Selasa, 31 Mei 2022

A29. Pak Presiden Jokowi Datang Ke Waingapu Sumba Timur. Day 29





  

Sejujurnya kukatakan  dari hati yang paling dalam..
Aku ini hanya guru biasa dan bukan siapa siapa,
Mimpi ketemu presiden saja tidak berani
Apalagi bisa bersalaman… Ahh! itu  tidak mungkinlah,
Biarlah cukup membayangkan saja,
Melihat di TV, di You-tube atau di medsos lainnya
 
 
Aku hanya merindu dan berdoa
Semoga mimpiku bisa jadi fakta hehe..
Bertemu dengan presiden Idola
Presiden yang merakyat dan sangat baik hatinya
Presiden yang begitu dicintai rakyatnya
 
Mendengar kabar mau ke Sumba  aku  gembira luar biasa
Aku terkagum dengan karya-karya dan gebrakannya
Salut melihat  perilakunya yang santun  membuatku selalu menitikkan air mata
Ini adalah sejarah yang tak mungkin kulupa
Selalu terukir indah dalam sanubari setiap kita yang mengidolakannya.
 
Sebagai bukti nyata,
Sebanyak 40  orang guru dan dosen se-nusantara
Saya salah satunya,
Membuat buku ‘ Surat Cinta Guru Kepada Presiden Jokowi’


dan Hari Ragu, 2 Juni 2022  buku itu benar-benar diterima Bapak Presiden Jokowi
dibantu Renaldi Wakil ketua osis SMANDU  dengan perjuangan.
Trimaksih @Renaldi  ya.  Kenangan Hidup yang tak akan terlupa.

 
Buku ini dipersembahkan untuk:
 
Yang mulia Bapak Presiden RI Ir. H. Joko Widodo,
Bapak Wapres KH. Ma’ruf Amin,
Ketua DPR RI, Ibu Puan Maharani,
Ketua MPR, bapak Bambang Susetyo
Dan pegiat literasi dimanapun berada.
 
Untuk kedua orang tua dan keluarga tercinta,
Serta para pembaca buku ini. Semoga bermanfaat.
 
#BenarbenarpakJokowidatangkeWaingapuSumbaTimur
#Cukuplahakumelihatdarijauhsajadanberdoa
#Takberanilangsungbertemu
#semogabapakPresidendankeluargadiberikankesehatan
#Semogadiberikanusiayangpanjang
#Semogaselaludiberkatidalamsetiaptugaskerjadanpengabdiannya

#Trimakasih juga untuk Perhargaannya Lencana Karya Satya 30 Tahun.
 

 

Aku salah satu guru  dari jutaan guru yang ada di Indonesia.

Guru adalah ujung tombak generasi tunas bangsa, gurulah  yang pertama  mengukir akan dijadikan apa generasi muda ini.

Guru Mulia karena Karya.


Membincang masalah pendidikan tentu saja guru ahlinya. Guru sebagai pelaku utama dalam pembelajaran.  Murid hebat tentu tak lepas dari peran guru.  Namun kenyataanya kadang guru  dilupakan oleh orang tua, pemangku kepentingan, pemangku kebijakan ... dari daerah hingga pemerintah pusat. 

Buku Surat cinta untuk Presiden  Jokowi merupakan  kumpulan surat cinta para guru Nusantara untuk Bapak Presiden Jokowi yang dibanggakannya. Para guru menyampaikan kekagumannya, pesan dan kesan mereka terhadap RI-1  untuk memberikan masukan  demi kemajuan Indonesia yang kita cintai.





 

#70harimenulis

#siapataujadibuku

#challenge-29

#RumahLiterasiPMA

#LedwinaEtiWuryani

#Minggu,5Juni2022 

 

 






A28. PANTUN Day 28



Jalan-jalan ke tanah tarimbang
Naik kuda pada pelana
Janganlah mantan dikenang
Sakit hati tambah merana

 
Pergi bertapa bukit dinaiki
Kemudian berkelana cari kekuatan
Syukuri yang sudah dimiliki
Nikmat mana lagi yang didustakan
 
Kayu rimba menjadi papan
Ditata  untuk diding rumah
Adab budaya perilaku sopan
Pergaulan mulia beramah tamah
 
Musin kemarau langitnya biru
Hati rindu ingin ke Mekah
Hormati semua guru
Agar kamu dapat berkah
 
Jaman Sekarang orang malas baca koran
Sukanya fb-an dan chatingan
Di group WA Atau  kuburan
Sepi sekali aku post tak ada balasan
 
 
Bebek terbang dihempas angin
Kera berteriak di pohon randu
Sakit badan panas dingin
Kira’in demam ternyata rindu
 
 
Anjing punya taring dan cakar
Jatuh berguling dari dudukan
Jika dekat sering bertengkar
Saat jauh saling merindukan
 
 
Pergi kepasar bersama ibu
Senang dibelikan baju baru
Kalau kamu sayang padaku
Cepat dong ajak aku ke penghulu
 
 
Pergi belanja di toko bibi Sonya
Bukan naik motor tapi jalan kaki
Kalau dirayu susah jawabnya
Ajak saja dia untuk kawin lari
 
 
Nenek sedang membuat santan
Untuk makan disaat petang
Tak usah mikirin mantan
Mending pikir bayar utang
 
Orang jawa jual jamu
Ada koran ia baca
Setelah lihat kamu
Aku langsung jatuh cinta
 
 
#70harimenulis
#siapataujadibuku
#challenge - 28
#RumahLiterasiPMA
# WaingapuSabtu4Juni  2022
 

 

  

A27. BOSO JOWO day 27

 

 

Wis  suwe  aku ngrantau nang  provinsi liyo

Wis telung puluh loro tahun suwene

Boso Jowo  sampun kesupen sedoyo

Menopo mslih ingkang boso kromo.

