis adalah kegiatan yang menyenangkan. Saat ini anak murid pembelajaran pakai daring. Saya sebagai guru, Setelah mengirim materi, memberikan tugas, melaporkan hasil kerja siswa , Sisa waktu asyik untuk menulis. Menulis semacam hiburan. Menulis adalah kesibukan yang mendatangkan kebahagian.

5.      Kerelaan menyediakan waktu, Saya selalu ingat  pak guru pernah  omong. Hanya orang mati yang tidak sibuk. Benar juga. Setiap orang harus kerja sesuai dengan skala prioritas. Harus pintar membagi waktu 24 jam yang diberikan Tuhan. Jangan lupa waktu untuk Tuhan. Jika menulis adalah passion  pastilah  kita akan meluangkan waktu untuk menulis.

Passion bukan hanya  hobi,  tapi lebih  dari segala hal  yang kita  sukai dan minati sedemikian rupa sehingga kita  selalu senang saat melakukannya. Berusaha  untuk meluangkan waktu untuk menulis. Seperti Om Jay  di tengah bejibun kegiatannya, beliau selalu saja menulis setiap hari. Bahkan kalau  lupa satu hari saja tidak menulis  beliau minta maaf. Sungguh hebat dan luar biasa. Harus ditiru.

Para pakar menulis, termasuk  Ibu Kanjeng, beliau  super sibuk.  Karena menulis adalah passion, maka beliau begitu menikmati.  Walau masih aktif menulis, menjadi narsum nasional, dan banyak kegiatan lain beliau  selalu  setia mendampingi, memotivasi kita semua di banyak group. Beliau selalu saja ada waktu membalas pertanyaan atau keluhan kita.  Dengan begitu kadang saya pribadi jadi malu, saya yang bukan siapa-siapa kok alasan, sok sibuk, hi hi....

Jika menulis sebagai passion kita akan nyaman, lebih santai dan bisa menikmati. Jadi seandainya karya kita kurang dihargai dan tidak ada yang memuji  bukan beban. Enjoy aja...yang penting sudah menulis. Kuingat selalu pesan bijak, “ Jika  anda bukan raja yang bisa mewariskan kerajaan, bukan hartawan  yang bisa mewariskan kekayaan, Maka  jadilah penulis yang bisa mewariskan  pengetahuan. Kelak sejarah akan  mencatat perubahan yang pernah anda tuliskan (Imam Ghazali).  Maka menulislah!!!! ***

 

Salam ...Saya, penulis pinggiran, nama Ledwina Eti Wuryani, Asli Magelang jawa Tengah  yang tinggal dirantauan sejak tiga puluh tahun yang lalu.  Saya Lulusan Pendidikan guru IKIP Sanata Dharma kala itu, tahun 1989.  Seorang ibu dengan 2 putra, ibu rumah tangga sekaligus  jadi guru matematika  di SMA Negeri 2 Waingapu Sumba Timur, NTT. Menjadi Tutor PGSD juga sejak tahun 1992 – 2018.  Ketua MGMP Matematika Kab Sumba Timur 2015 – 2018. Penulis juga korban konflik bencana Timor Timur,  SK CPNS di SMA Negeri Maliana Bobonaro kemudian dimutasi di SMA Negeri 3 Dili TimTim. Sudah  banyak artikel  dibuat penulis yang jebol diberbagai media masa ,baik lokal maupun  propinsi NTT. Belasan buku Antologi sejak  ada  wabah Pandemi corona awal bulan Maret 2020. Tulisan antologi berupa cerpen, puisi,  story telling, cerita tentang belajar dari rumah ( PJJ)  dll.  . Penulis bisa dihubungi email ledwinaetiwuryai@gmail.com, ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan Youtube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com

               

 

Sabtu, 24 Juli 2021

Tentang Puisi Telelet


Sejak Ibu Kanjeng  kirim puisi Telelet lewat blog beliau  saya sangat senang. Bacanya asyik. Kubayangkan betapa senangnya kalau  bisa ber puisi varian baru itu. 

Bukan hanya virus yang ada varian baru ,  ternyata ada juga puisi varianbaru  karya Sang Fonder, Dr Marjuki, M.Pd. Beliau adalah pencetus dan kreatornya. Beliau adalah Ketua dewan pembina Ikatan Guru Indonesia ( IGI). Saya sungguh terkesan. Saya tertarik sekali  untuk bisa membuat,apalagi kalau ada yang mengajak  membuat  buku antologi, pasti deh aku ikut. Belajar, berlatih, berkarya sekaligus terbitkan  buku. pastilah bangga bisa menerapkan  puisi terbaru.

Yang menjadi latar belakang  lahirnya Puisi Telelet adalah  1). Mengikuti arus perubahan digitalisasi transformasi, 2). Dampak pandemi civid-19, 3).  Terjadi era disruption, tercerabutnya budaya dari akarnya, 4) Refleksi social yang mengalami dinamika yang luar biasa.

Puisi telelet  berisikan tenang  fakta-fakta  kehidupan yang  berkembang  terkait  keadilan, kekerasan, kemarginalan, keterpurukan  dan diskriminasi. harapan-harapan  dari puisi telelet  adalah Kebijakan merdeka belajar dalam bentuk: sekolah penggerak, guru penggerak, organisasi penggerak, peningkatan mutu  dan lain-lain. 

Namanya lucu, bikin gemes. Ternyata baru tahu bahwa  itu adalah akronim dari  puisi  Tiga ,Empat Lima Enam Lima Empat Tiga ( TELELET). Nama yang menunjukkan jumlah baris per bait. Ciri-ciri yang lain adalah  bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari. bahasa sederhana  tak banyak menggunakan majas/kias atau konotasi. 

