Selasa, 29 Maret 2022

Ada 4 langkah dalam menulis (1)

 Oleh : Asep Maulana

Hendaknya berbekal ilmu terlebih dahulu sebelum menulis. Kesulitan yang dialami oleh para pemula adalah karena minimnya ilmu” –Asep Maulana, 2022.

.

Keinginan menulis mulai muncul ketika saya  bersekolah di jenjang Sekolah Menengah Pertama. Tepatnya ketika saya baru mengenal mading (majalah dinding) sekolah. Karena madingnya persis di balik tembok sisi kanan kelas saya, pastinya sering terlewati dan saya mampir untuk membacanya.

Jadilah saya termasuk orang yang sering membaca berbagai tulisan di mading itu. Ada puisi, humor, cerita bergambar dan lain-lain. Melihat tulisan salah satu teman saya dimuat di mading, muncul ide dan keinginan saya untuk menulis. Saya pun ingin nama dan karya saya terpampang di mading tersebut.

Pengalaman Saya dalam Menulis

Saat itu saya berpikir bahwa mengarang atau menulis itu hal yang sulit” –Asep Maulana, 2022.

Di sini sedikitnya ada dua momen ketika keinginan dan usaha saya untuk menulis. Bahwa dulu saya pernah menulis meskipun sangat sederhana sekali. Dan ternyata keinginan menulis itu muncul kembali saat ini.

Pertama, waktu itu saya coba menulis puisi humor tentang ‘angin’ dengan niat saya kirim supaya dimuat di mading sekolah. Namun karena kurang pede sehingga sy tak pernah mengirimkan  naskah tersebut. Hanya ada sebagian kalimatnya yang masih saya ingat sampai sekarang. 

Kedua, saat di SMA pun demikian, saya lumayan sering membaca berbagai tulisan di majalah dinding. Sampai-sampai saya sempat mengikuti episode puisi-puisi cinta kakak kelas saya tentang sang guru. Ternyata gayung bersambut, sampai setelah ia lulus sekolah akhirnya menuju pelaminan dengan pujaaannya. Benar-benar happy ending. It’s  real!

Saya pun termotivasi menulis puisi waktu itu. Dan kali ini saya coba mengirimkan naskah puisi saya itu. Namun karya saya tidak pernah muncul di mading. Saya tidak tahu mengapa? Mungkin tidak memenuhi kualifikasi.

Saya teringat, waktu itu ramai digandrungi kawula muda novel remaja ‘si Lupus’ karya Hilman Hariwijaya, yang kemudian difilmkan. Saya pun sempat terinspirasi untuk membuat cerpen model-model si Lupus itu. Akhirnya, saya sempat menulis cerpen lucu. Ini hasil imajinasi sendiri dengan tokoh saya sendiri dan dua orang teman. Benar-benar pendek ceritanya.

Itupun akhirnya kandas, hanya sebatas di buku saja. Entah di mana naskah itu sekarang, tetapi ide cerita masih saya ingat. Tidak ada kelanjutannya, seolah-olah seperti kehabisan ide dan bingung mau bagaimana. Saat itu saya berpikir bahwa mengarang atau menulis itu hal yang sulit.

Kesulitan menulis itu benar-benar saya rasakan, khususnya saat ada tugas atau ujian mengarang pelajaran Bahasa Indonesia. Sehingga untuk merangkai kata menjadi kalimat dan kalimat menjadi sebuah paragraf, kemudian menghasilkan tulisan yang panjang dan utuh, bagi saya saat itu rasanya berat sekali.

Jadi, dari pengalaman di atas, ada beberapa pelajaran berharga bagi saya. Di antaranya adalah:

  • Besarnya minat baca dan adanya keinginan untuk menulis
  • Terbatasnya media untuk pelatihan atau kursus menulis
  • Minimnya buku-buku bacaan yang  sesuai dan tersedia serta dibutuhkan saat itu
  • Mading di sekolah bisa menjadi media dan saluran dalam bidang tulis menulis
  • Pentingnya mentor untuk mengembang potensi bidang kepenulisan

Empat Langkah untuk Menulis

Semakin banyak ilmu dalam menulis, akan banyak bermanfaat untuk kita, akan banyak kemudahan bagi kita untuk menulis dan terus menulis” –Asep Maulana, 2022.

Paling tidak, ada empat langkah penting untuk menulis,  yang mana keempat hal ini saling terkait satu sama lain, tidak terpisahkan. Empat langkah itu antara lain:

1. Ilmu

Peran ilmu sangat penting dalam dunia kepenulisan. Karena ilmu itu bisa diibaratkan cahaya yang menerangi jalan. Tanpa ilmu maknanya adalah kegelapan. Kegelapan itu sendiri menjadi sebab kebingungan, ragu, tidak bisa berjalan dengan lancar dan penuh ketidakpastian.

Hendaknya berbekal ilmu terlebih dahulu sebelum menulis. Kesulitan yang dialami oleh para pemula adalah karena minimnya ilmu. Sehingga ia bingung harus memulai dari mana. Atau menulis tentang apa. Dan kesulitan lainnya yang mungkin dihadapi tanpa tahu bagaimana solusinya.

Bakat pun akan sulit berkembang tanpa didukung dengan ilmu yang memadai. Sedangkan ilmu diperoleh dengan cara belajar dari seorang guru atau lebih. Ditambah buku dan literatur utama maupun penunjang lainnya.

Contoh yang sering kita alami, khususnya bagi pemula, adalah kesulitan dan kebingungan untuk mulai menulis. Maka cara, strategi, atau metode bagaimana mengatasi kesulitan dan kebingungan itulah yang disebut dengan ilmu.

Ketahuilah, caranya adalah dengan kita menentukan terlebih dahulu tujuan, temanya apa. Lalu detailkan tujuan itu dengan Who (untuk siapa tulisan tersebut) dan Do (apa yang diharapkan untuk pembaca).  Selanjutnya kita membuat kerangka tulisan.  Dari sini, barulah kita menulis berdasarkan kerangka tulisan tersebut, yang menjadi pedoman kita dalam menyelesaikan tulisan.

Untuk lebih mendalam, kita bisa membaca tulisan segar Pak Cahyadi Tariawan yang berjudul “Agar Tidak Bingung saat Menulis”.

Berikut ini, adalah beberapa contoh media pembelajaran dan sumber ilmu dalam menulis. Misalnya kelas-kelas kepenulisan yang diasuh oleh Pak Cahyadi Tariawan bersama timnya, seperti Kelas Basic Menulis, Kelas Buku Antologi, Kelas Buku Single atau lainnya.

Jika dalam hal-hal yang sederhana saja kita butuh ilmu, maka bagaimana lagi dengan menulis?! Ayo belajar terus dan jangan pernah berhenti! Semakin banyak ilmu dalam menulis, akan banyak bermanfaat untuk kita, akan banyak kemudahan bagi kita untuk menulis dan terus menulis.

2. Praktik

Setelah berilmu maka selanjutnya adalah praktik. Adalah suatu keharusan memperbanyak praktik dan latihan menulis setelah belajar berbagai teori. Karena buahnya dari ilmu itu adalah praktik. Akan sayang sekali dan tidak bermanfaat jika ilmu-ilmu yang sudah didapat tidak dipraktikkan.

Mengapa praktik menjadi begitu penting? Karena kita  tidak pernah akan menjadi seorang penulis tanpa praktik menulis. Tidak pernah seorang dikatakan expert atau ahli tanpa melalui berbagai praktik. Hal ini sebagaimana sebuah ungkapan,  “Practice Makes Us Perfect”. Maknanya, jika kita melakukan praktik dan berlatih  secara rutin, maka akan melahirkan kesempurnaan. 