Kangen…. kepingin nguri-uri nang ati

 

Aku pancen wong cilik ora koyo  rojo

Biso  mangan biso ngombe wae aku wis trimo,

Rasah melu  ngupakara wong liyo

Ra ono guno, iku urusane  de’e dewe

 

Nanging asline ati iki ana roso

Jroning batin  saktenane  pingin kondo

Pingin donga boso jowo ben ati lego

Ben ora ngudoroso  ngoyoworo

 

Kanjeng Romo ingkang wonten  Suwargo

Asmo dalem kaluhurno

Kraton dalem mugi-mugi rawuha ing ati kula

Raosipun  wonten donya kados ing suwargo

 

Paringono Kawula  kecekapan rejeki

Sakatahipun  kalepatan nyuwun pangapunten

Mugi-mugi kawula saget  maringi pangapunten dateng sesami

Kaluwarno  saking panggoda, tinebihno saking piawon

Supados kawula saget minggah suwargo

Dados setunggal Gusti ingkang murbeng dumadi.

 

Matur nuwun.

 

Jadi ingat waktu masih kecil saya  dipangku bapak ( Sudayat Hadi Pranoto, alm), diajari  nembang pangkur. Kebetulan saat itu bapak  ketua paguyuban kerawitan di rumah. Namanya Eko Budoyo. Paguyuban itu bergerak dibidang kesenian asli jawa, yaitu  ketoprak dan sanggar  tarian jawa. Saya ingat guru tari kami 3, pak Kayat, pak Darman dan Mbak Budi. Dan di rumah saat itu punya  seperangkat gamelan, kerawitan (Musik jawa tengah: Red). Dari kecil kami sudah dikenalkan dengan musik  itu. Bahkan  saya  menguasai banyak tarian Jawa. Antara  lain, Tari Bondan, Seto kumitir, Gambir Anom, Menak Jinggo Dayun, Klono Tupeng, Gambyong, Sri Rejeki, dll.

              Saat itu kami sering  diundang menari  saat ada acara pernikahan, syukuran, peresmian gedung,  atau yang lain.  Jika saya menari bapak yang tukang kendang. Ada  juga banyak teman  saya yang penari saat itu. adik saya, Dik Rita. kalau tak salah ingat ada Bu Lin, Mardani, Wenti, Mbak Sur, Mbak Titik yang lain sudah lupa.   Ada teman dekat  saya  nama Suryani sudah meninggal.  Saat itu adalah saat yang  paling berkesan.  Kami masih kecil kadang  dapat uang karena menari. Betapa bahagianya saat itu.  Kami menari hingga remaja, saat ada festival di kampus  saya juga sering ikut. Pernah juga saat pelatihan di Jogya  (sudah jadi guru di Timor Timur)  saya sempat menari tari ‘Sri Rejeki’ di P3K Matematika Jogyakarta.

Saat itu belum ada medsos. Fotopun masih langka. Ada juga foto-foto sebenarnya, tapi sudah tak bisa di selamatkan. Rumah saya di Muntilan, saat gunung merapi ngambeg pasti kita kena dampaknya. Hujan lebat, abu, dingin menyusup dan lembab.  Dengan begitu  foto-foto kenangan  basah, becek dan  gambar  rusak tak tahan lama.

Sekarang ini saya tinggal di Sumba Timur. Kota Waingapu tepatnya. Suami putra daerah pula. Asli Sumba Timur, kelahiran dusun Lamerib, Desa Meurumba.  Sebagai istri setia wajib ikut suami dimanapun berada. Hilanglah  logat jawa, hilang semua ketrampilan yang kupunya.  Bahkan saya juga punya ijasah rias pengantin jawa, ibu juga seorang perias  pengantin jawa.  Semua  ditinggalkan demi berjuang untuk pengabdian  guru PNS  dan cinta. Sebagai Warga yang baik harus rela bertempat di pelosok Nusantara.

Semuanya tinggal kemangan.  Dokumenpun tak bisa untuk membuktikan. Hanya ingatan yang masih jernih dalam pikiran. Masih sedikit  juga tembang pangkur yang kuingat liriknya.

 

Mingkar-mingkuring ukoro

Akarono karenaning margi  siwi

Sinawung resmining kidung

Sinuba sinukarto

Kang tumprabing tanah jowo

Agomo ageming ati

 

Wis lali kabeh!

 

 

#70harimenulis

#siapataujadibuku

#challenge - 27

#RumahLiterasiPMA

#LedwinaEti

#Jumat,3Juni2022

 

 

 

 

 

 

 

A26. AWAL MENULIS Day 26

 

Waktu itu saya begitu terkagum-kagum dengan nama orang yang tertulis di berbagai media. Pasti orang hebat. Terkesan intelek. Saya berpikir pasti saya  bangga kalau  suatu saat namaku  bisa terpampang di buku, di koran  atau di majalah hehe…. Ah!! mimpi.  Tapi  mimpi itu bisa diukir, dirajut dengan fokus.