Berikut ilmu tentang puisi Telelet  yang disampaikan  pada webinar Nasional terampil menulis puisi telelet, Minggu 18  Juli 2021  oleh komunitas pegiat puisi telelet ( KPPT) Poetri Is a Tool to Change. narasumber  Ibu Uswatun Hasanah , S.Ag, M.Pd.I

Tiga baris/larik merupakan gambaran permasalahan yang dibahas,  bait pertama meminta dikupas sampai habis

Empat baris/larik merupakan penegasan dari masalah utama, bait kedua hanya 4 baris saja, berbicara tentang  masalah kritis diurai bersahaja. kata-katanya biasa saja.

Lima baris/larik merupakan  masalah lebih detail, bait ketiga  mengurai masalah kritis ke fakta. Makna terdalam  dari pilihan kata. Dibuat detail ditunjang kosa kata. Tentunya agar terkuak  makna lentera bagai pelita.

Enam baris/larik merupakan puncak permasalahan yang paling detail, bait ke-4 menyampaikan masalah dipresentasikan  lebih faktual, mudah dipahami karena lebih rasional.

Lima baris/larik merupakan anti klimaks atau antithesis dari bait ke-4. Bait kelima merupakan solusi dari problema yang disampaikan pada bait sebelumnya.

Empat baris/larik  merupakan  merupakan anti klimaks lanjutan dari bait kelima. Bait ke-6 merupakan pemecahan masalah dan lebih mengarah pada kesimpulan.

Tiga baris/larik ( terakhir) merupakan  simpulan dari solusi atau pemecahan masalah yang dibahas  pada bait ke-1 -sampai ke-4, baik ke-7  merupakan simpulan solusi teduh agar yang membaca terenyuh , terharu dan  hatinya teduh.

Tema puisi TELELET menganggkat persoalan terkini, yang  lagi booming di masayarakat. Konstruksinya  bait pertama isu, bait kedua persoalan pokok, bait ketiga rincian persoalan, bait keempat klimaks, bait kelima antiklimaks atau solusi, bait keenam simpulan, dan bait ketujuh penutup berisi ungkapan peneduh. 

Sebagai aturan  yang saya di PPT-nya Ibu Anis wong Gresik Asli. Judul  Telelet maksimal  3 kata. Judul di tulis tebal dan huruf kapital.  Jangan lupan nama penulis di bawah judul jangan lupa diberi tanda titik dua. ( contoh, Oleh : Ledwina Eti)

Tidak diperkenankan ada  2  rima yang sama. Kata -katanya yang kreatif  tapi bermakna. Jangan lupa tanda baca supaya  tidak merubah  arti dan makna.  Jumlah kata  dalam kalimat  jangan terlalu  jauh beda supaya tidak terkesan terjal. Jika semua kalimatnya di 'center '  terlihat indah dipandang mata. 

Pemandangan alam Sumba indah mempesona
Padang Sabana  luas, jadi target  pesiar ke sana
Penulis hebat meracik kata-kata dengan penuh makna
Agar puisi Telelet  yang dibuatnya, sang pembaca terpana

Berikut ini karya puisi TELELET  yang berbuah reward INTUISI MATA ELANG (Antologi TELELET karya Sang Founder, Dr. Marjuki, M.Pd.)


  • NULIS PUISI TELELET
  • Oleh: Mashudi

Hari ini kita belajar nulis
Saat suasana rinai gerimis
Agar suasana jadi lebih manis.


Jika hari ini engkau risau
Jangan biasakan nulis status galau
Apalagi terpikir mengasah manda
Mari sanding bersamaku meracau


Puisi telelet ini ajaib
Baru sadar dia begitu ajib
Tidak datang dari dunia gaib
Meski bentuknya kurang karib
Tapi yakin kelak jadi puisi wajib.


Saat kita merangkai puisi
Usir sirna segala gengsi
Agar puisimu menampung misi
Jangan pernah berhenti beraksi
Pengalaman bukanlah hal basi
Ia bisa jadi bahan untuk diskusi.


Di sini kita tak perlu malu
Apalagi mikir negatif dan banyak halu
Puisi Telelet bisa menangkal pilu
Di tengah pandemi yang itu mulu
Terus berdoa pandemi berlalu.


Lewat tulisan kita bisa berbagi
Sambung silaturahmi terus bersinergi
Walau kita bukan ahli pedagogi
Puisi kita pasti membangkitkan energi.


Ini zaman mendekati akhir
Asma Allah harus tetap terukir
Jangan terlepas dari pola pikir.


 Genteng, 18 Juli 2021 (Saat WBINAR NASIONAL "MENGENAL PUISI TELELET")

Genre puisi yang digagas oleh Dr. Marjuki, M.Pd ini adalah luapan kegelisahan beliau atas berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Selain itu, puisi TELELET ini beliau sulut untuk menerangi ruang-ruang gelap dan menerobos jalan buntu di kelas-kelas belajar sastra khususnya puisi.


Salam kenal dariku, PUISI TELELET! Aku berjanji akan mengakrabi, mencintai, dan menjagamu hingga di ujung waktu.**

Trimakasih Ibu kanjeng yang sudah masukkan saya di group Belajar Puisi Telelet. trimakasih Ibu Tini Sumartini  yang  memberikan masukan-masukan, solusi dan aturan  berpuisi Telelet supaya benar, indah, dan enak dibaca.  Trimakasih bu Aam yang memotivasi jadi percaya diri dan semangat , trimakasih teman-teman semua penulis hebat  sudah memotivasi , salam  litarasi. 