Mari perbanyak praktik dan latihan-latihan! Menjadikan menulis sebagai habit;  kebiasaan dan keseharian kita. Tidak afdol rasanya jika dalam sehari kita tidak menulis apapun.

BERSAMBUNG.

Ada 4 langkah dalam menulis

 Oleh : Asep Maulana (alumni KMO Batch 50)

“Hal sangat penting dalam segala sesuatu adalah meluruskan niat atau motivasi. Luruskan niat Anda saat membuat buku” –Cahyadi Takariawan, 2022.

.

Cahyadi Takariawan dalam ebook “Langkah Mudah Membuat Buku” mengingatkan pentingnya meluruskan niat dalam menulis, “Hal sangat penting dalam segala sesuatu adalah meluruskan niat atau motivasi. Luruskan niat Anda saat membuat buku. Bahwa semua yang Anda lakukan adalah dalam rangka ibadah, dalam rangka ketaatan kepada Allah. Ini yang akan memperlancar proses penulisan buku Anda”.

Pada dasarnya ilmu bersifat universal sehingga siapapun bisa memiliki ilmu dengan mempelajarinya. Tidak terkecuali ilmu dalam menulis. Karena ilmu adalah cara termudah untuk mencapai tujuan. Kita bisa menulis tentang apa saja yang kita inginkan jika memiliki ilmu tentang menulis dan apa yang hendak ditulis.

Ilustrasinya sebagaimana kita akan menuju suatu kota yang masih asing. Kota Medan misalnya. Sedangkan kita tinggal di Jogja. Maka kita memerlukan beberapa pengetahuan tentang kota tujuan, alat transportasi untuk ke sana dan lain-lainnya. Nah, segala pengetahuan tersebut itulah yang dinamakan dengan ilmu.

Empat Nilai, Mengapa Ilmu Menulis Sangat Penting?

Jika satu saja karya kita bisa memberikan manfaat bagi banyak orang maka kekayaan apalagi yang lebih berharga darinya? Itulah kekayaan yang sesungguhnya!” –Asep Maulana, 2022.

Paling tidak ada empat nilai yang bisa menjelaskan, mengapa ilmu menulis sangat penting untuk kita ketahui.

Pertama, menghilangkan kebodohan pada diri kita. Sebelumnya kita belum mempunyai ilmu pengetahuan tentang menulis. Mungkin kita punya banyak ide untuk ditulis. Memori di otak kita telah menyimpan banyak ilmu pengetahuan. Namun kita sering mengalami kesulitan untuk menuangkan dalam tulisan.

Lain halnya jika kita mengikuti kursus dan kelas-kelas menulis, membaca buku atau literatur apapun yang menunjang kebutuhan kita supaya bisa menulis. Akan banyak kemudahan yang didapat untuk memulai praktik menulis.

Hilang kebingungan, kebuntuan dan keraguan yang selama ini dirasakan ketika hendak  menulis. Ilmu itu membuat kita tahu teknik dan kaidah-kaidah menulis, tujuan menulis, jenis tulisan dan sampai bagaimana menerbitkan sebuah buku.

Kedua, untuk membantu orang lain yang ingin belajar menulis. Salah satu cara melestarikan ilmu menulis adalah dengan mengajarkannya.

Maka ilmu akan semakin bermanfaat jika diajarkan dan terus diajarkan. Ilmu bisa diajarkan secara personal atau klasikal atau bentuk lainnya seperti seminar atau workshop. Ilmu juga bisa ditulis menjadi buku yang bisa dibaca oleh siapapun.

Ketiga, untuk tujuan praktik. Pada dasarnya, siapapun orangnya, ketika belajar menulis maka salah satu tujuannya adalah untuk praktik menulis. Kita membayar kursus dan membeli buku-buku penunjang, tentunya untuk tujuan tersebut.

Jika mengikuti kelas menulis hanya sekedar berhenti pada ranah pengetahuan saja, tentu menjadi kurang bermanfaat, bahkan akan sia-sia. Karena terputus kemanfaatannya. Ilmu baru dikatakan bermanfaat jika dipraktikkan. Semakin besar lagi manfaatnya tatkala kita mengajarkannya kepada orang lain.

“Ilmu baru dikatakan bermanfaat jika dipraktikkan. Semakin besar lagi manfaatnya tatkala kita mengajarkannya kepada orang lain” –Asep Maulana, 2022.

Keempat, untuk tujuan melestarikan ilmu. Ilmu apapun yang tidak dipraktikkan dan diajarkan, lambat laun akan hilang. Termasuk ilmu dalam menulis, ia akan menjadi asing dan hilang sedikit demi sedikit. Karena itu, dengan tujuan yang mulia ini tentunya bisa menjadi motivasi bagi kita untuk belajar dan menggali ilmu dalam hal tulis menulis.

Demikianlah empat tujuan mengapa ilmu pengetahuan tentang menulis begitu penting bagi kita. Karena ilmu lebih berharga dari harta yang kita miliki. Seseorang yang merasakan betapa penting dan berharganya ilmu, ia akan rela berkorban apapun untuk ilmu.

Ilmu lebih besar nilainya dari segala pengorbanan yang dikeluarkan. Maka jangan pernah merasa sayang atau rugi mengeluarkan biaya untuk keperluan ilmu. Jangan pernah malas atau enggan untuk menyisih waktu dalam belajar.

Karena ilmu adalah investasi. Bahkan kita bisa mendapatkan lebih banyak dari apa yang kita duga. Mungkin popularitas, kekayaan, penghargaan atau lainnya yang bersifat duniawi.

Di sisi lain, tentunya ada yang tidak bisa dinilai dan dibandingkan, atau diganti dengan hanya sekedar nilai materi, yaitu kebahagiaan dan kepuasan batin. Terlebih lagi jika karya-karya kita bisa mengispirasi orang lain. Memberi solusi, menyembuhkan sakitnya. Atau apapun itu yang kemudian memberikan manfaat yang lebih luas. Padahal mungkin kita tidak memikirkan hal-hal itu sebelumnya.

Jika satu saja karya kita bisa memberikan manfaat bagi banyak orang maka kekayaan apalagi yang lebih berharga darinya? Itulah kekayaan yang sesungguhnya!

.

Sumber inspirasi dan rujukan:

Dr. Shalih bin Abdullah bin Hammad Al Ushaimi, Khulashah Ta’dhimil Ilmi, Riyadh, KSA, Cetakan Pertama, 2011/1432 H

Kedalaman Pikiran dalam menulis

 Oleh : Sukma Rona (Alumni KMO Basic Batch 49)

Deep thinking atau berpikir mendalam merupakan modal yang sangat penting untuk membangun pandangan konstruktif bagi pembaca” –Sukma Rona, 2022.

.

Sepanjang sejarah, aktivitas literasi adalah hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Merangkai kata menjadi kalimat sehingga tersusun menjadi data, yang akhirnya tersajikan menjadi informasi. Semakin baik kemampuan dalam mengungkapkan pemikiran, akan menghasilkan informasi yang semakin baik pula.

Deep thinking atau berpikir mendalam merupakan modal yang sangat penting untuk membangun pandangan konstruktif bagi pembaca. Seorang penulis yang menuangkan pemikiran dengan pendalaman terhadap permasalahan, akan lebih mampu memberikan pembahasan yang bermakna.