Tanpa Sepengetahuan siapapun saya iseng  mencoba  untuk menulis.   Tak satupun kuberitahu, sekalipun  suami.  Supaya jika  tulisan tidak dimuat  tidak malu/kecewa.   Tulisan pertama saat ada lomba olimpiade sains  SMA  tingkat kabupaten tahun 2009. Saat itu terjadi  ketidakpuasan  tentang kejuaraan. Nah saat itu saya  buat opini dengan judul “Siapapun bisa dari juara”. Naskah saya ketik rapi, 600 karakter, saya kirim  ke koran Media rakyat saat itu. Koran lokal kabupaten. Eh!! Ternyata langsung terbit tanpa edit. Bahagia luar biasa, bangga  campur aduk. Senang sekali pokoknya, nama dan foto  saya terpampang  jelas di koran itu. Saya kirim lagi di Sumba Pos, terbit lagi. Di Sumba Pembaharuan  muncul juga. Di Cakrawala NTT, majalah provinsi juga dimuat.  Saya jadi kenal baik dengan  pimpinan redaksinya, sebuah kebanggan  bagi saya.


Dari situ akhirnya saya sedikit dikenal, peserta didik yang suka baca, teman-teman luar sekolah dan ada  beberapa orang yang saya  tidak kenal, mereka  jadi kenal saya. Ketemu  di toko orang tegur saya, Ibu Eti ya!, katanya. Haa…katanya  kenal saya,  karena melihat  fotoku  di koran. Kepala sekolah saya waktu itu, Bapak Drs Yeheskiel Rebo (alm) sering memuji saya dan sering dijadikan contoh supaya teman-teman  meniru saya untuk rajin menulis.  Antara bangga dan GR sedikit dalam hati. Ahh! tak penting  yang terpenting  saya sudah bisa membuktikan bahwa ternyata menulis itu  tidak sesulit yang saya bayangkan dulu. Walau modal nekat ternyata dihargai. “Menulis adalah sebuah keberanian yang tidak dimiliki semua orang.” ( Pramoedya Ananta Toer). Jadi saya pribadi  merasa  bangga karena saya adalah ‘salah satu’ yang ‘berani’ menulis.

 

Akhirnya saya berpikir, ternyata  menulis itu mudah. Pak Cah bilang malah menulis semudah bernafas. Benarkah? Itu relatif menurut saya. Tulisanku yang masih  pemula dan masih receh saja dihargai. Diakui dan diterbitkan. Saat itu saya rajin kirim  naskah, tapi  karena beban tugas mengajar  dan adanya tugas tambahan  semakin banyak dan  padat  akhirnya  fakum juga. Saat itu saya belum ikut komunitas menulis seperti sekarang. Masih  mandiri dan tak ada motivator seperti Ibu Kanjeng, Ibu Lilis, Pak Sahat, Bu Mey dan masih bayak teman menulis yang lain.

 

Bulan Maret 2020 corona datang. Sekolah  tutup. Pembelajaran BDR (Belajar dari Rumah). Pembelajaran dari jarak jauh ( PJJ). Saat itu  guru  ada waktu lebih banyak karena di rumah saja. Saya  jadi rajin  buka HP, selain  ber-WA  juga  main FB. Dulu saya  sebelum PJJ jarang  main hp, tidak aktif juga di medsos, nama  Fb punya tapi tidak aktif. IG juga ada tapi tidak pernah buka.

 

Saat buka face book ada  tawaran pelatihan KMO ( Kelas Menulis OnLine) saya ikut.  Ada tawaran masuk grup menulis bunda Lilis,  Menulis Buku Inspirasi ( MBI) saya ikut. Ayo dipinang,  mari bergabung membuat buku ber-ISBN pasti  terbit dari Ibu Kanjeng,  ikut juga. Asyik!. Termotivasi karena selain dapat sertifikat juga dapat pengalaman baru. Banyak teman pula, para penulis hebat seluruh Indonesia. Para anggota grup begitu baik. Begitu familiar, bahkan serasa bagai mendapatkan saudara. Walau belum pernah lihat sosoknya sama sekali, tapi seperti sudah kenal lebih dari 10 tahun. Nah, dari situ akhirnya bisa tambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga..

 

Akhirnya cinta lama bersemi kembali. Yang dulu menulis sudah terkubur dalam kini  jadi tumbuh lagi. Walau sudah tidak muda lagi, akhirnya saya berfikir ‘menulis’ untuk kenangan anak cucu kelak jika saya sudah tiada. Jika suatu saat mereka  baca buku saya, Oh!!, ternyata oma  itu dulu penulis! Hehe.....Biar Jasat terkubur tetapi tulisan bisa selalu dikenang disepanjang masa.

 

Hal yang paling diingat dari materi ibu kanjeng saat ikut pelatihan online. Pernyataan Ibu kanjeng: Kalau mau jadi penulis itu sering-seringlah berteman dengan penulis. Menulislah setiap hari agar segala kemalasan dan kemandegan dalam menulis akan hilang.  Jika kita banyak menulis membuat tulisan kita lebih berkualitas. Menulis itu bagaikan merancang atau mendisain baju. Setiap penulis  itu memiliki  warna tulisan yang berbeda. Tentunya harus rajin berlatih  agar memilki warna tulisan sendiri. Aku dengar. Aku melihat. Aku ingat. Aku melakukan. Aku Pasti Bisa!.