#SemangatberlatihPuisiTeleletAsyik



KIDUNG PANDEMI

 


Oleh :  Ledwina Eti

 

Kenangan Indah tak bisa menolak lupa
Baik  kaya  raya maupun  miskin papa
Tak ada   beda saat pandemi menerpa
 
Hati ini terasa sesak,  pedih dan perih
Langkahku gontai dan tertatih-tatih
Jiwa raga rasa tak berdaya lelah dan letih
Tegarlah berjuang  walau tanpa pamrih
 
Hari demi hari kepala tunduk kutelusuri
Doa puji syukur kupanjatkan setiap hari
Mampu jadi berkat  dan pengabdian diri
Bisa bermanfaat, baik tenaga atau materi
Walau sedikit intinya iklas memberi
 
Kini dimana-mana  terjadi musibah
Kita  harus bertahan tak boleh pasrah
Walau  susah, sakit pantang menyerah
 Kuatkan dan tabah selesaikan masalah
Tak boleh ada iri, dengki  apalagi marah
Ini sebuah ujian hidup, sukseskanlah
 
Tuhan di Sorga adalah sumber harapan
Engkau pasti yang  akan mengusir kepahitan
Menghilangkan sugesti yang lekat di ingatan
Engkau  melatih tegar dalam hadapi cobaan
Agar kuat hadapi setiap derita dan tantangan
 
Sungguh!, Ku berharap secercah harapan
Hidup damai, tentram yang membahagiakan
Mari  jaga imun, taat prokes agar lulus ujian
Hidup sehat, jiwa kuat dan teguh dalam Iman
 
Oh pandemi..., pergilah! segeralah engkau berlari  
Agar hidupku tenang aman, damai seperti itu hari
Tersenyum, ceria, tertawa  dan wajah berseri-seri.

 

 

Waingapu , 24 Juli 2021

Rabu, 21 Juli 2021

JAMU PIPIS JATI KENDI

 

Oleh : Ledwina Eti Wuryani

 

Akhirilah setiap hari dengan pikiran yang positif. Tidak peduli  seberapa beratnya harimu, besok adalah kesempatan  baru yang membuat segalanya lebih baik.

 

Pertengahan juni  hingga tanggal 11 juli 2021 adalah kenaikan kelas TK,SD,SMP dan SLTA  untuk seluruh Indonesia. Para guru dan murid  libur sekolah. Sudah 3 tahun  lebih saya tidak mudik. Orang tua   sisa ibu  saja. Bapak sudah meninggal 12 tahun yang lalu. Hati begitu rindu  untuk  makan  sayur masakan ibu. Rindu sawahku, rindu  gudeg makanan kesukaanku. Hati ini  begitu  merindu  untuk  sekedar  napak tilas  masa kecilku dulu.

Masa indah  tinggal di kampung halaman  bersama  orang tua, dan adik-adiku. Duluuu....bercanda, saling mengganggu. Rindu untuk ke tempat kubur para leluhur yang kuyakini  dari doa untuk mereka  akan membawa berkah bagiku dan keluargaku.

Menyadari aku bukan orang mampu, aku rencana  naik kapal Egon bersama Marcel anakku yang pertama. Hati sudah berbunga-bunga membayangkan  rumah kelahiranku, tempat aku dibesarkan oleh orang tuaku. Aku  tinggal dirantau sudah lebih dari 30 tahun. Sebagai  guru surat  ijin sudah  kulayangkan kepada atasanku.  Dengan suka  cita  siap  melaju esok hari dengan kapal laut.  Syarat  sudah  terpenuhi, yaitu bukti vaksin  1 dan 2 sudah punya dan bukti PCR sudah siap.

Tas dan pembawaan sudah siap,  bekal  untuk makan  di kapal pun sudah dimasak. Perjalanan untuk 2 hari.  Sambal goreng kering kacang dan tempe campur ikan teri. Kesukaan anakku. Tak lupa ikan asin  produk Mangili pesanan  Anto anakku yang masih kuliah di Jogya.  Dengan  bekal semangat membara, kesehatan yang cukup, siap untuk berangkat esok pagi dini hari.

Tiba-tiba kubaca WA dari adikku yang di Jakarta, mengabarkan  Anto anakku terpapar corona. Begitu juga  Ibu,Dik Rudi  adikku yang bungsu, istri dan  Evan putra mereka. Ya Tuhan.  Hati ingin menjerit. Saat itu  saya memang dengar kabar kalau di provinsi Jawa Tengah orang yang terpapar paling tinggi. Zona merah parah. Orang-orang tidak  boleh keluar, yang meninggal banyak sekali.

Di desaku,  adikku bilang  mereka yang terpapar berjamaah. Kutanya, apa itu maksudnya. Jadi mereka  rame-rame kena  covid. Betapa  menyedihnya dengar kabar itu.  Akhirnya adik iparku, dik Ita  dari Jakarta  menyarankan aku tidak boleh  datang ke Jawa. Bahaya! Bagaimana aku bisa ke Jawa?. Jika  nekat artinya  menjerumuskan diri. Serumah 'utuh' ‘ semua positif. Anakku yang di Jogya juga positif. Aku datang, mungkinkah!.

Dengan  badan terasa lemas aku mengurungkan  untuk  mudik. Sedih  dengar cerita anakku,  dia kos sendirian, badannya panas, deman tinggi selama 4 hari. Makan tak  enak, tidur tidak bisa. Tenggorokan sakit sekali katanya. Jika menelan makananan juga sakit. Rasa  makanan semua hambar tak ada yang enak. Tambah  batuk-batuk  keluar dahak yang berwarna  coklat. Mamaa... dia  mengeluh padaku. Sebagai  mama  aku hanya bisa  menangis,  tak sanggup  menerima kenyataan yang ada.  Aku hanya  bisa menghibur, berdoa dan terus  berdoa,  semoga Tuhan Sudi mendengakan. Apa yang  harus kukatakan padanya, aku seperti orang linglung. Apalagi dengar kabar   teman  kuliah dari anakku meninggal. Hal itu menambah kesedihanku.  Pagi-pagi dia ke rumah sakit Bethesda.  Dengan badan lemah dia paksakan diri untuk  rapit test dengan ongkos Rp 900 rb.  Besar sekali,  jatah kiriman anak satu bulan. Tak apalah, kesehatan jauh  lebih penting,  kuhibur anakku.  Akhir Tante Ita yang  kirim uang . Syukurlah. Ya, untuk  meyakinkan sakitnya atas saran Devi keponakan yang dokter. Ternyata benar dia  postitif.