Begitu banyak penulis ataupun pemikir yang menuangkan hasil pemikiran dengan mendalam, yang karya mereka bisa kita jumpai hingga hari ini. Sebut saja karya agung Imam Al-Ghazali dengan kitab Ihya Ulumuddin yang fenomenal. Ini adalah salah satu contoh kebersihan dan kedalaman pemikiran orang zaman dahulu.

Memulai dari Diri Penulis

Pemikiran yang jernih akan mengalir menjadi ungkapan dan frasa yang indah” –Sukma Rona, 2022.

Pada dasarnya, kita tidak mungkin mampu menghidupkan pemikiran pembaca tanpa menghidupkan ruh dan pemikiran penulisnya terlebih dahulu. Mengaktifkan rasa yang bersemayam jauh di dalam relung jiwa penulis, adalah hal penting.

Melalui perenungan, pembahasan, filterisasi dari hikmah kehidupan, serta diskusi mendalam dengan orang-orang berilmu, akan bisa menjadi sarana membangun sistematika berpikir sehingga mencapai puncak kualitas karya. Pemikiran yang jernih akan mengalir menjadi ungkapan dan frasa yang indah.

Kepenulisan itu ajaib. Tulisan akan memasuki tempat di dalam benak pembaca yang tidak dapat dimasuki kecuali oleh kata. Mengapa? Sebab melalui tulisan akan melibatkan organ penglihatan dan syaraf yang terhubung dalam sistem.

Informasi yang masuk ke dalam otak manusia akan disaring menjadi pemahaman, yang selanjutnya akan berinteraksi dengan kecenderungan jiwa pembaca. Maka, orang yang rajin membaca literasi positif akan memberikan informasi positif pula terhadap gaya hidupnya.

Melakukan aktivitas tulis menulis dengan konsep tadabbur terhadap diri maupun alam sekitar, akan menghasilkan karya-karya literasi yang menyejarah. Para penulis dengan kesadaran akan tujuan tulisannya, tidak akan berhenti berjuang demi menghasilkan karya-karya berkualitas.

Sukma Rona

Sukma Rona dilahirkan di Desa Keluang, Kecamatan Musi, Banyuasin, Palembang, pada tanggal 23 Agustus 1984. Ayahnya Bernama Abd. Rachman P, dan ibunya bernama Sawinah. Masa kecil dari penulis pernah diberi nama Rilo Wibowo.Namun, kemudian diganti oleh ayahnya menjadi Sukma Rona.

KESEMPATAN SHARING IDE, MOTIVASI, TIPS DAN PENGALAMAN MENULIS

 

Ykh. Sahabat Ruang Menulis



Kami tim redaksi blog ruangmenulis.id membuka kesempatan kepada para sahabat semua untuk berkontribusi mengirim tulisan terkait ide, motivasi dan pengalaman menulis. 


Tulisan yang memenuhi kualifikasi tim redaksi, akan dimuat di blog ruangmenulis.id. Kesertaan dalam sharing tulisan ini bersifat suka rela, dengan motivasi untuk berbagi ide, tips, motivasi dan pengalaman menulis.


Ketentuan pengiriman tulisan:


1. Penulis naskah adalah peserta / alumni Kelas Menulis yang dikelola pak Cahyadi Takariawan (Pak Cah) atau bu Ida Nur Laila 

2. Naskah asli tulisan sendiri, dan tidak mengandung unsur plagiarisme

3. Panjang naskah antara 500 hingga 600 kata

4. Naskah berisi ide, tips, motivasi dan pengalaman menulis

5. Naskah dikirim melalui alamat email ruangmenulis60@gmail.com

6. Setelah mengirim naskah, mohon konfirmasi kepada Admin di nomer +6289528937771

7. Naskah yang dimuat akan mendapatkan e-sertifikat penghargaan kesertaan naskah dalam blog Ruang Menulis


Ditunggu partisipasi sahabat semua untuk saling berbagi, saling memotivasi dan saling menginspirasi. Semoga semakin produktif menulis. Sebelum dan sesudahnya diucapkan banyak terimakasih.


Yogyakarta, 16 Maret 2022


Tim Redaksi Ruang Menulis

Tidak Terlahir Sebagai Jenius ? Don't Worry. Menulis Rutin bisa Menggantikannya.

 Bagian Keempat


Oleh : Cahyadi Takariawan


“If you’ve planned to write every day, you’re not in a hurry anyway. And, as we’ve learned, practice is compounding. Start with the motor action. Keep it simple. The magic happens when you’re busy chopping wood” –Taylor Foreman, 2021.


.


Menurut Taylor Foreman, menulis menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan manusia dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang lebih kompleks. Seseorang dengan kemampuan menulis yang baik, akan mampu mengerjakan hal-hal yang lebih kompleks, dibandingkan mereka yang tidak memiliki kemampuan menulis.


“Jika Anda tidak mengerti cara menulis, dunia akan terus bergerak lebih cepat dari apa yang dapat Anda tangani. Jika Anda mengerti cara menulis, Anda akan menulis setiap hari dengan baik, maka Anda memiliki kekuatan super”, lanjut Foreman.


Proses Pembelajaran yang Konkret


“No matter what you want to achieve in life, you can shrink it down until you find the actual motor action that needs to occur. Find this motor action and master it until it becomes second nature. Then move up to the next level” –Taylor Foreman, 2021.


Sangat banyak orang berhenti pada kata “ingin”. Misalnya seseorang mengatakan, saya ingin menjadi orang baik. Namun ia tidak melakukan tindakan yang bisa membuatnya menjadi orang baik. Seseorang mengatakan, saya ingin menjadi pengusaha sukses, namun tidak melakukan proses pembelajaran yang konkret untuk mencapai keinginannya.


Ketika berhenti pada kata “ingin”, bisa dipastikan mereka tidak akan sampai tujuan. Saya ingin ke Turki, tapi tidak menempuh langkah menuju Turki. Pasti saya tidak sampai Turki. Sama dengan seseorang ingin menjadi penulis tapi tidak melakukan proses pembelajaran yang konkret. Tentu mereka tak akan menjadi penulis.


Jika Anda menetapkan keinginan untuk menjadi penulis, maka tersedia sejumlah langkah pembelajaran yang konkret untuk ditempuh. Agar menulis tidak berhenti pada kata ingin. Agar benar-benar menjadi penulis yang menghasilkan karya tulis. Dengan alat atau sarana apa Anda menulis, ini tidak penting. Yang penting adalah, Anda benar-benar menulis.


“Saya tidak suka menulis dengan tangan (hand writing), jadi saya mengetik dengan laptop”, ujar Taylor Foreman. “Di awal pandemi, saya menyadari perlunya belajar cara mengetik dengan benar. Jadi saya belajar cara mengetik”, lanjut Foreman.


Ini adalah contoh, jika ingin mahir mengetik, maka Anda harus belajar cara mengetik. Proses pembelajaran yang konkret untuk membuat Anda mampu mengetik dengan baik dan benar harus ditempuh. Jika tidak, Anda hanya akan berhenti pada dataran ingin. Tidak akan mencapai tujuan yang Anda inginkan.


Pada intinya –Anda harus memulai proses belajar menulis secara konkret. Jangan hanya menyatakan ingin menjadi penulis, tanpa melakukan tindakan nyata. Anda bisa memulai belajar menulis fiksi, atau nonfiksi, atau keduanya sekaligus. Namun dilakukan secara konkret.


Proses yang Bertumbuh


“I went from 40 WPM to 80 WPM. Typing is not creative writing. But it is the first, concrete step along the way” –Taylor Foreman, 2021.