 

              Dengan menulis akhirnya aku  buat ruang baca tulis sederhana di sudut rumah. Kupajang  buku-bukuku. Suasana  ruangan  jadi adhome banget. Kalau  sudah duduk di situ jadi krasan dan terasa nyaman sambil menyalurkan hobi menulis. Ternyata menulis itu hobi yang dibayar. Terbukti saat jadi kurator aku dapat bonus, selain  uang juga dapat buku gratis. Lumayan. Saat aku jadi  editor bukunya teman-teman dari MBI ( Menulis  Buku Inspirasi)  buku soloku dibeli peserta. Saat  menulis endors para penulis,  saya juga dapat hadiah  buku. Dari  situ membuat hati bergairah untuk menulis.

              Sebenarnya dengan tulus menulis adalah  hobi. Jika ternyata ada bonusnya wow!  itu sungguh membahagiakan hati. Siapa yang tak  suka hadiah, bonus atau uang. Dengan begitu akhirnya kita  seolah dapat tantangan untuk tetap rajin menulis supaya tulisannya lebih berbobot. “ala bisa karena biasa’.  Pekerjaan apapun  kalau ditekuni pasti akan membawa hasil lebih baik.  Dengan berproses tak akan mengkhianati hasil.

              Nah sekarang ini saya memberanikan ikut challenge menulis selama 70 hari. Antara jadi/tidak saya ragu.  Tanpa ada ikatan dan tantangan  biasa rasa malas menyelimuti diri. Akhirnya  saya ikut. Pasti bisa! Dengan begitu saya pasti akan lebih rajin menulis di tengah kesibukan  sebagai guru,  tugas tambahan, ibu rumah tangga dan urusan sosial yang lain. Kini sudah hari ke-26. Kamis , 1 Juni 2022 pas Hari Lahir Pancasila. Bertepatan Pak Presiden Jokowi mau datang ke Sumba Timur.

 

              Dengan menyalurkan hobi menulis akhirnya merasa bahwa ‘waktu’ itu terasa berharga sekali.  Bahkan  kadang merasa waktu yang diberikan Tuhan selama 24 itu tidak cukup  untuk memenuhkan semua  tugas dan kerja saya.  Prinsipnya dalam hidup harus pinter-pinter membagi waktu. Jangan lupa tetap tidur yang cukup dan ada juga sisakan waktu jeda untuk istirahat. Kasihan badan ini  jika  tak diberi waktu untuk istirahat. Istirahat dan tidur itu penting.

 

              Saat saya menulis ini tiba-tiba ada  chatt yang masuk  sudah 2 hari yang lalu belum sempat saya  baca. Isinya bunda Lilis meminta saya untuk membuatkan ‘endors’  buku solonya  pak Yanto guru bahasa Inggris  SMP di Atambua.

 

              Ini adalah kali ke-4 untuk  mengendors buku teman-teman.  Saya sungguh berterima kasih kepada teman yang sudah memberikan  kepercayaan pada saya penulis pemula. Awalnya ragu juga tapi sekarang anggap saja sudah bisa karena  biasa.

Ini Endornya yang paling terakhir untuk pak Yanuarius Wadana, S.Pd.

 

 

Buku “ KUMPULAN PUISI“  seorang guru bahasa Inggris di Belu adalah  sebagai bentuk  suara ‘curahan rasa’  yang diabadikan  lewat indahnya kata-kata.  Berisi untaian kata  mengandung hikmah dan pesan bermakna.

Kumpulan puisi ini  hasil karya terbaik yaitu karya seni  kreatif  dari Bapak Yanuarius Wadan, S.Pd  Seorang  guru hebat, guru kreatif dan inovatif sekaligus guru  pegiat literasi yang  concern  kegiatan menulis. Beliau  berpuisi  tentang  penyemangat  dalam  kehidupan. Tentang pesona desa, impian, keluarga, kota kelahiran dan masih banyak yang lain. Hal ini tentunya memesonakan hati bagi pembaca. Dalam  setiap puisi disertai  foto-foto cantik menggugah rasa ingin terus membaca  di lembaran berikutnya.

Keindahan itu  bukan hanya karena pakaian yang  dikenakan. Keindahan  berkarya itu adalah karena ilmu yang dituangkan dan kebajikan yang dilakukan.  Kenyataannya  tidak semua orang bisa melakukannya.  Berbangga dan bersyukur bagi  kita yang bisa melakukan dan membuktikan karya nyata kita.

Proficiat  buat buku solonya pak  Yanuarius, Pak guru motivator!  teruslah menulis  dan menginspirasi.  Buku puisi ini  layak  untuk dimiliki sebagai buku referensi pribadi maupun sekolah atau lembaga ipendidikan. Puisinya semua indah  mempesona. Setiap  puisinya  penuh makna.  Buku  kumpulan puisi ini istimewa dan   punya daya tarik tersendiri  bagi para pembacanya termasuk saya.

Semoga buku ini menjadi penyemangat para guru  Atambua  Kabupaten Belu pada khususnya dan  Seluruh guru nusantara pada umumnya  untuk berliterasi.

Guru Mulia karena Karya.  Salam literasi  maju  terus literasi Indonesia.

Ledwina Eti Wuryani, S.Pd
Guru SMA Negeri 2 Waingapu
Penulis, bloger dan pegiat literasi Nusantara.