Untung ada adikku yang begitu perhatian padanya. Dik Rita dan di Ita adik iparku yang tinggal di jakarta adalah keluarga yang baik sekali. Merekalah yang  selalu mensuport. Mengirimkan obat, vitamin  dan berbagai hal  untuk kesembuhan Anto dan keluarga di Muntilan. Bahkan mereka membelikan obat cina yang mahal untuk semua. Aku hanya bisa pasrah walau hati selalu  merasa kawatir dan was was tiada henti. Apalagi kalau dengar  berita dan baca di medsos yang meninggal  semakin banyak setiap hari.

Corona menerjang  tak pandang bulu. Miskin kaya, tua muda,  apapun profesinya. Sediiih sekali.  Tak henti-hentinya saya berdoa dari NTT untuk keluarga yang di jawa. Tuhan,  mampukan  kami  menerima ujian besar ini. Benar-benar  kami  tak berdaya. Setiap hari kunyalakan  lilin, kudaraskan doa dengan tangis dan air mata. Di Kos  anak saya ‘sendirian’. Merasakan ganasnya serangan  corona .  Mau minta tolong siapa?. Badan deman, panas tinggi, semua dirasakan dan diatasi sendiri. Mau keluar tak berani. Ibu kos tak boleh tahu. Jika  ia  lapor  pastinya akan diusir dari kos, jangan sampai nanti menularkan yang lain. Akhirnya dia menahan sakitnya sendiri tanpa minta bantuan  orang-orang di sekitar.

Berbeda  cerita yang di rumah ibu.  Semua membuatnya sedih, Sedih sekali. Peristiwa ini  benar-benar membuat sesak di dada. Jantung bagai  terlepas dari tempatnya.  Belum suamiku tercinta sementara  sakit jantung  yang harusnya tak boleh  banyak berpikir. Tak boleh  stress. Tambah lagi  di Muntilan yang semuanya terpapar  harus isolasi mandiri. Mereka berkabung di rumah. Semuanya badan lemah,  panas tinggi,  batuk-batuk dan tak bisa beraktifitas.

Tapi beruntung yang di kampung.  Penduduk setempat yang tak terpapar  dengan suka rela mereka  mengirimkan  makan dan minun setiap hari. Sungguh berhati malaikat mereka itu. Saat  serumah tak berdaya karena terpapar, Tuhan mengutus  orang baik  di sekitar rumah untuk  memberi bantuan. Sebagai keluarga, kami dari jauh hanya bisa mengucapkan terimakasih  yang berlimpah-limpah .

Waktu terus berjalan. Hari-hari dilalui dengan kelam. Doa  selalu didaraskan di setiap kesempatan. Banyak orang sehat dengan caranya sendiri memberikan bantuannya.  Mengadakan menyemprotan. Mengirimkan disinfektan, memberi mi, telur dan banyak bantuan lain.  Trimakasih Tuhan  untuk tangan-tangan kasih Tuhan  yang rela mengulurkan tangannya untuk  yang menderita.

Lain lagi cerita adikku di jakarta. Dik Rita adikku yang kedua, 2 anaknya  adalah dokter lulusan UGM. Yang satu  baru selesai wisuda S.ked. dan yang satu  praktek di puskesmas Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Dokter Devi, cerita bahwa dia bersama rekan kerjanya juga positif. Begitu panik mamanya. Mereka yang selau memberi nasehat penguatan, penghiburan kepada orang lain termasuk  saudara di Muntilan dan Jogya, sekarang giliran dia sendiri yang  terpapar.

Sedih sekali dengarnya. Obat Cina yang  seperti diberikan Anto  anakku, ternyata  habis diperedaran. Padahal obat itu  yang meyakinkan untuk menyembuhkan. Mamanya cari-cari diberbagai  penawaran online, semuanya habis stok. Kami semua hanya  bisa  memberi penguatan dan  doa. Memotivasi supaya  jangan terlalu panik. Devi cerita bahwa setiap hari  5 orang yang meninggal, saya  agak takut juga, katanya. Kata dr Devi  yang  kelihatan pasrah tak berdaya.

Kemarin waktu dia belum kena, dia menasehati banyak hal. Mengirim obat-obatan, vitamin lewat goojek atau online. Nah!! Sekarang. Dia  harus berusaha  sendiri. Kasihan!. Semua  dalam kepanikan.

Kami 4 bersaudara, aku sebagai anak pertama 3 adikku di Jakarta. Berhubung bapak sudah  meninggal ibuku hanya sendirian, akhirnya adikku yang bungsu rela meninggalkan pekerjaannya  dari Waskita Karya demi ibu tercinta. Kami sudah berkeluarga dan sudah dikaruniai anak. Jika di absen satu persatu seiap kami  sudah dikunjungi/dirasuki  corona semua. Tak ada yang terlewatkan. Saya anakku yang bungsu. Adikku nomor dua yang terpapar adalah anaknya yang dokter. Adikku nomor 3 Seluruh anggota keluarganya. Begitu pula adikku bungsu, semua anggota dibabat habis tanpa ampun bahkan ibu yang  sudah ‘sepuh’ pun tak terlewatkan. Sedih sekali. Ini merupakan ujian Tuhan untuk kita masing-masing bisa refleksi. Peristiwa ini akan menjadi cerita sejarah keluarga yang tak lekang ditelan waktu. Anak cucu kita akan tahu cerita masa lalu nenek moyangnya.

Lucu saat adik di Jakarta awal terpapar. Mereka ada asisten rumah tangga, mbak Sri namanya. “mbak Sri kenapa 3 hari ini mbak Sri masak tak ada rasa? Kenapa hambar semua?. Dua hari pertama  mereka perasaan mau tanya mbak Sri tentang masakannya. Akhirnya mbak Sri menjawab bahwa kami selalu taruh bumbu seperti biasa. Nah, dari itu dia baru sadar untuk pergi PCR. Seluruh anggota keluarga PCR ke Rumah sakit, benar saja hasilnya positif. Hanya mbak Sri sang asisten yang negatif. Tindak lanjut  akhirnya Isoman dengan  selalu menerapkan 5M, minum vitamin dan rajin olah raga.