Setelah memulai langkah pembelajaran yang konkret, Anda harus berusaha untuk bertumbuh. Tidak puas hanya dengan pembelajaran yang sudah ada, namun menambah lagi langkahnya sehingga menjadi lebih nyata.


Salah satunya adalah dengan menetapkan target. Masing-masing Anda bisa menetapkan target harian baik berupa waktu (durasi) menulis, maupun hasil akhir tulisan dalam satuan waktu tertentu. Misalnya, di awal proses belajar menetapkan menulis 100 kata per hari, atau 1000 karakter per hari.


Setelah mulai merasakan ringan dengan target itu, Anda harus meningkat ke target berikutnya. Sekarang target menulis 200 kata per hari, atau 2000 karakter per hari. Tantangan ini membuat Anda terus bertumbuh, tidak berhenti pada satu kondisi yang sudah mapan.


“Saya berproses dari 40 WPM ke 80 WPM. Mengetik bukanlah menulis kreatif. Tapi ini adalah langkah pertama yang konkret di sepanjang proses menulis”, ungkap Foreman.


Yang dimaksud dengan 40 WPM (words per minute) adalah menulis 40 kata dalam setiap menitnya. Ini sudah menjadi ukuran produktivitas seorang penulis. Namun Foreman tidak mau berhenti hanya sampai dengan ukuran produktivitas rata-rata orang. Ia berjuang hingga akhirnya bisa mencapai 80 WPM, yang berarti dua kali lipat dari sebelumnya.


“Ketika kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, kita harus mulai dengan dasar-dasarnya”, ujar Foreman. “Misalnya, bagaimana menjadi orang yang baik? Orang yang baik akan merawat teman dengan baik. Teman yang baik akan menelepon. Untuk menelepon, Anda harus mengangkat gagang telepon”, lanjutnya.


“Secara teknis, peganglah iPhone di genggaman tangan Anda, temukan nomer telepon teman yang belum pernah Anda kontak sejak lulus sekolah menengah, dan tekan tombol hijau”, sambung Foreman.


“When we don’t know what to do in life, we need to start with the basics. How do you be a good person? A good person is a good friend. A good friend calls. To call, you have to pick up the phone. Literally, grip the iPhone in your damn fingers, locate that friend you haven’t spoken to since high school, and press the green button” –Taylor Foreman, 2021.


“Tidak peduli apa yang ingin Anda capai dalam hidup, Anda dapat mendetailkannya sampai Anda menemukan tindakan motorik nyata yang perlu dilakukan. Temukan tindakan motorik ini dan kuasai hingga menjadi kebiasaan. Kemudian naik ke tingkat berikutnya”, ungkap Foreman.


Jika Anda berencana untuk menulis setiap hari, toh Anda tidak terburu-buru. Dan, seperti yang telah kita pelajari, latihan adalah peracikan. Mulailah dengan gerakan motorik. Tetap sederhana. Keajaiban terjadi ketika Anda sedang sibuk memotong kayu.


.


Bahan Bacaan


Taylor Foreman, 7 Reasons Daily Writing Can Make Up For Not Being Born a Genius, https://writingcooperative.com, 5 Maret 2021

Minggu, 13 Maret 2022

SUARA HATI SANG PENDAKI MIMPI


Oleh : Ledwina Eti Wuryani, S.Pd

 

"Jangan setengah hati menjadi guru, karena anak didik kita telah membuka hati sepenuhnya"

( Ki Hajar Dewantara )

 

 

Jadilah pribadi yang apa adanya didepan orang disekitarmu. Tak perlu kita bersandiwara. Hidup sebenarnya tidak sulit. Kadang kita sendiri yang membuatnya jadi Sulit. Selalu bahagia dan bersyukur serta punya rasa ’kasih sayang’ yang akan membuat kita selalu sehat dan panjang umur.

            Setelah Timor Timur menentukan nasibnya sendiri  alias merdeka berarti  penduduk yang asal Indonesia wajib hukumnya untuk pulang ke asalnya. Yaitu Indonesia. Penduduk dari Timtim punya Status baru. Saya yang nota bene seorang guru jadi punya status baru guru korban bencana konflik . Kita sudah tinggalkan semua harta benda. Kita tinggalkan semua kenangan pahit-getir dan duka-lara. Kita tinggalkan juga siswa-siswi tercinta yang kadang menyakiti  dan mengharu birukan hati.

            Dengan modal ‘nol’  lagi kami akan menatap masa depan.  Aku berusaha membangun  semangat baru.  Semoga di tempat yang baru akan mendapatkan suka cita. Ini bukan mengeluhkan nasib masa lalu. Bukan juga menjual kesedihan. Atau minta belas kasihan. Tidak sama sekali!. Hanya  mau curhat semata. Biar kisah ini tak hilang atau sirna ditelan masa. Tapi akan terpatri dalam aksara.

Ini adalah kisah  nyata salah satu perjalanan hidup seorang abdi negara.  Cerita dari hati yang paling dalam. Sebagai seorang guru  sekaligus seorang istri yang setia tentunya. Tugas guru PNS harus rela ditempatkan diseluruh pelosok Indonesia. Sebagai seorang Istri setia punya kuajiban untuk melayani dan  mengikuti suami dimana saja suami bekerja. Guru tugasnya mengajar, mendidik , melayani  dan  mendampingi anaknya, yaitu siswa/i. Begitupun seorang ibu  untuk anak kandungnya. Tujuannya sama,  yaitu mengantar anak-anak menuju cita-citanya agar kelak mempunyai kehidupan yang lebih baik.

            Saat dimuatasi  ditempat baru, kami  belum tahu situasi dan kondisinya. Kedua anakku masih balita saat itu. Anak pertama berumur 4 tahun kutitipkan di ibu kandungku di Magelang, tempat kelahiranku. Anak kedua berumur 2 tahun kubawa di Waingapu, Sumba Timur. Pada tahun 2000, Waingapu bukan kota yang maju, masih jauh dari  keramaian  dan hingar bingar layaknya kota di Jawa.   Di Dili Timor Timur jauh lebih maju karena kota provinsi.  Cuman beda, di Dili sering terjadi gesekan-gesekan antar pendatang, polisi, TNI dengan putra daerah yang tak setuju dengan Integrasi. Tapi kualitas infrastrukturnya jauh hidup lebih baik dan lebih lengkap.

            Kota Waingapu  punya semboyan “ Matawai Amahu Pada Njara Hamu” .  Kira-kira artinya sumber air yang jernih  tanah/padang yang luas  membentang  sebagai tempat makan hewan.  Hewan banyak berkeliaran khususnya kuda (Kuda Sandelwod).  Waingapu adalah sebuah  kota kecil yang  sungguh ‘asing’ bagiku. Kekeluargaan  teramat sangat kental. Nama, status sosial dan derajat masih dijunjung tinggi.  Makan tak makan yang penting berkumpul. Jadi  bagi penduduk asli seperti suami harus mengikuti adat yang ada. Adat yang sudah diwariskan leluhurnya. Dia punya kuajiban dan tanggungjawab untuk menghidupi anak-anak ‘dalamrumah’nya. Budaya itu sampai sekarang  masih sangat dihormati dan dipatuhi. Jadi tak heran  saat pertama saya datang, kami harus hidup dan tinggal bersama dengan 20-an orang lebih. Itu menjadi tanggungjawab kami. Bisa dibayangkan! Berapa kg beras kami harus masak untuk setiap hari.