 

 

#70harimenulis

#siapataujadibuku
#challenge-26
#RumahLiterasiPMA
#LedwinaEtiWuryani
#Rabu,1Mei2022 

 

 

 

 

 

Minggu, 29 Mei 2022

A25. Saat Corona Menyerangku Day25

 

 

Oh Tuhan!.Rintihku  dalam hati. Tak terasa  sesak sekali  hatiku, jika ingat saat itu....

Karena hari Sabtu tak ada kuliah aku pergi ke Eyang di muntilan. Mama suka marah-marah  kalau aku tak kerumah Eyang. Sebenarnya aku ada tugaa untuk mengantar ke gereka setiap hari Minggu.  Tapi bagaimana , kuliahku padat dan tugas banyak. Kadang satu bulan sekali aku baru pergi ke rumah Eyang di Muntilan.

 

Sampai di rumah Eyang ternyata semua penghuni rumah terpapar covid-19. Nah, saat ini aku  jadi dilema. Mau pulang ya tak mungkinlah. Padahal di situ ada tante Rini, Om Yamto dan Ronald anaknya yang 6 tahun. Akhirnya aku tetap masuk, makan dan bermain juga dengan Ronald sehabis aku ngantar Eyang untuk ibadah Sabtu Sore di gereja St. Petrus.

 

Hari  Minggu sore aku pulang ke Jogya karena hari Senin pagi ada kuliah sesi pertama. Sampai di kamar kos badanku kok terasa  lemas...tiba-tiba badanku panas tinggi. Kepala thiung-thiung, terasa mau pecah. Ya Tuhan,  ada apaan ini!!. Seumur  hidup aku belum pernah  merasakan sakit  seperti begini. Aku takut sekali!! Aku mulai panik.  Aku berusaha tenang.  Tenggorokanku mulai terasa sakit. Dag dig dug  dadaku bergetar kencang! Aku jadi ingat...... jangan-jangan aku  terserang covid-19!!.

 

Kok, yang kurasakan  tanda-tandanya seperti yang  kulihat/kubaca di medsos yang terpapar covid ganas Delta vaian.  Kuambil bawang merah, kuiris lalu kucium....,ternyata  tak bisa kurasakan  aromanya. Kuambil kaos kaki dalam sepatu yang kupakai tadi...ternyata aku tak merasakan bau... aku lari ke Indomart beli  minyak kayu putih kucium-cium....benar tak rasa apa-apa. aku mulai gelisah, dan takut.  Duhh!!  Secepat itu  menularnya! Pasti aku ketularan di rumah Eyang. Rasa hati  tak karuan. Jantungpun terus berdebar kencang. Aku panik dan gelisah terus! Aku  jadi ingat,  O Iya!!  Tante Rini positif. Tapi saya tidak salaman tadi, batinku. Saya juga tetap pakai masker......jangan-jangan....Tuhan!!,  ahh!! saya  tak berani curiga.

 

Getaran jatung semakin kencang  diikuti  badan kok tambah panas.  Aku batuk, tenggorokan terasa sakit sekali, dahak yang kukeluarkan  warna coklat!! Kepala terasa berat dan badan semakin panas. Aku  tak sadar apa yang akan terjadi pada diriku.  Hampir copot jantungku. Nafasku semakin sesak malam itu. Aku tak berdaya, hhhh!!  aku  mau minta tolong sama siapa!!?????

 

 Kosku berderet empat kamar ...sepi sekali karena mereka  semua mudik. Jadi aku sendirian. Ya aku sendirian!! Hanya ditemani suara kodok di sawah dan  gesekan bambu diterpa angin dan hembusan udara malam .

 

Tuhan!!!!  “Kuatkan aku!”, rintihku dalam hati.   Aku  terus  berdoa dan hanya bisa berdoa.   Semoga  aku  bisa kuat  menjalani sakit dan penderitaanku ini. Dengan menahan rasa sakit yang amat hebat aku tak bisa tidur, badanku lemas, deman, panas rasanya tubuh ini, perut perih sekali. Lengkaplah penderitaanku. Mau lari ke rumah sakit suasana  malam mencekam.  Aku tak berdaya. Aku juga tak cukup uang ke dokter. Mau telpon mama di NTT, percuma. Nti mereka malah panik.  Semoga ini  bukan malam yang terakhir bagiku.

 

Dalam kepanikan aku mencoba keluar......menatap jam menunjukkan jam 00.23 WIB. Suasana sepi menambah bulu kudukku berdiri.  Kebetulan  dibelakang  kamar kosku adalah kuburan. Di perkampungan pula. Sunyi sepi........ Maklum anak rantau, jadi  cari kos yang murah dan sepi. Selain  tak memberatkan ortuku yang  penghasilannya pas-pasan dengan harapan bisa belajar dengan baik di lingkungan yang sepi.  Angin  berhembus sepoi-sepoi. Menyusup hingga ke nadi. Aku  duduk di teras kos seraya merenungi nasib dan menahan sakitku. Aku tak berani cerita karena takut diusir pemilik kos. Saat ini  lagi heboh-hebohnya  orang terpapar. Aku berusaha menenangkan diri. Biarlah kutanggung sendiri sakitku, aku berusaha bertahan.

 

 Aku hanya ditemani nyamuk yang sesekali menggigitku. Aku tak bisa tidur semalaman. Sambil menahan sakit kepalaku dan batuk yang terus tak henti.   Mencoba kutahan.......sampai akhirnya kudengar suara  mesjid adzan  subuh dari kejauhan... kulihat HP ternyata sudah jam 04.43 WIB.