Kabar lagi mengejutkan, mama dari dik ita Positif Covid, karena komorbit beliau sampai tak sadarkan diri akhirnya langsung masuk ICU. Tiga hari kemudian meinggal. Sedih sekali. Kita semua masing-masing diuji dengan datasngnya pandemi ini. Belum  sembuh yang satu  terpapar lagi yang  lain. Tak  satupun yang  terlewatkan, kita bukan hanya jadi penonton, tapi  benar-benar kita menrasakan sakitnya. Merasakan penderitaannya. Tangisan dimana-mana , termasuk di dalam rumah saya sendiri.

WA muncul lagi dari grup keluarga kandung. Mas Joko beliau Direktur Bank Parama Muntilan. Anak pakde ( kakaknya bapak: red), rumahnya gandeng dengan rumah kami di Jawa.    Tiga minggu tak pernah dengar kabarnya ternyata beliau juga positif covid-19 hingga badan turun 14 kg. Saat ini masih kritis.  Kami turut sedih merasakan  penderitaanya. Kami hanya bisa berdoa dari jauh dan erus memohon kepadaNya. Mas Joko baik sekali, beliau donatur gereja kami. Walaupun beliau bos tapi rendah hati. Semoga Tuhan menjamah dia, memberikan obat penawarnya agar pulih dan bisa beraktifitas lagi seperti biasa.

Baru mau rencana menutup cerita ini di kotaku tiba-tiba dihebohkan dengan berita. Bapak Camat kota Waingapu yang masih aktif meninggal mendadak. Dia kakak ipar dari teman dekatku. Sebenarnya saya tak pantas  menyampaikan ini. Tapi diberita ini santer baik lisan dari mulut ke mulut  maupun  di medsos. Di Fb pun berita begitu menggemparkan. Sedih sekali. Kasihan keluarga yang ditinggalkan. Sebenarnya rahasia, tapi.....

Tanggal 20 Mei Ibu Mertin , istri dari camat kota meninggal  karena covid-19. Ceritanya sedih. Suami yang seorang pejabat dengan setia  selalu menemani sejak  sakit hingga meninggal dunia. Setelah Istri meninggal mungkin beliau depresi, sakit dan  sesak nafas hingga tidak pernah bisa tidur sampai hari ini beliau meninggal , 20 Juli 2021. Dua bulan pas.  Betapa menderitanya dan sengsaranya. Mungkin Karena tak tahan dengan penderitaan yang dialami akhirnya beliau mengakhiri hidupnya mengambil jalan pintas  (gantung diri) di rumah orang tua. Sebagai pak Camat kota aktif, berita itu benar-benar menghebohkan.

Ternyata sebelum meninggal masih meninggalkan surat yang isinya adalah permohonan maaf kepada atasan (Pak Bupati, Wakil bupati dan pak Setda) atas tindakannya dan meminta supaya Kepolisian setempat jangan mengotopsi. Ini perbuatan murni dari pribadi karena tidak sanggup  dengan penderitaan yang dialaminya. Sedih. Selamat jalan Pak Camat, semoga Tuhan mengampuni segala dosa. Tuhan menerima di Sorga bersama para Kudus.  Kini  si kecil Varel dan  Vanya yang sekarang yatim piatu serta keluarga besar diberikan kekuatan, ketabahan dan penghiburan OlehNya. Salam dan Doa kami selalu menyertai.

Dunia memang saat ini sedang berduka. Kematian dimana-mana. Kita pun harus siap.  Menunggu giliran kapan Tuhan memanggil kita. Untuk menghilangkan  beban memberatkan hati ini.  Ingin rasanya  melepaskan semua hal yang ada. Menjerit keras di  padang  luas untuk  melepaskan  rasa sesak di dada. Kami berdua, Saya dan suami (sedang sakit) pergi ke Dermaga. Tempat indah mempesona. Luas, sepi  hanya  terlihat  kapal bersandar yang penghuninya semua di dalam.  Di NTT, khususnya di Waingapu Dermaga lama rame hanya saat ada kapal yang menurunkan barang. Hari-hari bisa selalu lengang. Sunyi dan sepi. Begitupun  tempat-tempat wisata lainnya. Tidak seperti di Jawa atau tempat lain, tempat wisata selalu rame dikunjungi orang.

Di kotaku dan tempat wisata kabupten Sumba Timur walau tidak ada corona tetap saja sepi. Suatu saat  orang tuaku dari jawa  datang ke rumahku di Waingapu. Ibu dan bapakku, kami  ajak pesiar-pesiar di tempat yang indah selalu bilang, “Heh!, mana temannya”. Hehe, saya  hanya senyum-senyum. Begitulah. Penduduk kan tidak sebanyak di Jawa. Pesiar itu  belum  merupakan sebuah kebutuhan .

Saat kami di dermaga saya melihat sepasang lansia yang sedang jalan-jalan disitu, wajahnya tak mengguratkan ketuaan,  kelihatannya begitu mesra dan bahagia. Wajah selalu dihiasi dengan senyuman manisnya.

Saya penasaran dengan mereka, akhirnya saya mendekati. Saya sok akrab dengan mereka. Kulemparkan senyum manisku dan saya bertanya. Selamat sore ibunda. Akhirnya  pasutri tersebut  berhenti. Begitu baik  mereka menjawab sapaan saya.  Haloo... setelah sedikit  basa basi  akhirnya  masuk kepembicaraan.

Hehehe... maaf mama,  saya begitu terkagum-kagun dengan bapa dan mama. Dari tadi  saya perhatikan. Bapak mama begitu  mesra  dan kelihatan  bahagia.  Saya iri ma!  Boleh dong bagi resepnya. Ah!  Nona, ini!.  Jawab  mama  tersipu. Dikira  saya nona, padahal  2 anakku sudah  lulus kuliah. Hehe..aku berbalik malu.