            Sebagai orang baru dan masih berstatus pendatang plus  bekas korban bencana konflik , saya dan suami harus menanggung hidup dengan sekian orang. Ya Tuhan, aku  ingin menangis tapi kutahan. Aku ingin lari tapi tak mungkin. Mau mengeluh?? Mengeluh dengan siapa? Hanya untuk  makan  gajiku PNS saat itu, sangat tidak cukup.  Gaji saya Tahun 2000, dengan SK gol/pangkat  IIIb, Penata Muda Tk 1  Rp 291.200,- . Untuk mencukupkan hidup, kami sampai gali lubang  tutup lubang. Motor astrea grand puruk (sudah jelek) yang kami punya,  kami sewakan harian untuk tambah beli beras. Sedih ya... Hidup penuh derita dan keprihatinan. Sebagai pakaian ganti  kami beli baju RB (rombengan) yang layak pakai. Dari Timor Timur kami tak bawa baju yang cukup. Saat mengungsi hanya bawa seadanya. Pasti orang lain tak pernah bayangkan pergumulan kami saat itu.

            Setiap hari  makan tak pernah ada gizi. Yang penting ada nasi. Yah, lombok sayur  sudah cukup. Hanya itu yang terjangkau untuk dibeli.  Sedikit beruntung  kalau ada ikan kering sesekali. Untuk memenuhkan, agar semua anggota keluarga kebagian lauk, maka ikan kering kita taruh air banyak2 lombok dan garam tinggi. Kami juga tak mampu makan pagi.  Jadi tidak pernah bisa sarapan pagi. Makan cukup 2 kali sehari. Pulang sekolah jam 14.00 WITA dan Sore jam 20.00 WITA. Karena motor disewakan berarti pergi ke sekolah jalan kaki dengan medan yang lumayan naik turun.  SMA  tempat mengajar letaknya diketinggian jadi ada harus naik tebing untuk lewat jalan pintas. Jarak tempuh rumah - sekolah kurang lebih 2  km.

            Badanku kurus kering. Muka kelihatan lebih tua dari umurku yang waktu itu 34 tahun. Kulit keriput. Muka kusam tak ada semangat hidup. Tersenyum  susah maka wajah jadi tak menarik. Anto anak bungsuku juga saat periksa di puskesmas, dokter bilang berstatus ‘gizi buruk’.  Sungguh  sangat berbeda dengan Marcel  anak sulungku yang berada di Jawa bersama Bapak dan Ibu kandungku. Dia begitu dimanja. Disayang dengan segala yang ada.

            Cobaan hidup saat itu terasa berat. Hanya Doa yang bisa kudasarkan setiap hari. Itu yang menjadi kekuatanku. Sangat tidak mungkin aku mengeluh pada orang tuaku. Ini fakta bukannya sombong, boleh dibilang saat di Timor Timur kami ‘sudah ada’ semua. Rumah tinggal, mobil dan motor, tapi semua kami tinggal karena harus lari  mengungsi untuk menyelamatkan diri.  Kini di tempat baru nasib sungguh menyedihkan. Hanya ratapan, rintihan bahkan tangisan pribadi dalam hati yang menemaniku.

Masih jelas dalam ingatanku saat ada tamu dan tak punya beras, tengah malam kami pinjam beras di pak Beni Ngongo teman dekat. Kami sudah merasa bersaudara, Kami sama-sama dari Timor Timur.  Tapi Pak Beni tidak ada tanggungan hidup seperti saya.   Kesedihan pribadiku tak berani kutunjukkan kepada suami apalagi keluarganya. Aku berusaha tersenyum  walau terpaksa.  Harus selalu siap menerima kenyataan. Sebenarnya tak mampu tapi berusaha kuat. Hati terasa sakit  meratapi keadaan, tapi tak berdaya untuk mengungkapkan. Karena saya terasa sebatang kara karena orang pendatang baru.

            Cerita di sekolah. Saat pertama kali saya menginjakkan kaki di SMA Negeri 2 Waingapu. Hati memang terasa damai. Saat masuk kelas tak kuasa aku menahan haru. Anak-anaknya manis dan taat. Mereka tertib, ramah dan disiplin.  Mereka begitu hormat pada guru. Sungguh sangat berbeda dengan kelakuan anak Timtim.  Ada yang suka mabuk, suka berkelai  dan tak menghormati guru.  

Profesi guru di Waingapu itu kujalani dengan penuh setia. Karena  kekurangan guru matematika yang saat itu saya sendiri. Pak Tjang guru matematika satu-satunya meninggal karena sakit.  Pak Tjangkui  adalah seorang anggota dewan. Beliau juga wakil kepala sekolah bagian humas. Beliau orang sibuk,  bendahara sekolah juga beliau tangani. Selain itu masih buka les privat  dari berbagai sekolah.  Akhirnya saya yang menggantinya mengajar sampai  45 jam seminggu. Cara mengajar masuk di kelas yang satu menerangkan tinggalkan tugas kemudian masuk di kelas berikutnya. Begitu seterusnya.

            Hari terus berjalan. Lebih dari 4 tahun kami berjuang dengan kemiskinan dan penuh pergumulan. Setiap orang pasti punya pergumulan. Mereka akan punya cerita masing-masing.  Suka duka selalu mewarnai hidup  setiap kita. Roda terus berputar tak mungkin  akan  terus dibawah. Akan bahagia jika selalu bersyukur dalam keadaan apapun. Doa adalah senjata ampuh untuk  jadi kekuatan hidupku. Iklas berbagi , rela memberi adalah  manusiawi. Tuhan memberikan cuma-cuma  berikanlah juga dengan cuma-cuma. Bahasa itu yang sejuk dan menghiburku. Aku selalu mencoba untuk tidak  mengeluh. Berkat pasti akan datang dariNya kalau kita tulus meyakini.

Saya Sadar penuh bahwa saya ini adalah ‘pendatang’. Hidup ditanah orang. Bersyukur karena digaji negara. Saya bekerja  sesuai dengan kemampuan yang ada. Jaga nama baik. Tetap berusaha sabar dan terus rendah hati. Terus belajar, semoga bisa bermanfaat bagi orang lain.  Janganlah banyak berharap. Janganlah  mimpi terlalu tinggi,   kalau jatuh sakit sekali. Pernah aku lulus tes  untuk melanjutkan S2  tahun 2007/2008 di UGM Prodi UMKM, biaya kementerian . Wah saat itu rasanya senang bukan kepalang. Terasa terbang dan tak injak tanah.  Dengan  ‘alasan’ dari pemda yang tidak jelas jadi tidak diijinkan. Tahun berikut  masih ada panggilan karena nama belum dicoret. Tetap tidak diijinkan. Tahun ketiga masih ada panggilan tapi  dari Pemda jawabannya masih sama. Yah,sudahlah.  Tak apa-apa. Biar anggap itu mimpi. Hanya curhat untuk kenangan saja. Kubur dalam-dalam kenangan  yang pernah terjadi. Hidup  ‘Enjoy’   ternyata lebih asyik.

Tak terasa kini saya sudah 22 tahun tinggal di Waingapu. Hari terus berganti. Tahun demi tahun pun telah kulalui.  Kebahagiaan mengikuti seiring berjalannya waktu. Secercah harapan selalu ada. Tuhan  selalu menunjukkan jalan. Nikmat Tuhan selalu nyata. Kutuliskan suara hatiku ini sebagai seorang guru ‘perantau’. Perjalanan hidup yang penuh dengan liku-liku. Dari daerah konflik hingga dimutasi di Waingapu. Indonesia Timur. Orang bilang NTT adalah Nasib Tak Tentu. Diberita koran pernah tertulis NTT adalah  daerah penyumbang orang miskin nomor one di Indonesia. Kasihan ya.