 

Hari ini jadwalku  harus ke rumah sakit Betheda...sendiri, ku stater motorku  untuk swab, mbayar Rp250ribu. Aduh!! Mahal sekali, uang makanku seminggu!! Tak apalah,  demi sebuah kesehatan. Gegub jantung, rasa was was dan takut  bersamaan menunggu  hasil swab. Tak lama kemudian perawat  membawa hasilnya. .......ternyata, benar aku positif!!! “Delta Varian” virus terbaru yang ganas  dan sedang  menggila.

 

Kepala terasa disambar petir.  Aku hampir  pinsan mendengar  berita itu. Untung Tuhan menguatkanku.  Dari    62  yang swab disitu,  hanya ada 3 orang  yang  positif.  Termasuk aku!. Lunglai  rasanya bagai badan tak bertulang. Aku diberi obat, mungkin vitamin ya. Disuruh  minum setiap hari. Perawat  pesan supaya,  ingat prokes ketat, olah raga, berjemur setiap jam 09.00 WIB   dan  jangan lupa olah raga. Dengan langkah gontai  aku meninggalkan rumah sakit. Aku  tak bisa berkata-kata. Aku mau  curhat sama siapa. Kalau aku  cerita aku pasti diusir, mau kemana??. Tak terasa airmata menetes  deras dipipiku.

 

Hari demi hari  kujalani selama pesakitan ini.  Kemarin ada temanku meninggal di kampus, padahal awalnya dia  sehat-sehat.  Di Jogya Zona merah, saat itu ternyata di Muntilan zona hitam menurut berita  akan segera lookdown. Aku jadi  kepikiran dengan nasib diriku. Sakitku belum juga berkurang.  Selain panas, tenggorokanku  sakit sekali, kumasuki  makanan dengan paksa masih  teramat sakit kalau menelan.

 

Jantungku ini deg degan kencang terus, aku selalu tersugesti  dengan kematian.  Aku hanya bisa  terus berdoa dan  tak henti. Tuhaaannnnn.......bantu  hambamu. Sembuhkanlah aku. Airmata deras  selalu membasahi pipiku. Aku takut sekali. Aku tak berdaya.  Aku hampir  putus asa.

 

Akhirnya terpaksa aku cerita keadaanku ke Tante Fanie yang di Jakarta (adiknya mama no.2) tentang keadaanku......... Akhirnya  tante   mengirimkan aku obat Cina ‘Lian Hua’ namanya. Pasti itu mahal harganya. Harus diminum  3x4 butir sehari selama 9 hari. Obatnya gede-gede pula.  Demi kesembuhan aku mulai minum. Tante terus cek tentang  keberadaanku. Sejak tante di Jakarta tahu saku sakit, makanan  enak dan vitamin terus mengalir  terus lewat go-send. Lancar jaya. Orang sakit obatnya  gembira, mencoba tidak stress,  makan yang enak-enak. Semua dipenuhi oleh tante. Semua ini berkat adanya online, tante yang pesan  dari Jakarta barang sampai di kosku.  Tante memang paling sayang sama aku, mereka punya anak perempuan semua. Yang satu kuliah di Jogya  dekat kosku dan yang satu SMA di Semarang

 

Inilah aku. Saatnya aku berjuang untuk diriku.  Aku harus kuat. Aku  sayang  pada diriku. Love self. Aku harus sehat. “pasti bisa!. Ya pasti Bisa.  “Tuhaannnnn....dengarkan aku!”,  pintaku  mohon belas kasihan Tuhan.  Tak akan sedetikpun  aku meninggalkan Tuhan.  Kudaraskan  doaku terus menerus. Aku ingin  hidup!. Aku  tak boleh gampang menyerah! Aku  tak ingin orang tua dan keluargaku  sedih mendengar  fakta yang kurasakan.

 

Tenggorokan  sakit sekali kalau menelan, tapi  terus  kupaksakan diri untuk makan dan  minum air panas. Dengan keringat dingin terus kumasukkan nasi kemulutkan  demi keselamatanku. Aku tak boleh  cengeng. Harus kuat, harus semangat!

 

Tiba-tiba  bapa, mama  telpon, pasti ini tante yang memberitahukan tentang aku. Aku berusaha tenang,  aku menutupi sakitku yang sebenarnya.  Seolah-olah aku baik-baik saja. Tentunya agar  ortu tetap tenang. Hanya  aku berharap semoga Bos tidak  tanya  laporan dan Tugas akhirku.

 

Masa Isoman 14 hari, terasa lamaaaa.....sekali. Sebenarnya aku hampir tak tahan dengan sakitku,  aku tak sanggup lagi  menanggung  penderitaan ini. Aku ingin berontak! kesaalllll!!! Tapi sama  siapa??? Tuhan  tak akan mencobai  umatnya melebihi kemampuannya.  Aku yakin dan percaya!.  Kata-kata itu yang selalu menguatkan perasaanku.

 

Puji Tuhan, dengan  penghiburan dari orang-orang terdekat. Dengan doa. Akhirnya sakitku mulai berangsur sembuh. Tuhan selalu menjagaku, mendampingiku dan masih memberiku  kesempatan  padaku untuk melanjutkan ziarah kehidupanku.