Akhir  mama tarik tanganku untuk duduk di bibir pantai dermaga. Beliau menyuruh bapak  untuk istirahat dulu. Beliau  cerita  untuk mengisi pensiun, kami biasa jalan-jalan disini, kata mama. Asyik,  sepi pula membuat hati nyaman. Menurut cerita mama,  bapak  yang sudah 17 tahun pensiun dan mama sudah 8 tahun yang lalu.

“Apa resep  selalu bahagia, mama ?”.tanyaku penuh penasaran.  Itu!, “Ah, tidak ada resep khusus  hanya kami rajin minum  Jamu pipis jati  kendi. Kaget aku mendengarnya. Apa ma!! Aku menanyakan ulang. Jamu Pipis jati kendi artinya Jaga mulut, Perhatikan imun kita pasrah, iklas dan jangan lupa selalu senyum tambah jaga hati dan ingat kendalikan diri. Ooo..... kudengar sambil aku mengangguk-angguk  tanda mengerti.

Duh, begitu manis mama dan bapa punya pasion hidup. Pantas saja  mereka rukun-rukun dan kelihatan begitu bahagia. Asyik e. Semoga  kita  bisa  seperti mereka. Benar! Hidup harus kita jalani dengan  selalu menjaga mulut untuk tidak mengeluarkan  kata-kata yang tidak menyakitkan hati orang lain. Jangan lupa  kata maaf, minta tolong dan permisi, supaya kita  dihargai. Mulut  juga  jangan dipakai makan kekenyangan  atau makan sembarang.

Jaga hati  artinya isilah  hati ini dengan hal-hal yang baik, positif dan  selalu bersyukur  atas  anugerah Tuhan dengan apa yang ada. Tak usah iri dengan kepunyaan orang lain. Kendalikan diri untuk hal-hal yang tidak penting. Hidup  secara normal. Istirahat yang cukup, jangan lupa  berolah raga, bersantai dan  kendalikan emosi. Semua ini gratis, tak ada yang dibeli, kata mama  sambil menepuk  lengan saya.

Hehe....benar juga, Aku mengangguk-angguk  tanda setuju apa kata  mama. Bapak  yang duduk  disamping  turut  tersenyum  sambil memperhatikan pembicaraan kami. Trimakasih mama nasehatnya  saya akan terapkan ini  untuk saya dan suami.  Salam Sehat ma, pak   semoga corona cepat berlalu. Iya, Jeng,  kata mama  sambil meninggalkan saya.

 

#IngatmarikitaminumJamupipisjatikendi 

(jaga mulut, perhatian Imun, Pasrah, iklas, senyum, jaga hati dan kendalikan diri) 

 

 


  “Ledwina Eti adalah nama facebook dan IG,  nama lengkap Ledwina Eti Wuryani, SPd. Lahir di Magelang, pada tanggal 14 April 1966. Mengajar di SMA Negeri 2 Waingapu. Buku antologi dan solo ber-ISBN yang sudah terbit  adalah Untaian Pelangi Nusantara, Menuai Berkah Bertaut Aksara ,Kidung Rindu, Refleksi dan Resolusi Saat Pandemi, Dermaga Hati dll  . Buku Solo, Kumpulan cerpen “Mengungkap Rahasia”, “Goresan Pena Mengukir Prestasi”, Aku Bangga Jadi Penulis”, Trik Jitu Jadi Penulis masa Kini” Penulis tinggal  di  Jl Trikora RT/RW: 010 / 003 Kel. Hambala, Waingapu, Sumba Timur. NTT email, ledwinaetiwuryani@gmail.com. No HP / WA 085 230 708 285.

 

 

 

Selasa, 20 Juli 2021

Cerpen: CV. Cahaya Pelangi Media

 


Tema : Love Yourself (mencintai Diri Sendiri)

 

Rembulan Tenggelam di Wajahku

 

Saya yakin, Kita semua pernah menemui titik terendah dalam hidup kita dan

‘berhasil’ melewatinya.     ‘hebat! .

 

Peristiwa itu. Oh Tuhan!.Rintihku  dalam hati. Tak terasa  sesak sekali  hatiku, jika ingat saat itu....

Saat ini umurku jalan 22 tahun. Tak lama lagi aku wisuda.  Oktober ini janjiku pada orang tuaku karena mereka sudah tanya-tanya terus kapan aku wisuda.  Kasihan juga mereka sudah  mengeluarkan  uang untuk biaya kuliahku dengan susah payah  dan  keringat darah mencari uang. Saya bukan dari keluarga yang kaya. Kini kuliah di Jogya,   ingin aku  membuat orang tuaku bangga padaku.

Tok! Tok!!  Bunyi  suara  pintu kosku di ketuk seseorang . Ku buka pintu,  eh!! ternyata  tante Fanie  yang dari Jakarta datang.  Kaget aku. Aku begitu semangat,  tante ini paling sayang sama aku.  Setiap  ada ivent-ivent penting  aku biasa diajak. Tante kerja di bank dunia, orangnya baik hati sekali, royal dan familiar, mungkin karena  tante tidak punya anak laki-laki. Kalau tante minta bantuan pastilah ke aku.

Tante datang  mau minta tolong  antar  barang kos milik Reni  putri sulungnya yang kuliah di Atma. Barang-barang yang kos supaya diungsikan ke rumah eyang  (panggilan nenekku: Red). Sudah setahun lebih  kuliah daring,  gegara  ada barangnya di kos harus rutin mbayar. Kan rugi tuh. Orangnya ada di  Jakarta terus, hanya barang  saja yang kos tapi mbayarnya  1,5 juta per bulan. Wow!! Apalagi kalau orang seperti aku....kirimanku saja tak sampai sejuta sebulan. Harus cukup dan tak boleh mengeluh!.

