Oleh : Helwiyah
Pagi itu, turun dari angkot aku
berjalan cepat menuju apartemen
tempat tinggal kami. Kujinjing tas belanja berisi sayur dan buah buahan
belanjaanku dari pasar. Terdengar suara sirine alarm kebakaran dari
kejauhan. Semakin cepat langkahku menuju
rumah. Ada apakah gerangan , dimanakah terjadi kebakaran? Memasuki halaman
rumah susun terlihat sepi, apakah semua aorang mengungsi karena kebakaran?
Bagaimana dengan anak dan istriku di
lantai 15, yang baru kemarin pulang dari rumah sakit karena
melahirkan ?
Berlari
aku menuju lobby dan lift apartemenku, ternyata mati. Mungkin sengaja
dimatikan karena kebakaran, raungan suara sirine kebakaran makin ramai.
Terpaksa aku menapaki tangga darurat menuju lantai 15 sambil terengah engah. Terbayang kepanikan
istriku dan bayinya. Mengapa tak kutemui penghuni apartemen yang lain ?
apakah hanya aku seorang yang belum
mengungsi?
Sesampainya di ruang apartemenku, segera
kukemas barang barang seperlunya. Kujelaskan
pada istriku bahwa kami harus
segera berkemas untuk mengungsi keluar apartemen. Tangan kiriku menggendong bayi, bahuku memanggul tas pakaian dan perlengkapan
bayi serta tangan kananku menuntun istriku sambil melangkah pelan. Masih menggunakan tangga darurat untuk turun,
tiba pada tangga ke 5 aku bertemu dengan seorang pria berjalan tenang .
“ Pak ,
dimanakah ada kebakaran, dari tadi sirine berbunyi terus?” tanyaku pada
pria itu
“Oooh…… itu sedang ada simulasi evakuasi kebakaran,bukankah 2 hari
lalu sudah diumumkan pada semua penghuni apartemen?”,jawabnya tenang sambil
tersenyum.
Ya Allah……aku 3 hari di rumah sakit
mendampingi istriku dalam proses
melahirkan, hingga tak tak tahu info itu. Lemas terasa seluruh tubuhku , pucat
pula wajah istriku.
NENEK AMINAH
Oleh : Helwiyah
Nenek
Aminah , ibunda dari Bu Ani temanku ,terbaring lemah di atas kasur yang rapi
beralas perlak bayi. Wajahnya masih
menyiratkan sisa kecantikan masa mudanya. Berkulit kuning langsat , berhidung
mancung bangir dan tulang pipi yang masih menonjol Di usia beliau yang sudah 95
tahun, ingatan, ucapan serta pandangan beliau masih bagus. Berbaju daster dengan kain menutup bagian
pinggang hingga ujung kaki, Nenek tersenyum manis menyambut kami yang
menjenguknya.
“Assalamu alaikum nek, apa kabar?”,sapa
kami .
“ Waalaikum salam…… baik, mari duduk nak,
anak darimana?” tanyanya dalam nada lembut dan jelas terdengar.
“ Kami teman mengajar Bu Ani nek, “
Setelah berbincang bincang dengan Nenek yang masih bisa
bercanda, beliau menunjuk bingkai foto yang tergantung di kamar itu.
“ Itu adik nenek , “
“ Cantik
mana nenek, ma adik nenek?”, tanya Bu Ani anak beliau.
“ Biar orang lain yang menilai, bukan diri
kita,” masya allah , kami kagum dengan
jawaban beliau.
“Sekarang Nenek cuma bisa tiduran saja….
kaki nenek sudah dipotong satu ini, “ sambil membuka kain penutup kaki kirinya.
“ Dulu nenek kecelakaan, jadi dipotong kakinya”, dengan nada tenang nenek
menjelaskan.
Bu Ani menceritakan ihwal kaki kiri nenek yang terpaksa harus dipotong
karena kecelakaan mobil yang menimpa nek Aminah 23 tahun yang lalu.
Hari itu, adik nenek satu satunya kepengen
makan belut masakan kakaknya. Dengan
semangat nek Aminah sejak subuh sudah ke pasar untuk membeli belut pesanan
adiknya, padahal saat itu usia nenek sudah 76 tahun. Jam 6 beliau berangkat
menuju rumah adiknya dengan kendaraan umum. Saat turun kendaraan dan hendak
menyeberang , tiba tiba mobil box melaju kencang, si nenek terkejut dan
tak sempat menyeberang sempurna,
“ Awas nek….!” teriak sang sopir yang tak
sempat menghindar, hingga kaki kiri Nek
Aminah tergilas roda mobil box. Beruntung si sopir berhenti dan membawa nek
Aminah ke rumah sakir bersama polisi. Karena kondisi kaki nek Aminah yang
terluka parah dan patah , dengan terpaksa harus dipotong hingga lutut, beberapa
tahun harus menggunakan alat bantu
untuk berjalan.
KULEPAS DENGAN IKHLAS
Oleh : Helwiyah
Dua
hari sesudah acara khitanan anak
ke dua kami, Suami mengajak ayah dan ibu
mertuaku untuk therapi alternatif duduk di kursi dengan getaran arus listrik .