Trimakasih untuk pengalaman ini,  Akhirnya aku sudah  terbebas dari Tante Corona. Aku jadi menghargai kehidupan. Pandemi membuat aku menjadi dewasa dan terus bersyukur kepadaNya.  Beruntung saya  tidak punya penyakit bawaan, jadi  selamat.

 

Ini sejarah bahkan pandemi memang ada.  Sempat menggoncang dunia. Karena Dia raturan ribu nyawa melayang. Dia datang ke Indonesia sejal 20 Maret 2020 hingga kini 31 Mei 2022 masih ada juga. Semoga segera tuntas dan  kami seluruh dunia terbebas.

 

 

#70harimenulis

#siapataujadibuku

#challenge - 25

#Rumah literasi PMA

#LedwinaEtiWuryani 

#Rabu,25Mei2022

 

 

 

 


A24. MERAJUT ASA Day 24

cerpen 


 


 

Sebut saja Domi.  Aku  dilahirkan di kampung kecil di pulau kecil.  Paling Timur Indonesia. Aku tinggal dengan orang tuaku.  Dua kakakku perempuan dan aku  anak bungsu. Bapak adalah seorang kepala desa. Hidup kami  boleh dibilang ‘cukup’ apalagi  kalau  dibanding  tetangga  di sekitarku.

Kini aku sudah lulus  SD Lindi Pingu dikampungku. Aku berniat  melanjutkan  ke SMP. Di kampung belum ada SMP, jadi harus hijrah ke Kota.  Bu guru pernah bilang  kalau ingin jadi  orang sukses. Ya sekolah setinggi-tingginya!!. Saya  selalu ingat nasehat  ibu Nona, guruku  waktu SD. Orang bodoh itu pemilik masa lalu, gampang ditipu dan miskin terus, maka kamu  harus rajin belajar supaya jadi anak yang pintar, kata ibu nona saat itu.  Karena  SMP  yang ada hanya di kota, kota sangat jauh harus ditempuh dengan jalan kaki atau naik kuda. Jarak tempuh  bisa  2 jam perjalanan  atau sekitar 80-an km. Jauuhh!!.  Tempat tinggal  kami perbukitan, banyak tebing terjal,  lembah curam dan ada juga padang sabana yang luas membentang.  Mobil  dan motor belum  ada yang  masuk di kampung kami. Perjalanan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau kuda saja. Dari sekian puluh tahun yang lalu setiap ada Pilkada selalu di pihak yang kalah. Dengan begitu dampaknya tak pernah  kena sentuhan pembangunan.

Bapak menginginkan aku  jaga hewan  saja tak perlu sekolah . Saya anak laki-laki satu-satunya,  kedua kakakku perempuan. Menurut adat   perempuan kalau  sudah menikah  harus  ikut  suami. Mereka perempuan tak ada hak warisan dari orang tua karena mereka dianggap ‘orang keluar’. Saya  sebenarnya yang punya tanggungjawab  untuk  menjaga orang tua dan seluruh  ternak dan  sawah orang tua.

Aku  bersikeras untuk sekolah. Harus!!. Aku harus mengejar mimpiku. Sekolah penting untuk  masa depanku. Aku harus sekolah di Jawa. Kalau perlu nanti aku punya istri orang Jawa haha!!.  Tanpa ijin orang  tua  aku lari dari  rumah. Jarak dari rumah ke kota  lumayan  jauh.  Aku  jalan kaki  bisa sekitar 20-an km sampai di jalan raya. Kutunggu  bis kayu yang biasa  bawa penumpang ke kota. Dengan bis kayu itu kami naik  bersama  hewan kuda atau anak sapi.  Itu sudah biasa, memang begitu  muatan bis kayu sehari-hari. Karena  aku tak punya  uang,  aku  bayar  om supir dengan  ayam yang kubawa, aku angkat ayam dirumah tanpa ijin mama. Sudah biasa orang  kampung  membayar pakai apa yang ada di rumah. Bisa dengan ayam, pisang, keladi. Pak Sopirpun tak  pernah menuntut lebih. Apapun yang penumpang bawa , ya itulah yang diterima tanpa protes.

Sampai di kota  aku langsung  menuju ke gereja. Saya berpikir kalau  di gereja pasti  tempatnya orang  baik . Tanpa malu-malu  saya  menuju  pastoran di Gereja Bunda Allah. Disitu ada  seorang  pastor orang belanda, bernama Romo WinKel. Aku mendekatinya.  Aku berdiri di samping pater....hehe... siapa tahu  pater  butuh  tenagaku.  Akhirnya  benar dugaanku.  Hai umbu ( umbu adalah  panggilan anak laki orang sumba: Red) . Dengan  ramah pater  menyapaku. Beliau mengajakku  masuk. Duh!! Betapa  senangnya hatiku. Dengan badan yang kemomos (kotor) dan tak beralas kaki aku memberanikan diri untuk masuk.  Pater  baiiik sekali, beliau cerita banyak kepadaku. Aku  diajak makan juga.  Ternyata  anak-anak asrama banyak juga di situ, beliau bilang  khusus anak Sumba Timur gratis diasrama dan di sekolah.

Pater  menawarkan aku tinggal di asrama. Ini yang namanya ‘Pucuk di cinta ulam tiba. Tanpa berpikir panjang aku mengiyakan tawaran Pater. Dengan begitu  aku resmi jadi penghuni asrama.  Aku  sekolah  gratis!. Semua  kegiatan diatur dengan jam. Anak asrama  punya tugas masing-masing, terjadwal rapi di tempel di  dinding aula. Dari piket, cuci piring, siram sayur, pel dll.