Akupun dengan suka cita memenuhi permintaanya. Seperti biasa, pasti tante traktir  makanan yang enak-enak di restourant. Maklumlah anak kos, tak pernah makan enak. Hanya langganan warung borju harga Rp10 ribuan setiap kali makan. Itupun Supaya irit aku target makan  hanya 2x sehari. Wah kalau 3x aku bisa tekor uang kiriman ortu.

Tante memberiku uang untuk sewa pic-up.  Bersyukur biar aku miskin pernah diajari nyetir sama tetanggaku yang baik.  Dengan pic-up yang kusewa Rp 200 ribu akhirnya kami tancap...!!,  bertiga, aku ,tante dan Reni. Benar kan! Tante ajak kami  makan di Restourant mewah, makanan lezat  dan  bisa berselfi ria. Jadi Kenangan.

Selesai makan, saya siap  melaksanakan tugas bawa barang-barang. Kami menuju  rumah Eyang  di Dukuhan, kampung  tanah kelahiran mamaku.

Sampai di rumah Eyang, jamuan makan malampun disajikan. Biasa, Eyang kalau cucunya muncul tak tanggung-tanggung menjamu kami, selalu menyediakan makanan yang ‘super’ enak. Sebagai anak  kos aku tak  akan melewatkan kesempatan itu. Ayam panggang coi!!  “Ayo  cucu...makan makan!!”, suara eyang  mempersilahkan kami. Kamipun  serbu makanan lezat itu  sampai  ludes! des!. Begitu bahagianya Eyang  lihat kami lahap makan. Eyang  sangat  tahu  kami ‘anak kos’ penuh keprihatinan tak pernah makan enak,. Wkwkw..

Seperti biasa  habis makan,   aku biasa  mbantu tante Anna,  istri Om Nandang  cuci piring.  Kebetulan mbak Menuk, pembantu mereka  pulang kampung karena simboknya sakit.

Kulihat Vino, anak tunggal om yang menggemaskan  selalu manja padaku. Setiap  aku duduk pasti dia ngelendot  atau minta pangku ke aku.

Barang-barangnya Reni   sudah turunkan di rumah eyang....makan sudah selesai, tibalah  saatnya kami pamit pulang ke Jogya. Sampai di Jogya kuantar tante dikosnya Reni, aku  mengembalikan pic-up sewaan dan langsung pulang ke kosku.

Sampai di kamar kos badanku kok terasa  lemas...tiba-tiba badanku panas tinggi. Kepala thiung-thiung, macam mau pecah. Tuhan,  ada apaan ini!!. Seumur  hidup aku belum pernah  merasakan sakit  seperti begini. Aku takut sekali!! Aku mulai panik.  Aku berusaha tenang.  Tenggorokanku mulai terasa sakit. Dag dig dug  dadaku bergetar kencang! Aku jadi ingat...... jangan-jangan aku  terserang covid-19!!.

Kok, yang kurasakan  tanda-tandanya seperti yang  kulihat/kubaca di medsos yang terpapar covid ganas Delta vaian.  Kuambil bawang merah, kuiris lalu kucium....,ternyata  tak bisa kurasakan  aromanya. Kuambil kaos kaki dalam sepatu yang kupakai tadi...ternyata aku tak merasakan bau... aku mulai gelisah, dan takut.  Jangan jangan....... aku kena covid?

Rasa hati karuan. Jantungpun terus bergedup kencang. Kupikir-pikir sejenak dalam keadaan panik! Aku  jadi ingat,  O Iya!!  Tante Anna positif. Tapi saya tidak salaman tadi, batinku. Saya juga tetap pakai masker......jangan-jangan....Tuhan!!,  ahh!! saya  tak berani curiga.

Getaran jatung semakin kencang  diikuti  badan kok tambah panas.  Aku batuk, tenggorokan terasa sakit, dahak yang kukeluarkan  warna coklat!! Ada juga tetesan darah jatuh dari hidungku. Aku  tak sadar apa yang akan terjadi pada diriku.  Hampir copot jantungku. Nafasku semakin sesak malam itu. Aku tak berdaya, aku  mau minta tolong sama siapa?????

 Kosku berderet empat kamar ...sepi sekali karena mereka  semua mudik. Jadi aku sendirian. Ya aku sendirian!! Hanya ditemari suara kodok di sawah, gesekan bambu diterpa angin dan hembusan udara malam .

Tuhan!!!!  “Kuatkan aku!”, rintihku dalam hati.   Aku  terus  berdoa dan hanya bisa berdoa.   Semoga  aku  bisa kuat  menjalani sakit dan penderitaanku ini. Dengan menahan rasa sakit yang amat hebat aku tak bisa tidur, badanku lemas, deman, panas rasanya tubuh ini, perut perih sekali. Lengkaplah penderitaanku. Mau lari ke rumah sakit suasana  malam mencekam.  Aku tak berdaya.  Semoga ini  bukan malam yang terakhir bagiku.

Dalam kepanikan aku mencoba keluar......menatap jam menunjukkan jam 00.23 WIB. Suasana sepi menambah bulu kudukku berdiri. Kebetulan  dibelakang  kamar kosku adalah kuburan. Di perkampungan pula. Sunyi sepi. Maklum anak rantau  cari kos yang murah dan sepi. Selain  tak memberatkan ortuku yang  penghasilannya pas-pasan dengan harapan bisa belajar dengan baik di lingkungan yang sepi.  Angin  berhembus sepoi-sepoi. Menyusup hingga ke nadi. Aku  duduk di teras kos seraya merenungi nasibku dan menahan sakitku. Aku tak berani cerita karena takut diusir pemilik kos.

 Ditemani nyamuk yang sesekali menggigitku. Aku tak bisa tidur semalaman, sambil menahan sakit kepalaku dan batuk yang terus tak henti.   Mencoba kutahan.......sampai akhirnya kudengar suara  mesjid adzan  subuh dari kejauhan... kulihat HP ternyata sudah jam 03.43 WIB.