Semua cerita  kehidupan pasti ada hikmahnya. Aku tetap guru. Sekolah  adalah ladang amalku. Tempatku mengabdi hingga purna bakti. Akan setia sampai waktu pensiun menanti lima tahun lagi.  Sudah banyak merasakan asam dan garam dibidang pendidikan. Bersyukur baru-baru, bulan Desember 2021 tepatnya tanggal 15 saya dapat ‘anugerah’  Lencana Karya Satya dan piagam penghargaan tanda-tangan Presiden RI, Bapak Ir. Joko Widodo. Bangga dan bahagia!!. Trimakasih pak Presiden, kenangan ini akan saya ingat hingga putus nafasku.

 

 

PROFIL PENULIS

 

Salam ...Saya,  Ledwina Eti Wuryani, S.Pd, Asli Magelang Jawa Tengah.   Tinggal di Timor Timur 10 tahun ( Kabupaten Bobonaro 3 tahun, Dili 7 tahun) dan di NTT sudah 22 tahun.  Seorang ibu 2 putra dan menjadi guru  di SMA Negeri 2 Waingapu, Sumba Timur, NTT. Diwaktu senggang penulis suka menulis di mediamasa, medsos, majalah dan buku. Sudah 50 lebih  buku solo dan antologi  ber-ISBN yang sudah terbit. Penulis bisa dihubungi di ledwinaetiwuryai@gmail.com , ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan You tube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com  HP WA 085 230 708 285 alamat rumah Jl. Trikora no: 11 RT/RW  010/003 Waingapu, Sumba Timur NTT.  Quotes :  Sebuah kebanggaan Jika  hidup bisa bermanfaat bagi sesama.

 


Kamis, 10 Maret 2022

BERLITERASI SAAT PANDEMI MELANDA NEGERI

 


Oleh : Ledwina Eti Wuryani

 

Jadilah terang tanpa memadam cahaya orang lain. Naiklah tinggi tanpa menjatuhkan orang lain. Capailah Bahagia tanpa melukakan hati orang lain. Dan paling penting Jadilah baik  tanpa memburukkan orang lain.

 

Saat  awal pandemi melanda semua orang bersedih. Hari demi hari diisi dengan  ketakutan dan kegelisahan. Hidup tak tenang dan harus terus waspada.  Badanpun terasa lelah, lesu dan lunglai. Orang sakit dimana-mana. Kematian juga  terdengar  setiap saat di sekitar kita.

Pandemi menyerang siapa saja. Miskin-kaya, pejabat-orang biasa, dia tidak   pandang bulu. Siapa saja siap diterjangnya.  Bahkan gaungnya pun  hingga  di seluruh dunia.  Situasi benar-benar terpuruk.  Corona mengguncang dunia. Dunia berduka.  Dampak itu juga sampai di Indonesia.  Di tempat tinggalkupun  terkena serangan  dari corona. Dia begitu mengganas. Kami begitu sedih!. Hati terasa perih,  sedu sedan dan  deraian  air mata   selalu  menemani.

Ya Tuhan  ampuni kami.  Kadang sampai saya berfikir…..jangan-jangan  Tuhan sedang  marah. Banyak  manusia  yang melupakanNya. Mungkinkah manusia  banyak tak lagi berdoa?. Alahu alam!. Barangkali ada juga menganggap perbuatan dosa  sudah dianggap biasa?.  Atau?! Banyak  yang  sudah menghalalkan segala cara demi kebahagiaataan semata.  Ini tentunya sebuah refleksi bagi setiap kita.

Saat itu….  Kami juga  berduka. Banyak keluarga dekat yang meninggal dunia.  Adik sepupu, mama mertua dari  adik kandungku, tetangga dekatku, teman guru .….semuanya berpulang.  Termasuk juga  ibu kandungku. Memang ibu bukan karena corona, tapi mungkin  karena  badan terlalu lelah memikirkan keadaan. Ibu sempat positif covid-19 tapi sembuh. Yah….  Semuanya harus diterima dengan lapang dada, agar mereka yang berpulang  aman  mengikuti jalannya lurus menuju Sorga.

Tangis dan  air mata belum kering, disusul  seluruh isi rumah terkena pandemi. Baik  keluarga yang di Jakarta, di Magelang dan saya sendiri di Sumba NTT. Suami paling parah karena beliau  ada komorbit sakit jatung.  Doa terus kudaraskan saat itu. Kekuatan dan penghiburan hanya dengan doa dan berusaha sesuai kemampuan yang ada. Keluarga  turut mendoakan.  Saudara/i dan handaitaulan juga tak ketinggalan selalu memberikan penguatan.  Suamiku….  nyawa hampir melayang, tetes-tetes air mata  menitikkan setia saat.  Kami sudah pasrah   dan tak bisa berbuat banyak.  Hanya doa dan terus berdoa  yang  kudaraskan.

Tapi  ternyata Tuhan masih  sayang pada kami. Suami disembuhkan. Kini  dia sehat Kembali. Senyumnya kini merekah dan berseri lagi. Tak henti-hentinya kami mensyukuri atas  anugerah yang Tuhan beri. Tuhan yang sungguh baik hati. Dua tahun sudah  kami  bersama pandemi ini.  Banyak sekali  cerita  yang mendukakan hati. Kenangan berharga untuk  kami selalu refleksi diri.

  Hidup itu tidak lama. Sebelum Tuhan memanggil pulang. Pasti  ada rasa bangga jika hidup ini berguna. Hati  akan bahagia jika hidup  kita ini berwarna. Ada rasa  senang juga jika hidup bisa menginspirasi sesama. Saat pandemi hidup terkungkum di rumah  saja. Pemerintah melarang kita beraktifitas diluar rumah.  Harus  selalu jaga  protokol kesehatan. Jaga jarak dan kurangi mobilitas.  Kadang ada rasa bosan dan jenuh. Jika  tak ada aktifitas tentunya pikiran bisa beku!. Apa yang harus kita kerjakan???

 

Pada suatu hari saya merenung. Saya membaca profil penulis di FB. Di situ ada penulis buku.  Saya membayangkan!. Ini seandainya saya  bisa menulis dan tulisan saya dibukukan ….. wow! betapa bangganya saya. Namaku tertulis indah, fotoku terpampang didalam covernya. Mimpi kali ya. Mimpi  boleh,  bermimpilah terus sepanjang  mimpi  belum dilarang oleh pemerintah. Tapi ketidakpercayaan diri dan ketakutan itu selalu melanda di hati. 

Saya ingat  tulisan dari Pak Cah, penulis hebat dan bert seller. Madeleine Lengle  mengatakan  bahwa  memublikasikan tulisan itu artinya menyiapkan diri  untuk mendapat serangan terbuka. Artinya,  jika kita berani menulis harus  siap menerima serangan itu. Hatiku sendiri jadi  ciut. Tapi kalau pasrah kapan mimpi itu bisa diwujudkan?. Syarat menggapai mimpi  harus berani  menanggung resiko yang akan terjadi. Harus  focus!

 Tak usah mimpi  terlalu tinggi. Kalau  jatuh  sakitnya setengah mati. Dengan  menulis saya hanya  ingin ‘dikenal’ segelintir orang saja. Itu sudah cukup. Tak usah  menjadi ‘unicorn’. Jalani  seperti air yang mengalir. Nikmati dan berusaha belajar sesuai dengan kemampunan yang kumiliki.  Tak perlu jadi orang lain. Jadilah diri sendiri supaya tak pusing.

