.
Writing for Wellness – 83
Oleh : Cahyadi Takariawan
Forgiveness involves forgoing destructive thoughts, feelings, and behaviors and, instead, engaging in constructive responses following an interpersonal offense – Catherine Romero (2008)
.
Anda pernah merasa sakit hati atau terzalimi? Bagaimana reaksi dalam diri Anda? Marah, dendam, ingin membalas? Atau Anda termasuk pribadi yang mudah memaafkan? Semua respon dalam diri Anda, memiliki konsekuensi yang berbeda-beda.
Sebagai manusia beriman, kita diarahkan untuk memiliki sikap pemaaf, dan menjauhkan diri dari dendam. Maka forgiveness (pemaafan) memiliki peran serta pengaruh yang positif dalam kehidupan manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata pemaafan adalah proses, cara, perbuatan memaafkan. Arti lainnya dari pemaafan adalah pengampunan. Pemaafan berasal dari kata dasar maaf. Pemaafan memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga pemaafan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.
Pengertian Forgiveness
Enright (dalam Nashori, 2016) mendefinisikan pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya secara tidak adil, pada sisi lain menumbuhkan perasaan iba, kasih sayang, dan kemurahan hati terhadap orang yang telah menyakiti hatinya tersebut.
McCullough dkk (dalam Nashori, 2016) mengartikan pemaafan sebagai seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang agar tidak membalas-dendam dan. meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.
Wardhati dan Faturochman (dalam Nashori, 2016) mengatakan bahwa pemaafan adalah upaya membuang semua keinginan pembalasan dendam dan sakit hati yang bersifat pribadi terhadap pihak yang bersalah atau orang yang menyakiti dan mempunyai keinginan untuk membina hubungan kembali.
Baumeister, Exline, dan Sommer (dalam Nashori, 2016) membagi pemaafan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi intrapsikis dan dimensi Interpersonal. DImensI intrapslkis mellputi aspek emosI dan kognlsi. Dimensi interpersonal meliputi aspek sosial pemaafan. Pemaafan total dan tuntas mellbatkan dua dimensi di atas.
Pemaafan yang semu terbatas pada dimensi interpersonal yang ditandai oleh adanya perilaku memperlakukan orang-orang yang menyakiti secara wajar tetapi masih terus menyimpan dendam dan sakit hati. Pemaafan yang tulus merupakan pilihan sadar individu melepaskan keinginan untuk membalas dan mewujudkannya dalam respons rekonsiliasi (Nashori, 2016).
Forgiveness sebagai kekuatan karakter dan proses yang ketika dipraktikkan, dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan psikologis, kesehatan fisik, dan umur panjang. Penelitian menunjukkan bahwa proses fisik dan psikologis yang menunjukkan dampak dari forgiveness termasuk HIV/AIDS, fibromyalgia, penyakit arteri koroner, nyeri kronis, cedera otak traumatis, penyakit terminal, kanker tertentu, kecemasan, dan depresi (Aini, 2020).
Sementara gagal memaafkan adalah praktik yang melibatkan pikiran tentang kemarahan, balas dendam, kebencian—dan kebencian memiliki hasil yang tidak produktif, seperti meningkatnya kecemasan, depresi, tekanan darah tinggi, resistensi pembuluh darah, penurunan respons imun, dan hasil yang lebih buruk pada penyakit arteri koroner (Norman, dalam : Aini 2020).
Ada banyak penelitian yang menunjukkan efek positif yang sangat besar dari forgiveness pada kesejahteraan psikologis. Salah satu studi menemukan bahwa wanita yang memaafkan orang yang menyakiti mereka mengalami lebih sedikit depresi, kecemasan, dan memiliki harga diri yang lebih tinggi.
Sudah banyak penelitian tentang implikasi positif dari forgiveness, tetapi sayangnya tidak ada terapi yang ditetapkan untuk membantu membimbing klien menuju tindakan forgiveness (Bowles, dalam : Aini, 2020). Untuk itu diperlukan uoaya memberikan bimbingan teknis, bagaimana forgiveness bisa dilakukan.
Menulis ekspresif yang dikembangkan oleh Pennebaker dan Beall sejak 1986 dapat menyediakan metode yang nyaman bagi individu untuk menghadapi perasaan dan pikiran yang tidak terselesaikan, terkait dengan peristiwa yang menimbulkan stres. Pennebaker mengembangkan intervensi ekspresi emosi tertulis singkat yang membantu individu untuk secara kognitif menghadapi dan memproses reaksi mereka terhadap peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
Peserta menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam mereka yang terkait dengan peristiwa stres tertentu selama 20 menit per hari, biasanya untuk periode 3 hari. Lebih dari satu dekade penelitian menunjukkan kemanjuran intervensi ini dalam meningkatkan kesehatan fisik dan penyesuaian psikososial.
Menulis Ekspresif untuk Membantu Forgiveness
Menulis ekspresif, bisa dikembangkan untuk menjadi sarana untuk membantu forgiveness. Studi telah dilakukan oleh Catherine Romero (2008), membandingkan dua tugas menulis ekspresif dengan tugas menulis kontrol untuk menentukan apakah menulis tentang pelanggaran interpersonal mendorong tindakan pemaafan.
“Participants who empathized with the offender and identified benefits of forgiveness experienced decreases in avoidance and increases in perspective-taking” – Catherine Romero (2008)
Peserta yang berempati dengan pelaku dan mengidentifikasi manfaat pengampunan mengalami penurunan dalam penghindaran dan peningkatan pengambilan perspektif. Peserta yang menulis tentang pikiran dan perasaan mereka atau tentang kejadian sehari-hari tidak mengalami hasil pengampunan tersebut.
Hasil studi Romero ini menandakan, menulis ekspresif mampu membantu proses memaafkan. Dengan manfaat kognitif maupun mental yang didapatkan melalui menulis ekspresif, membuat seseorang lebih mudah memaafkan.
Penelitian serupa dilakukan oleh Qurrota Aini (2020). Aini melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas menulis ekspresif terhadap peningkatan forgiveness pada individu yang mengalami pemutusan hubungan romantis. Penelitian menggunakan metode kuasi-eksperimen dengan desain penelitian Non-Randomized Pretest-Posttest Control Group Design.
Partisipan terdiri dari 36 individu pada usia dewasa awal dengan rentang usia 18-23 tahun yang telah mengalami pemutusan hubungan romantis. Hasil uji hipotesis menggunakan uji t berpasangan menunjukkan kegiatan menulis ekspresif efektif dalam meningkatkan forgiveness pada individu setelah adanya pemutusan hubungan romantis.
Selamat menulis, selamat menikmati kedamaian.
Bahan Bacaan
Catherine Romero, Writing Wrongs: Promoting Forgiveness Through Expressive Writing, https://doi.org/10.1177/0265407508093788, Journal of Social and Personal Relationships, 1 Agustus 2008, diakses dari https://journals.sagepub.com/
Qurrota Aini, Efektivitas Menulis Ekspresif Terhadap Peningkatan Forgiveness pada Individu yang Mengalami Pemutusan Hubungan Romantis, http://repository.unj.ac.id, 8 April 2020
Fuad Nashori, Meningkatkan Kualitas Hidup dengan Pemaafan, DOI : 10.20885/unisia.vol33.iss75.art1, 21 Juli 2016, diakses dari https://journal.uii.ac.id
.