Menaiki taksi ber empat kami berangkat menuju wilayah Jakarta Timur. Setelah antrian tibalah giliran kami untuk
therapi . Kami duduk di kursi yang sudah dialiri aliran listrik yang menjalar
melalui bagian bagian kursi , terasa hangat dan
bergerak memijat bagian badan,
kaki dan tangan kami.
Selesai therapi badan , kaki dan tangan
kami terasa ringan dan nyaman. Ayah dan ibu mertuaku sudah yang ke tiga kalinya
kemari, sedangkan aku ini baru yang pertama kali. Kami pun pulang dan mampir
makan soto daging warung pak De
langganan suamiku.
Beberapa hari sesudah therapi itu,
aku baru sadar bahwa sudah terlewat
haidku beberapa hari. . Kuperiksakan ke bidan dekat rumah, ternyata aku sudah mengandung 5 minggu. Setelah 8
minggu kuperiksa kembali ke bidan, kulakukan USG . Dengan wajah cemas bu bidan
menjelaskan bahwa janinku tidak berkembang. 10 minggu aku kembali melakukan
USG, Bu bidan mengatakan bahwa janinku sudah hancur tidak berbentuk. Beliau menanyakan
, “ Coba ibu ingat ingat , apa yang ibu lakukan 2 bulan lalu?”.
Baru kuteringat therapi listrik yang
kulakukan bersama mertuaku. Ternyata alat itu tidak diperbolehkan bagi wanita
hamil. Karena kecerobohanku, harus kulepaskan calon bayiku dengan iklas .
LUCUNYA ANAK ANAK
Oleh : Helwiyah
Pagi itu suasana
kelas terasa ramai, Lepas jam pelajaran
olah raga, seluruh siswa kelas 1 SDN
Duren Sawit masuk kembali ke
kelas dengan kaos olahraga penuh
keringat dan wajah memerah karena cuaca panas dan lelah.
“ Ibu….. aku mau
ganti baju disini yha?, “ teriak Azril sambil menunjuk tempat duduknya.
“ Ganti baju
olahraga laki laki di toilet laki laki,
yang perempuan di toilet perempuan yha, bergantian tiap 3 orang,” kujelaskan
untuk semua siswa.
Selesai berganti
baju seragam dan istirahat sebentar untuk minum dan makan bekal dari rumah,
anak anak pun kembali duduk tertib di tempat duduk masing masing.
“ Anak-anak hebat,
apakah sudah siap belajar ?”,
“ siap bu guru…….
“, teriak mereka serentak
Lalu mulailah materi pelajaran dari buku tema kusampaikan dengan diselingi tanya jawab dan cerita-cerita yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Hingga tiba harus melakukan evaluasi
dengan latihan soal menulis.
Seperti biasa,
Azriel, Rafi, dan Satria spontan maju ke depan kelas sambil membawa buku tulis
dan pensil masing masing, Lalu menulis di meja guru.
“ Lho….. kenapa
menulis di meja bu guru, khan kalian punya meja masing masing ?”
“ Tidak keliatan
bu tulisan di papan tulis, “ jawab Satria.
“Masa’ , khan Azriel, Rafi dan Satria sudah duduk di kursi paling depan” , tanyaku heran
“ Emang gak boleh
ya bu, aku nulis di meja bu guru?, biar gampang nanya jawabannya”, tukas Azril.
“ Nah, ibu
bertanya kalian yang jawab, kenapa jawabannya tanya ke ibu?”
“ khan ibu yang
bikin soal, ibu sudah tahu belum jawabannya?’, tanya Azril lagi
“ ya tahu lah”,
“Terus kenapa ibu
tanya aku kalo ibu sudah tahu jawabannya?”
Ampun deh anak
satu ini, selalu ada saja protesnya.
Minggu lalu , saat
pelajaran menggambar burung , aku contohkan di papan tulis.
Walau tak pandai
menggambar aku coba mencontoh dari buku.
“ Kalian nanti
gambar burungnya yang bagus yha!”
“ wah….. itu
gambar ibu aja contohnya tidak
bagus”. Lagi-lagi si Azril protes.
Wah iya ya……. lain
kali contohnya dari buku saja lah , tak perlu kucontohkan sendiri karena aku tak pandai menggambar.
Profil Penulis
Helwiyah,
S.Pd , M.M lahir di Jakarta , 10 Desember 1971. Putri ke 4 dari H Fadlullah dan Hj Rohainah. Saat ini sebagai
guru SDN Duren Sawit 14 Pagi Jakarta
Timur sejak september
2017..Menyelesaikan Program S2 di Pasca sarjana Uhamka tahun 2015 pada jurusan
Magister Manajemen dan menyelesaikan Jurusan
PGSD Uhamka pada tahun 2019. Penulis di kanal pendidikan Indonesiana .id
dan Kanal Fiksiana Kompasiana.com. .
Bu Ewi
dapat dihubungi di No WA 0857 8055 1722,Email : helwiyah.smkm7@gmail.com
Blog :
Notesewi. Blogspot. ComAlamat akun : https://www.kompasiana.com/helwiyahewi4859
.kata bijaknya
adalah “ Lakukan Yang Terbaik Untuk
Mendapat Yang Terbaik “