            Benar  adanya. Kucoba menulis di FB. Maksudku untuk memperkenalkan saja dimedsos. Terserah apa tanggapan para pembaca tentang tulisanku. Kucoba lagi menulis di majalah, ternyata dimuat. Betapa senangnya hati saat itu.  Para pembaca menyemangatiku. Mereka mengapresiasi dan memotivasi. Ada yang langsung  koment di fb ada juga  yang japri. Dari sinilan muncul percaya diri alias PD. Artinya tulisanku bisa  dipahami. Tulisanku yang seorang penulis  pemula dimengerti dan bisa diterima oleh para pembaca.

Akhirnya aku bergabung di group menulis. Pertama di KMO (Komunitas Menulis Online) Alineaku. Kedua dengan WAG MBI ( Menulis Buku Inspirasi). Ketiga dengan Group PGRI. Dari sinilah akhirnya saya banyak kenal  para pegiat literasi Indonesia. Di KMO kenal dengan  penulis hebat pak Cahyadi Takariawan, Bu Nurlaila, Mbak Lina, pak Irfan dan teman-teman yang lain. Di Agupena NTT kenal dengan Bapak Thomas Sogen, Bunda Lilis, Ibu Lily, Pak Sahat  dan masih banyak lagi.  Di PGRI kenal dengan Om Jay ( Wijaya Kusumah, M.Pd), Ibu Kanjeng ( Dra Sri Sugiastuti , M.Pd ), Bu Mae dan tak bisa kusebutkan satu persatu saking banyaknya.

 Pertemanan dengan para penulis senior begitu  mesra dan indah. Walaupun aslinya belum pernah bertatap muka sama sekali. Kami hanya kenal lewat online saja. Lewat Group  whatsapp. Mereka begitu baik dan rela memberi iklas berbagi. Semuanya saling menyemangati. Saya pemula yang tadinya  ‘buta’  berubah  jadi ‘terbuka mata’. Walaupun pengetahuanku dalam menulis baru seujung kuku. Tapi cukup bangga.  Saya jadi salah satu orang yang berani menulis. Yang jelas  jadi orang harus mau belajar dan terus belajar. Jangan malu bertanya dan berani mencoba. Long Life learning. Menulis adalah sebuah keberanian yang tidak dimiliki semua orang ( Pramoedya Ananta Toer).

            Beberapa teman FBku menelponku. Mereka semua memberi semangat. Ini ada teman yang dari Jakarta, Kalimantan, Mataram dan dari tempat lain. Mereka salut padaku. Hmhm.. aku jadi malu dibuatnya.  Mereka ingin belajar bahkan ada yang memesan bukuku jika aku buat buku. Wowww!! Antara senang, gugup, bingung campur campur.  Saat itu juga tiba-tiba ada WA  masuk di HP-ku. Cerpenku  yang kukirim di Kreatory  masuk  rangking ke-22, artinya  masuk 30 besar tingkat nasional. Sebagai pemula aku jadi bangga luar biasa. Dapat Medali, hadiah buku, sertifikat. Hadiah itu kuposting di medsosku  Dengan begitu  banyak pujian dan motivasi dari teman-teman, keluarga dan sahabat medsos. Itu  awalnya aku jadi semangat menulis.

Aku mencoba membuat tulisan untuk dibukukan. Tulisn itu  berupa kumpulan  cerpen. Kupikir-pikir lagi, apakah mungkin bukuku nanti ada yang mau membaca? Apakah  ada yang membeli??  Ahh!!  jawaban itu kutepis. Tak boleh menyerah!. Jangan merasa kalah sebelum maju perang. Hehe….  menghibur diri. Terbukti nyata.  Buku Solo saya terbit. Buku itu berjudul ‘Mengungkap Rahasia’  Sebagai editor dan mengapresiasi  buku saya adalah Bunda Lilis ( Dra Lilis Herpianti Sutikno, SH) beliau adalah  seorang penulis best seller. Apresiasi editor sampai penerbitan buku adalah Ibu kanjeng (Dra Sri Sugiastuti), seorang pegiat Literasi, Bloger, Nara Sumber Penulis Nasional, Kepala SMK  dan masih banyak jabatan lain. Beliau berdua  yang jadi motivator saya.

            Terbit juga buku Solo Kedua, yaitu kumpulan resume dari pelatihan bersama group PGRI bersama Om Jay ( Wijaya Kusumah , M.Pd) Sang  blogger nasional, Nara sumber, penulis hebat, guru Labs Scholl, Motivator, dll. Judul  bukuku adalah ‘Trik Jitu Menjadi Penulis Masa Kini’. Disusul Buku solo ketiga,  Kumpulan Resume Bersama pak Naf ( Nafrizal Eka Putra, M.Pd) berjudul ‘Bangga Menjadi Seorang Penulis’. Solo Yang ke-4 berjudul ‘Dari Goresan pena Mengukir Prestasi’. Buku ini berisi tentang  naskah dan artikel yang pernah terbt di majalah, di buku antologi dan yang pernah masuk  Cerpen 30 besar even Nasional dari Kreatory.

            “Semua berawal dari Mimpi, gantungkan yang tinggi  agar semua terjadi”. Kini buku solo dan  buku antologi yang ber-ISBN dijumlahkan  sudah lebih dari 50 buah.  Saya dipercaya ibu kanjeng  menjadi kurator buku “ Pandemi Bukan Mimpi” dan buku antologi pentigraf berjudul ‘Tiga Tapak Rona Kehidupan’. Menjadi editor buku ‘Lelaki Pematik  Mimpi’ Mengendors beberapa buku  teman-teman penulis. Banyak juga teman yang pesan buku saya. Semua itu sungguh membanggakan saya. Biarlah semua  seperti air yang mengalir. Tuhan sudah atur semuanya. Kita  harus setia menjalani hidup sesuai dengan kehendakNya.

Trimakasih Tuhan, trimakasih teman, sahabat dan handai taulan yang sudah jadi motivatorku. Trimakasih pembelajaran Online ( IG, WA, fb). Semoga ini akan menjadi kenangan yang indah. Semoga buku-buku yang sudah  terbit  terus beredar  dan  bisa menginsipirasi.  Buku kami juga bermanfaat bagi para pembaca yang setia dengan literasi Indonesia. Majulah negriku dengan literasi yang berseri.

            Benar saja, ternyata  adanya pandemi,  membawa dampak yang baik. Saya jadi punya profesi baru. Jadi salah salah  pegiat literasi negeri.  Mungkin kalau  tak ada pandemi saya tidak punya  karya. Pastinya saya  hanya berkutat di sekolah jadi guru saja. Tugasnya mengajar siswa hanya  tekun membuat perangkat dan  sebagai sorang  ibu yang mengurus rumah tangga.

            Akhirnya, ini yang bisa aku ceritakan. Berliterasi saat pandemi melanda negeri. Sebagai catatan, semua kejadian dan peristiwa itu pasti ada hikmahnya bagi kita. Ada sisi negatif, tapi perlu kita menyikapi sisi positifnya. Hidup lebih bermakna jika kita isi dengan warna indahnya pelangi. Mejikuhibiniu, Merah, jingga, kuning, biru, nila dan ungu. Warna yang mempesonaku. Bisa selalu senyum setiap hari. Senyum akan membuat hati suka cita. Hati bahagia membuat kita panjang usia. Dengan umur panjang kita  bisa terus berkarya. Bisa terus mengabdi  dan rela melayani  keluarga, agama dan  tentunya abdi negara dengan setia. Kiranya bisa terus berkarya, menebar inspirasi yang mempesona untuk keabadian. Mengukir asa untuk generasi muda kita. Semoga!.