Makan 3 kali sehari. Sayur  dikebun  petik sendiri. Piara ayam. Pokoknya terjamin deh!. Kadang kita  minum susu juga, ada sumbangan dari luar negeri.  Orang NTT terkenal mayoritas tak mampu, maka sering dapat bantuan. Ternyata biaya hidup adalah  bantuan dari jerman. Orang jerman yang kaya raya dan berjiwa sosial.  Bantuan diberikan kepada Pastor untuk dikelola membantu anak-anak  miskin yang membutuhkan. Bahagianya kita. Di kampung aku tak pernah minum susu, makanpun seadanya. Di Asrama terjamin semua, jangan heran kalau pipiku jadi montok.

Enam tahun tak  terasa hidup di asrama. Kini saya  sudah lulus SMA. Saya beranikan  diri pulang ke kampung. Saya pulang  bapak biasa-biasa saja. Bapak cuek saja.  Mama memang sudah meninggal sejak aku masih bayi. Mama yang ada  sekarang adalah mama tiri, tapi beliau tak punya anak.

Aku ijin orang tua kalau  ingin kuliah. Eh  bapak masih melarangnya. Orang  tua  sudah menyiapkan istri  untuk saya. Adat kami  sebagai laki-laki harus  menikah dengan ‘nona’ anak dari om. Bapak sudah  cicil bayar ‘belis ( mahar kalau bahasa Jawa : Red). Dan saya harus mau.  Setelah nikah Saya  harus  ambil alih tugas bapak. Ya! jaga  hewan, bapak sudah  tua. Kami banyak anak-anak dalam rumah. Yang tinggal  bersama orang  tua bisa lebih dari 20-an orang.  Mereka  itu yang biasa  di suruh-suruh. Ada yang jaga  ternak. Ada yang urus  kebun. Ada pula yang urus ladang dan sawah. 

Saya  cari  akal supaya saya bisa  lanjut sekolah di jawa.  Demi  sebuah cita-cita saya  sampai terbawa mimpi. Akhirnya saya tak ijin ke orang tua, saya curi 2 ekor kudanya bapak dibantu ama kudu. Setelah terjual aku naik kapal kelimutu menuju Jawa. Saya mendaftar kuliah di IKIP Swasta di Jawa.  Karena nilaiku di SMA bagus, syukurlah aku diterima tanpa tes. Aku selalu dapat ranking saat di SMA. Saat-saat kuliah adalah sebuah perjuangan yang berat bagi saya. Saya  harus bersaing dengan orang-orang jawa yang hebat.

Aku berusaha belajar tekun. Aku rajin ke perpus. Aku tak malu mendekati temanku yang kulihat baik hati. Aku juga berusaha  untuk  aktif diorganisasi seperti Pramuka, Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam), Sema ( Senat Mahasiswa). Dengan begitu akhirnya  saya di kenal dosen. Wah,  beruntung aku ditawari beasiswa. Tak pikir panjang aku terima beasiswa itu. Rejeki memang tak salah alamat.  Lumayan bisa untuk biaya hidup sebagai orang rantau. Aku mencoba menulis di majalah lokal, berkali-kali tak dimuat tak pernah dimuat. Berkat kesabaran akhirnya dimuat juga. Ini salah satu income buatku. Aku jadi rajin menulis di koran-koran lokal. Lumayan juga , setiap koran terbit dan tulisanku dimuat ada duwit yang masuk dikirim dengan wesel saat itu.

Ada orang sumba yang menjabat Protokol di kantor  gubernur, masih keluarga pula. Di semester 3 kukirim Nilai di KRS-ku, kusampaikan kalau orang tua tak mau membiayai aku. Puji Tuhan Pak Lukas mengirimiku setiap bulan Rp Rp 15.000,- sementara  uang kuliah perbulan Rp7.500,-

Selama 8 semester tak ada kendala. Terus berjuang merajut Asa. Beasiswa lancar, kuliah juga lancar. Hingga semester 8 doaku terkabul,  nona orang Jawa yang kutembak ternyata menjawab oke. Lengkaplah kebahagiaanku. Tugasku menyelesaikan skripsiku. Linda kekasihku lulus duluan  karena dia mengambil D3. Dia  ditempatkan di Timor Timur.  Aku pacaran LDR. Dua tahun kemudian kami menikah di Jawa. Aku ikut tes PNS di Timtim langsung lulus dan ditempatkan di SMKK di Dili.

Singkat cerita karena Timor Leste sudah merdeka saya sudah kembali lagi di kampung halamanku. Hidup memang perjuangan. Trimakasih Tuhan  kini aku sudah menjadi orang yang berguna. Aku harus tetap  rendah hati, aku percaya Tuhan akan terus menuntunku, semoga aku dimampukan untuk menjadi penyalur berkat-Nya. Semoga!

 

#70harimenulis

#siapataujadibuku

#challenge-23

#RumahLiterasiPMA

#LedwinaEtiWuryani

#Selasa31Mei2022 

 



 

 

Menulis untuk Menyiapkan Generasi Literasi Masa Depan

   RUANGMENULIS    4 SEPTEMBER 2022  3 MIN READ   Oleh: Eli Halimah “ The youth today are the leader tomorrow” Ungkapan di atas artinya, “Pe...