Hari ini jadwalku  harus ke rumah sakit Betheda...sendiri, ku stater motorku  untuk swab, mbayar Rp250ribu. Aduh!! Mahal sekali, uang makanku seminggu lebih!! Tak apalah,  demi sebuah kesehatan. Gegub jantung, rasa was was dan takut  bersamaan menunggu  hasil swab. Tak lama kemudian perawat  membawa hasilnya. .......ternyata, benar aku positif!!! “Delta Varian” virus terbaru yang ganas  dan sedang  menggila.

Kepala terasa disambar petir.  Aku hampir  pinsan mendengar  berita itu. Untung Tuhan menguatkanku.  Dari    62  yang swab disitu,  hanya ada 3 orang  yang  positif.  Termasuk aku!. Sedih, perih,  sakit, lunglai  rasanya . Aku diberi obat, mungkin vitamin ya. Disuruh  minum setiap hari. Perawat  pesan supaya,  ingat prokes ketat, olah raga, berjemur setiap jam 09.00 WIB   dan  jangan lupa olah raga. Dengan langkah gontai  aku meninggalkan rumah sakit.

Aku  tak bisa berkata-kata. Aku mau  curhat sama siapa. Kalau aku  cerita di ibu kos bisa saja aku diusir dari kos. Tak terasa airmata menetes dipipiku, terasa sesak didadaku. Aku tak berani memberitahu orang tuaku di NTT. Aku takut mereka  sedih dan panik.

Hari demi hari  kujalani selama pesakitan ini.  Kemarin ada temanku meninggal di kampus, padahal awalnya dia  sehat-sehat.  Di Jogya Zona merah, menurut berita  akan segera lookdown. Aku jadi  kepikiran dengan nasib diriku. Sakitku belum juga berkurang.  Selain panas, tenggorokanku  sakit sekali, kumasuki  makanan dengan paksa masih  teramat sakit.

Jantungku ini deg degan kencang terus, aku selalu tersugesti  dengan kematian.  Aku hanya bisa  terus berdoa dan  tak henti. Tuhaaannnnn.......bantu  hambamu. Sembuhkanlah aku. Airmata deras  selalu membasahi pipiku.  Aku tak berdaya.  Aku hampir  putus asa.

Akhirnya terpaksa aku cerita keadaanku ke Tante Fanie tentang keadaanku......... Kurasakan, ada perasaan bersalah dihati tante.  Akhirnya  tante Fanie  mengirimkan aku obat Cina ‘Lian Hua’ namanya. Pasti itu mahal harganya. Harus diminum  3 x 4 butir sehari selama 9 hari. Obatnya gede-gede pula.  Demi kesembuhan aku mulai minum. Tante terus cek teang  keberadaanku.

Inilah aku. Saatnya aku berjuang untuk diriku.  Aku harus kuat. Aku  sayang  pada diriku. Segala cara  halal harus aku taklukkan demi kesehatanku. “pasti bisa!. Ya pasti Bisa.  “Tuhaannnnn....dengarkan aku!”,  pintaku pada Tuhan  mohon belas kasihan.  Tak akan sedetikpun  aku meninggalkan Tuhan Kudaraskan  doaku terus menerus.

Aku ingin  hidup!. Aku  tak boleh gampang menyerah! Aku  tak ingin orang tua dan keluargaku  sedih mendengar  fakta yang kurasakan.

Tenggorokan  sakit sekali kalau menelan, tapi  terus  kupaksakan diri untuk makan dan  minum air panas. Dengan keringat dingin terus kumasukkan nasi kemulutkan  demi keselamatanku. Aku tak boleh  cengeng. Harus kuat, harus semangat!

Tiba-tiba  bapa, mama  telpon, pasti ini tante yang memberitahukan tentang aku. Aku berusaha tenang,  aku menutupi sakitku yang sebenarnya.  Seolah-olah aku baik-baik saja. Tentunya agar  ortu tetap tenang. Hanya  aku berharap semoga Bos tidak  tanya  laporan dan Tugas akhirku.

Hari ini adalah hari  ke-8, kisah penderitaanku.  Masa Isoman 14 hari, terasa lamaaaa.....sekali. Sebenarnya aku hampir tak tahan dengan sakitku,  aku tak sanggup lagi  menanggung  penderitaan ini. Aku ingin berontak! kesaalllll!!! Tapi sama  siapa??? Tuhan  tak akan mencobai  umatnya melebihi kemampuannya.  Aku yakin dan percaya!.  Kata-kata itu yang selalu menguatkan perasaanku.

Puji Tuhan, dengan  penghiburan dari orang-orang terdekat. Dengan doa. Akhirnya sakitku mulai berangsur sembuh. Tuhan selalu menjagaku, mendampingiku dan masih memberiku  kesempatan  padaku untuk melanjutkan ziarah kehidupanku.

Trimakasih untuk pengalaman ini, Aku  bisa lebih semakin menghargai kesehatan. Menghargai kehidupan. Membuat aku menjadi dewasa dan terus bersyukur kepadaNya.

 

 

 

 

  “Ledwina Eti adalah nama facebook dan IG,  nama lengkap Ledwina Eti Wuryani, SPd. Lahir di Magelang, pada tanggal 14 April 1966. Mengajar di SMA Negeri 2 Waingapu. Buku antologi dan solo ber-ISBN yang sudah terbit  adalah Untaian Pelangi Nusantara, Menuai Berkah Bertaut Aksara ,Kidung Rindu, Refleksi dan Resolusi Saat Pandemi, Dermaga Hati dll  . Buku Solo, Kumpulan cerpen “Mengungkap Rahasia” Penulis tinggal  di  Jl Trikora RT/RW: 010 / 003 Kel. Hambala, Waingapu, Sumba Timur. NTT email, ledwinaetiwuryani@gmail.com. No HP / WA 085 230 708 285.

 

 

Menulis untuk Menyiapkan Generasi Literasi Masa Depan

   RUANGMENULIS    4 SEPTEMBER 2022  3 MIN READ   Oleh: Eli Halimah “ The youth today are the leader tomorrow” Ungkapan di atas artinya, “Pe...