 

 

Penulis:  Ledwina Eti Wuryani, S.Pd, Asli Magelang Jawa Tengah, jadi guru di Timor Timur -+ 10 Tahun dan di NTT sejak 22 tahun yang lalu.  Seorang ibu 2 putra, Marcel dan Anto. Penulis adalah ibu rumah tangga  sekaligus  guru  Matematika  di SMA Negeri 2 Waingapu Sumba Timur. Penulis alumni SDK Kamal Pagersari, SMPK Muntilan, SMAK Stella Duce 1 Yogyakarta dan IKIP Sanata Dharma Jogyakarta. Beberapa tulisannya dimuat di Media masa, majalah dan buku. Sudah lebih  50 buku solo dan antologi  ber-ISBN yang sudah terbit. Penulis juga dipercaya jadi editor  dan penyunting buku di MBI (Menulis Buku Inspirasi) NTT yang diprakarsai oleh penulis best seller Bunda Dra Lilis Herpianti Sutikno, SH, Mengisi Endors di beberapa buku dan menjadi kurator buku  dibawah naungan bunda Dra. Sri Sugiastuti, M.Pd, (pegiat literasi Nasional, Narsum nasional, Motivator, penulis dan  kepala SMK). Penulis bisa dihubungi di surel ledwinaetiwuryai@gmail.com , ledwinaastiwi44@guru.sma.belajar.id , fb, IG dan You tube :  Ledwina Eti  dan blog  etiastiwi66.blogspot.com  HP WA 085 230 708 285 alamat rumah Jl. Trikora no: 11 RT/RW  010/003, kel. Hambala, Kec. Kota Waingapu, kab. Sumba Timur NTT.  PO Box. 87112. Quotes :  Sebuah kebanggaan Jika  hidup bisa bermanfaat dan menginspirasi  sesama.


 

Selasa, 08 Maret 2022

KOK TEGA-TEGANYA…….

 


Oleh : Ledwina Eti Wuryani

 

Panggil saja Umbu  Datuk Langgi. Orangnya baik dan dermawan. Beliau adalah  anggota DPRD selama 3 periode. Tapi saat ini beliau sudah tidak menjabat lagi. Istrinya punya karisma  inner beauty.  Walaupun suami seorang  pejabat tapi  sang istri tetap rendah hati dan suka menolong. Umi Datuk biasa dipanggil. Keluarga itu  mempunyai 4 anak, hanya 1 saja yang perempuan. Namanya masing-masing adalah : Umbu Jeffri (Uje), Umbu Brizen (Ube), Umbu Kenji (Uka) dan Tamu Rambu Reiana (Ambu Rei). Kakaknya sudah nikah semua, sisa si bungsu yang  belum Nikah.  Jumat, minggu depan  dia rencana menikah. Uka adalah  Sarjana Arsitek. Calon istrinya adalah  seorang calon dokter,  dara manis dari Malang. Putri dari Bapak Noto Prayugo  kepala  SMA Negeri di Malang.  Kedua keluarga besar sudah saling bertemu.  Mereka sudah saling sepakat  bahwa pernikahan nanti akan diadakan di Sumba dan di Jawa. Acara resepsi diadakan di Sumba terlebih dulu, dipihak laki-laki.

 

Seperti biasa,  adat sumba jika ada yang punya hajatan (pesta) biasa mengadakan acara ‘kumpul tangan’.  Acara tersebut  artinya  keluarga besar berkumpul  untuk membicarakan anggaran perhelatan  tersebut. Masing-masing keluarga punya kuajiban menyumbang untuk acara tersebut.  Bapak Umbu Datuk berjanji untuk menyiapkan 4 ekor sapi untuk lauk-pauk acar besar itu. Sebagai orang kota Umbu Datuk Langgi sejak tahun 2012 sudah menitipkan sapi sebanyak 9 ekor di kampung. Hitung-hitung sebagai tabungan saat beliau  masih menjabat anggota dewan. Sebagai pertimbangan nanti kalau  ada ‘acara’ tinggal  ambil saja. Selain  membantu kehidupan orang kampung pasti hewan itu akan beranak pinak, pikirnya. Dikota susah cari rumput dan tenaga kurang.

 

 Karena Pernikahan akan digelar minggu depan, maka Datuk Langgi  pergi ke kampung. Selain bersilaturahmi dengan orang kampung yang pelihara hewan sekalian  rencana ambil  sapi  yang sudah beliau janjikan di rapat keluarga. Jarak tempuh kota ke Tabundung kira-kira 60 km dengan medan yang lumayan sulit. Sampai di rumah bapa Tua yang memelihara sapi… rumah itu sepi sekali. Ada  anaknya laki-laki bujang yang  seorang diri. Bapaknya lagi ke hutan katanya. Umbu Datuk menunggu sudah lebih 4 jam. Tak ada tanda-tanda baik. Tak lama kemudian ada seseorang yang menghampiri Umbu Datuk. Disitu Umbu cerita maksud kedatangannya. Ternyata diluar dugaan , orang yang baru datang cerita bahwa  semua hewan  sudah habis dijual dan tak bersisa. Mereka  pake untuk main judi dan untuk biaya hidup. Umbu Datuk Langgi tak bisa  menahan  emosi. Dada terasa sesak. Jantungpun berdebar sangat kencang hampir berhenti berdetak. Dengan hati serasa teriris sembilu tekanan darah naik tak terbendung. Kebetulan Umbu Datuk punya riwayat tekanan darah tinggi. Saking tak kuasa menahan emosinya akhirnya beliau terjatuh dari bale-bale rumah.  Kejadian itu hanya berdua. Kampung sangat sunyi. Penduduk kampung sangat jarang dan berjauhan.  Persatu  km baru ada rumah. Karena lambatnya pertolongan bapak tua menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pilu sedih kejadian itu. Umbu Datuk akhirnya dibawa pulang ke Kota dalam keadaan tak bernafas lagi. Sampai dikota betapa sedihnya semua warga yang mendengar kronologi ceritanya. Minggu depan  mau ada perhelatan besar untuk putera bungsunya dengan persiapan yang special.  Ternyata Tuhan menentukan cerita yang berbeda. Oh Tuhan…!, ternyata acara pernikahan yang akan membawa tawa kebahagiaan itu berubah menjadi deraian air mata kesedihan. Ribuan  tamu yang melayat  turut menangis sedih. Isak tangis terdengar setiap kita yang hadir. Bapa/mama besan datang dari Malang bersama calon istrinya Uka.  Mereka   pingsan di depan jenazah Bapak Datuk diikuti semua anak-anak kandungnya juga ikut berjatuhan. Semua tamu yang hadir sungguh merasa terharu dan sedih. Oh Tuhan…..  ampunkanlah orang kampung yang tega menyalahgunakan kepercayan orang baik ini. Semoga mereka dipanjangkan umurnya dan mau bertobat.

 

 

Waingapu,  7 Maret 2022

 

 

Menulis untuk Menyiapkan Generasi Literasi Masa Depan

   RUANGMENULIS    4 SEPTEMBER 2022  3 MIN READ   Oleh: Eli Halimah “ The youth today are the leader tomorrow” Ungkapan di atas artinya, “Pe...